Pengarang : Iris Krasnow
Penerbit : PT Serambi Ilmu Semesta
Halaman : 317
Buku ini merupakan kompilasi kisah nyata 116 anak perempuan tentang suka-duka hubungan mereka dengan sang ibu. Iris Krasnow, sang penulis adalah wanita setengah baya yang mengalami luka batin akibat sikap ibunya yang otoriter, cerewet dan amat menjengkelkan. Namun, alih-alih terus memendam kebencian sampai akhir hayatnya, Iris memilih untuk berdamai dengan dirinya sendiri, dan akhirnya membangun kembali hubungan yang manis dengan ibunya yang kini tak berdaya di kursi roda, menunggu saat ajal menjemput. Bagaimana Iris dapat melakukannya? Di buku ini Iris mewawancai banyak wanita seusianya yang memiliki hubungan yang jauh berbeda dengan ibunya ketika mereka sendiri sudah setengah baya dan berkeluarga, sedang ibunya tua renta tak berdaya.
Bagi yang menyukai studi psikologis, buku ini banyak menampilkan kasus-kasus menarik tentang hubungan ibu-anak dan permasalahan yang menyebabkannya. Sedang bagi semua anak, baik laki-laki maupun perempuan, buku ini akan mengajarkan kepada anda untuk mencintai ibu anda dan memaafkannya, karena ibu anda hanyalah seorang manusia, yang juga bisa berbuat salah...seperti anda!
Pada bab awal Iris menceritakan tentang ibunya, Helen. Seorang wanita hebat dan nyaris sempurna, namun dingin dan tak pernah menunjukkan kasih sayang pada anak-anaknya. Sebaliknya, lidahnya sangat tajam. Padahal sebagai anak perempuan, Iris mendambakan ibu yang lembut, yang mengajaknya memasak bersama di dapur mereka, mengantarkan putrinya les kesenian, menunggu dengan sabar ketika sang putri mengepas baju di mal, atau sekedar memeluknya saat sang putri mimpi buruk. Bahkan ciuman selamat pagi-pun tak pernah ia dapat. Sebaliknya, ayah Iris-lah yang melakukan semua itu. Saat Iris kecil menangis karena kerabat dekatnya meninggal, bukannya menghibur, Helen malah membentaknya.
Semuanya itu terakumulasi hingga Iris tumbuh dewasa, menikah dan mempunyai anak. Saat anak-anaknya mulai tumbuh remaja, Iris tanpa sadar juga menjadi mirip dengan ibunya. Mengomel panjang lebar saat putranya menumpahkan sesuatu ke lantai atau saat mereka lupa menaruh serbet di pangkuan. Tepatnya, Iris mulai menjadi ibu yang cerewet juga, dan melakukan apa yang dulu sangat dibencinya dari ibunya. Namun demikian, Iris juga belajar banyak dari cara ibunya dalam membesarkannya, yang menyiksanya. Tumbuh sebagai anak yang mendambakan kasih sayang dan perhatian dari ibunya, Iris sekarang membesarkan anak-anaknya dengan penuh kasih.
Lalu ketika ibunya semakin tua, sikap kedua wanita ini mulai berubah satu sama lain. Iris menjadi begitu perhatian dan merawat ibunya yang cacat dengan penuh kasih sayang. Ibunya pun mulai menampakkan ekspresi sayang kepada anaknya. Iris mungkin sulit untuk melupakan kebencian pada ibunya waktu ia kecil dulu, namun setelah ibunya uzur, ia berusaha membuka lembaran baru bagi hubungan mereka.
Di bab-bab selanjutnya, ada banyak wanita yang mengisahkan perbedaan hubungan mereka saat kecil dan saat mereka dewasa. Ada seorang wanita bernama Grace yang memiliki ibu yang disebutnya ‘Superwoman’, wanita perkasa yang berperan sebagai ibu sekaligus ayah anak-anaknya. Semuanya akan aman bila ada ibu. Namun ketika ayah Grace meninggal, jatuhlah pertahanan ibu Grace. Dari wanita perkasa menjadi wanita depresi yang mengibakan. Maka tahulah Grace bahwa di balik keberaniannya, ibunya sesungguhnya adalah wanita yang ringkih.
Pada cerita yang lain, Rita, seorang wanita atletis dan cerdas (seorang eksekutif periklanan) menceritakan hubungannya dengan sang ibu yang hebat tetapi terlalu menuntut pada anak-anaknya. Harus juara kelas, harus masuk universitas terbaik, dsb. Itu semua karena ibunya juga murid yang pandai dan seorang wanita yang menarik. Namun itu semua berubah ketika ayahnya meninggal. Ibunya menjadi pemabuk dan hobby keluar masuk bar. Rita yang terpelajar tidak dapat menerima hal ini. Namun, setelah beberapa ia lelah berusaha untuk menjinakkan keliaran ibunya, karena toh ibunya tidak akan berubah. Maka akhirnya Rita berusaha untuk menerima ibunya apa adanya karena ia ingin berdamai dengan ibunya sebelum segalanya terlambat. Ketika ia bertambah tua, kejengkelan Rita berkurang seiring dengan usahanya untuk tidak menghakimi sang ibu yang genit dan liar. Simak apa yang ia katakan: Yah, semuanya sudah berakhir bagiku sekarang, yaitu perasaan yang menginginkan dia berbeda dari dirinya yang sebenarnya. Sekarang aku bisa menerima kenyataan bahwa dia suka pergi ke bar sepulang kerja. Mungkin ini bukan kehidupan yang aku inginkan, tapi inilah hidupnya dan biarkan dia menikmