Ketakutan itu adalah sesuatu yang tidak akan ada hingga seseorang membayangkannya. Kesimpulan itulah yang akan anda dapatkan setelah membaca buku ini, sama seperti yang akhirnya dipahami oleh Manxmouse, si tikus biru yang menjadi tokoh di kisah karya Paul Gallico ini.
Seekor tikus berwarna biru? Tentu saja tikus ini bukanlah sebuah spesies baru hasil mutasi gen atau semacamnya. Si tikus biru itu bermula dari seorang spesialis pembuat tikus keramik di Inggris yang tiba-tiba mempunyai inspirasi untuk membuat sebuah maha karya nan sempurna. Sayangnya, inspirasi itu timbul semata-mata karena ia sedang mabuk. Setelah semalam suntuk menyelesaikan maha karya itu, si pembuat keramik meletakkan tikus keramik kebanggaannya di atas nakas, lalu berangkat tidur. Kesadaran barulah datang keesokan harinya, ketika ia mendapati bahwa tikus ciptaannya jauh dari sempurna. Bahkan boleh dibilang itu bencana paling mengerikan bagi seorang pembuat keramik. Tikus itu tak mirip tikus, tubuhnya berwarna biru, kakinya serupa kaki kangguru, telinganya telinga kelinci, dan ekornya buntung. Lalu pada suatu pagi tikus keramik itu menghilang….
Bisa dikatakan hari kelahiran si tikus biru yang bernama Manxmouse ini adalah saat ia tiba-tiba berubah menjadi makhluk hidup, alih-alih pajangan di meja nakas pembuat keramik tua. Seperti layaknya makhluk manapun, Manxmouse memulai hidupnya bak selembar kertas putih. Ia belum melihat apapun, belum pernah berkomunikasi dengan siapapun, bahkan ia belum mengenal dirinya sendiri. Tentu saja, ia juga belum mengenal apa itu rasa takut. Sampai ia bertemu dengan sesosok Clutterbumph. Clutterbumph adalah sosok yang pekerjaannya membawa ketakutan dalam pikiran semua makhluk. Clutterbumph bisa menjadi sosok seperti apa saja, tergantung apa yang dibayangkan “korbannya”. Kalau anda membayangkan tengkorak itu menakutkan, maka Clutterbumph anda akan mewujud sebuah tengkorak. Di sini, anda yang pecinta Harry Potter mungkin akan teringat sesuatu? Kalau anda menjawab “Boggart”, anda benar! Mungkin saja J.K. Rowling mengambil ide Clutterbumph ini untuk menciptakan sosok Boggart di Harry Potter. Tak mengherankan juga, karena buku ini ternyata sempat menjadi buku favorit J.K. Rowling. Bahkan Rowling membubuhkan endorsement juga untuk buku ini.
Kembali pada kisah Clutterbumph. Nah, di malam hari nan sial itu, si Clutterbumph gagal membuat Manxmouse ketakutan. Alih-alih, Manxmouse malah bersimpati pada Clutterbumph yang menangis karena baru kali ini gagal menakut-nakuti makhluk hidup! Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, si Clutterbumph pun memberikan peringatan kepada Manxmouse untuk berhati-hati pada Kucing Manx. Saat itulah lembar bersih putih dalam hidup Manxmouse mulai diisi dengan kekhawatiran…
Selanjutnya, dalam pengembaraan Manxmouse, ia hampir selalu terlibat dalam petualangan yang kadang menyenangkan, namun tak jarang juga seru dan menegangkan. Dalam tiap petualangan, ia menemukan teman-teman baru. Yang pertama adalah seekor Billibird yang menunjukkan jalan pada Manxmouse, lalu Kapten Hawk si burung elang yang membawa Manxmouse pada penagalaman terbangannya yang pertama. Kemudian Manxmouse juga berkesempatan menolong Nellyphant si gajah bintang film yang suka gugup kalau melihat tikus. Berkat Manxmouse, tikus yang tidak berpembawaan seperti tikus, Nelly menemukan kembali keberaniannya. Burra Khan, seekor harimau sirkus adalah juga salah satu yang menerima kebaikan Manxmouse untuk mengembalikannya dengan selamat ke kandang sirkusnya. Begitulah, di setiap perhentian, ia menemukan kehangatan persahabatan dari teman-teman baru. Namun di sisi lain, ia juga mulai memahami banyak hal, termasuk juga tentang musuh bebuyutan yang, menurut teman-temannya, harus diwaspadai, dikhawatirkan dan ditakuti, bahkan tercantum dalam ramalan Hari Akhir-nya: Kucing Manx.
Hingga pada suatu hari, ketika takdir membawa perjalanan Manxmouse ke pulau Man, maka akhirnya Manxmouse pun bertemu dengan Kucing Manx. Apakah yang akan terjadi? Akankah Manxmouse menyerah pada takdirnya dan menjadi milik Kucing Manx? Akankah Kucing Manx menyantap Manxmouse dalam sebuah pertarungan yang tak sepadan? Di saat itulah, Manxmouse harus memilih antara selamanya menjadi penakut, atau memerangi rasa takut itu sendiri dengan menjalani hal yang telah membuatnya ketakutan selama ini.
Kisah Manxmouse ini merupakan kisah yang unik. Cukup sulit bagiku untuk menentukan, masuk ke dalam genre apakah buku ini. Fabel? Mungkin saja, namun dalam kisah ini ada juga tokoh-tokoh manusia yang mengambil peran cukup penting dalam petualangan Manxmouse. Contohnya anak perempuan bernama Wendy H, Troy yang sempat bersahabat dengan Manxmouse, bahkan memberinya nama keren: Harrison G. Manxmouse. Petualangan Manxmouse yang lumayan seru sekaligus unik adalah ketika ia jatuh ke tangan pemilik toko hewan peliharaan yang tamak. Menyadari keanehan Manxmouse, dan yakin bahwa tikus Manx adalah spesies langka, ia berusaha menjual Manxmouse dengan harga setinggi-tingginya. Akibatnya Manxmouse sempat membuat heboh kota London dan bahkan dunia berkat berita yang menyatakan bahwa Manxmouse hendak dilelang! Bayangkan kalau suatu hari balai lelang terkenal Sotheby's tiba-tiba mengumumkan akan melelang seekor tikus biru! Pasti akan terjadi kehebohan kan? Di sini nampaknya Paul Gallico ingin menyindir manusia yang begitu tamak pada kekayaan dan prestise. Yang mereka inginkan adalah kekayaan dan sanjungan, bukan si tikus sendiri. Menggelikan sekali proses pelelangan Manxmouse ini, yang bahkan membawanya hingga ke museum Madame Tusaud, di mana Manxmouse menemukan duplikat dirinya, Manxmouse II dalam wujud patung lilin!
Memasukkan Manxmouse ke dalam genre fantasi mungkin lebih pas, namun toh aku tak begitu merasa bahwa ini kisah yang fantastis. Benar yang dituliskan J.K. Rowling dalam endorsement-nya: Gallico menjalin fantasi dan realitas dengan sangat terampil, sehingga kisah yang paling fantastis sekalipun terasa masuk akal. Memang, selama membaca dan menikmati kisah ini, semuanya nyaris terasa nyata bagiku. Sulit untuk memisahkan bagian mana yang fantasi, dan mana yang tidak, semuanya membaur dengan natural. Menurutku, sosok Manxmouse sendirilah yang merupakan fantasi yang tak nyata. Namun sebaliknya, karakter Manxmouse sendiri malah lebih terasa manusiawi daripada manusia-manusia yang menganggap diri mereka agung.
Bagiku, Manxmouse mewakili kesederhanaan yang jarang dimiliki oleh manusia di jaman ini. Manxmouse mewakili diri kita sendiri tanpa terkecuali, ketika kita dulu lahir. Bersih. Tanpa ada prasangka. Tanpa ada rasa takut. Tanpa ada keserakahan. Tanpa ada rasa benci. Karena dalam keadaan begitulah kita diciptakan Tuhan sebagai manusia. Namun, dalam perjalanan hidup kita, kita jadi terseret oleh bermacam pengaruh yang datang dari luar. Kita jadi mengenal rasa takut, takut pada sesuatu yang kita bahkan mungkin belum tahu dan belum mengalaminya. Ketakutan itu akhirnya melumpuhkan kita, dan hanya ada satu cara untuk mengalahkannya, yaitu menghadapi ketakutan itu sendiri. Manxmouse juga membuat kita menyadari betapa selama ini kita disilaukan oleh harta dan kehormatan yang akhirnya menghalangi kita dari melihat hal-hal yang hakiki, seperti halnya para sheik dan pangeran yang sibuk menaikkan penawaran dalam lelang demi prestisenya, tanpa melihat apa sih sesungguhnya makhluk yang mereka tawar itu?
Akhirnya, aku malah bertanya-tanya...apakah Manxmouse ini termasuk buku anak-anak? Jangan-jangan buku ini ditulis justru untuk menyindir para orang dewasa yang sering lebih kekanak-kanakan daripada anak-anak? Dan pastinya, lebih tidak bijak daripada seekor tikus. Meskipun itu hanyalah seekor tikus biru, berkaki kangguru, bertelinga kelinci dan tidak berbuntut yang bernama Manxmouse...
Judul: Manxmouse
Penulis: Paul Gallico
Penerjemah: Maria Lubis
Penerbit: Media Klasik Fantasi (a Division of Mahda Books)
Original copyright at 1968 by Mathemata Anstalt
Cetakan: April 2011
Tebal: 227 hlm
Note: Review ini sekaligus kuikut sertakan dalam Lomba Resensi Penerbit Redline (Mahda Books). Mohon kritik dan saran dari teman-teman ya..!
Seekor tikus berwarna biru? Tentu saja tikus ini bukanlah sebuah spesies baru hasil mutasi gen atau semacamnya. Si tikus biru itu bermula dari seorang spesialis pembuat tikus keramik di Inggris yang tiba-tiba mempunyai inspirasi untuk membuat sebuah maha karya nan sempurna. Sayangnya, inspirasi itu timbul semata-mata karena ia sedang mabuk. Setelah semalam suntuk menyelesaikan maha karya itu, si pembuat keramik meletakkan tikus keramik kebanggaannya di atas nakas, lalu berangkat tidur. Kesadaran barulah datang keesokan harinya, ketika ia mendapati bahwa tikus ciptaannya jauh dari sempurna. Bahkan boleh dibilang itu bencana paling mengerikan bagi seorang pembuat keramik. Tikus itu tak mirip tikus, tubuhnya berwarna biru, kakinya serupa kaki kangguru, telinganya telinga kelinci, dan ekornya buntung. Lalu pada suatu pagi tikus keramik itu menghilang….
Bisa dikatakan hari kelahiran si tikus biru yang bernama Manxmouse ini adalah saat ia tiba-tiba berubah menjadi makhluk hidup, alih-alih pajangan di meja nakas pembuat keramik tua. Seperti layaknya makhluk manapun, Manxmouse memulai hidupnya bak selembar kertas putih. Ia belum melihat apapun, belum pernah berkomunikasi dengan siapapun, bahkan ia belum mengenal dirinya sendiri. Tentu saja, ia juga belum mengenal apa itu rasa takut. Sampai ia bertemu dengan sesosok Clutterbumph. Clutterbumph adalah sosok yang pekerjaannya membawa ketakutan dalam pikiran semua makhluk. Clutterbumph bisa menjadi sosok seperti apa saja, tergantung apa yang dibayangkan “korbannya”. Kalau anda membayangkan tengkorak itu menakutkan, maka Clutterbumph anda akan mewujud sebuah tengkorak. Di sini, anda yang pecinta Harry Potter mungkin akan teringat sesuatu? Kalau anda menjawab “Boggart”, anda benar! Mungkin saja J.K. Rowling mengambil ide Clutterbumph ini untuk menciptakan sosok Boggart di Harry Potter. Tak mengherankan juga, karena buku ini ternyata sempat menjadi buku favorit J.K. Rowling. Bahkan Rowling membubuhkan endorsement juga untuk buku ini.
Kembali pada kisah Clutterbumph. Nah, di malam hari nan sial itu, si Clutterbumph gagal membuat Manxmouse ketakutan. Alih-alih, Manxmouse malah bersimpati pada Clutterbumph yang menangis karena baru kali ini gagal menakut-nakuti makhluk hidup! Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, si Clutterbumph pun memberikan peringatan kepada Manxmouse untuk berhati-hati pada Kucing Manx. Saat itulah lembar bersih putih dalam hidup Manxmouse mulai diisi dengan kekhawatiran…
Selanjutnya, dalam pengembaraan Manxmouse, ia hampir selalu terlibat dalam petualangan yang kadang menyenangkan, namun tak jarang juga seru dan menegangkan. Dalam tiap petualangan, ia menemukan teman-teman baru. Yang pertama adalah seekor Billibird yang menunjukkan jalan pada Manxmouse, lalu Kapten Hawk si burung elang yang membawa Manxmouse pada penagalaman terbangannya yang pertama. Kemudian Manxmouse juga berkesempatan menolong Nellyphant si gajah bintang film yang suka gugup kalau melihat tikus. Berkat Manxmouse, tikus yang tidak berpembawaan seperti tikus, Nelly menemukan kembali keberaniannya. Burra Khan, seekor harimau sirkus adalah juga salah satu yang menerima kebaikan Manxmouse untuk mengembalikannya dengan selamat ke kandang sirkusnya. Begitulah, di setiap perhentian, ia menemukan kehangatan persahabatan dari teman-teman baru. Namun di sisi lain, ia juga mulai memahami banyak hal, termasuk juga tentang musuh bebuyutan yang, menurut teman-temannya, harus diwaspadai, dikhawatirkan dan ditakuti, bahkan tercantum dalam ramalan Hari Akhir-nya: Kucing Manx.
Hingga pada suatu hari, ketika takdir membawa perjalanan Manxmouse ke pulau Man, maka akhirnya Manxmouse pun bertemu dengan Kucing Manx. Apakah yang akan terjadi? Akankah Manxmouse menyerah pada takdirnya dan menjadi milik Kucing Manx? Akankah Kucing Manx menyantap Manxmouse dalam sebuah pertarungan yang tak sepadan? Di saat itulah, Manxmouse harus memilih antara selamanya menjadi penakut, atau memerangi rasa takut itu sendiri dengan menjalani hal yang telah membuatnya ketakutan selama ini.
Kisah Manxmouse ini merupakan kisah yang unik. Cukup sulit bagiku untuk menentukan, masuk ke dalam genre apakah buku ini. Fabel? Mungkin saja, namun dalam kisah ini ada juga tokoh-tokoh manusia yang mengambil peran cukup penting dalam petualangan Manxmouse. Contohnya anak perempuan bernama Wendy H, Troy yang sempat bersahabat dengan Manxmouse, bahkan memberinya nama keren: Harrison G. Manxmouse. Petualangan Manxmouse yang lumayan seru sekaligus unik adalah ketika ia jatuh ke tangan pemilik toko hewan peliharaan yang tamak. Menyadari keanehan Manxmouse, dan yakin bahwa tikus Manx adalah spesies langka, ia berusaha menjual Manxmouse dengan harga setinggi-tingginya. Akibatnya Manxmouse sempat membuat heboh kota London dan bahkan dunia berkat berita yang menyatakan bahwa Manxmouse hendak dilelang! Bayangkan kalau suatu hari balai lelang terkenal Sotheby's tiba-tiba mengumumkan akan melelang seekor tikus biru! Pasti akan terjadi kehebohan kan? Di sini nampaknya Paul Gallico ingin menyindir manusia yang begitu tamak pada kekayaan dan prestise. Yang mereka inginkan adalah kekayaan dan sanjungan, bukan si tikus sendiri. Menggelikan sekali proses pelelangan Manxmouse ini, yang bahkan membawanya hingga ke museum Madame Tusaud, di mana Manxmouse menemukan duplikat dirinya, Manxmouse II dalam wujud patung lilin!
Memasukkan Manxmouse ke dalam genre fantasi mungkin lebih pas, namun toh aku tak begitu merasa bahwa ini kisah yang fantastis. Benar yang dituliskan J.K. Rowling dalam endorsement-nya: Gallico menjalin fantasi dan realitas dengan sangat terampil, sehingga kisah yang paling fantastis sekalipun terasa masuk akal. Memang, selama membaca dan menikmati kisah ini, semuanya nyaris terasa nyata bagiku. Sulit untuk memisahkan bagian mana yang fantasi, dan mana yang tidak, semuanya membaur dengan natural. Menurutku, sosok Manxmouse sendirilah yang merupakan fantasi yang tak nyata. Namun sebaliknya, karakter Manxmouse sendiri malah lebih terasa manusiawi daripada manusia-manusia yang menganggap diri mereka agung.
Bagiku, Manxmouse mewakili kesederhanaan yang jarang dimiliki oleh manusia di jaman ini. Manxmouse mewakili diri kita sendiri tanpa terkecuali, ketika kita dulu lahir. Bersih. Tanpa ada prasangka. Tanpa ada rasa takut. Tanpa ada keserakahan. Tanpa ada rasa benci. Karena dalam keadaan begitulah kita diciptakan Tuhan sebagai manusia. Namun, dalam perjalanan hidup kita, kita jadi terseret oleh bermacam pengaruh yang datang dari luar. Kita jadi mengenal rasa takut, takut pada sesuatu yang kita bahkan mungkin belum tahu dan belum mengalaminya. Ketakutan itu akhirnya melumpuhkan kita, dan hanya ada satu cara untuk mengalahkannya, yaitu menghadapi ketakutan itu sendiri. Manxmouse juga membuat kita menyadari betapa selama ini kita disilaukan oleh harta dan kehormatan yang akhirnya menghalangi kita dari melihat hal-hal yang hakiki, seperti halnya para sheik dan pangeran yang sibuk menaikkan penawaran dalam lelang demi prestisenya, tanpa melihat apa sih sesungguhnya makhluk yang mereka tawar itu?
Akhirnya, aku malah bertanya-tanya...apakah Manxmouse ini termasuk buku anak-anak? Jangan-jangan buku ini ditulis justru untuk menyindir para orang dewasa yang sering lebih kekanak-kanakan daripada anak-anak? Dan pastinya, lebih tidak bijak daripada seekor tikus. Meskipun itu hanyalah seekor tikus biru, berkaki kangguru, bertelinga kelinci dan tidak berbuntut yang bernama Manxmouse...
Judul: Manxmouse
Penulis: Paul Gallico
Penerjemah: Maria Lubis
Penerbit: Media Klasik Fantasi (a Division of Mahda Books)
Original copyright at 1968 by Mathemata Anstalt
Cetakan: April 2011
Tebal: 227 hlm
Note: Review ini sekaligus kuikut sertakan dalam Lomba Resensi Penerbit Redline (Mahda Books). Mohon kritik dan saran dari teman-teman ya..!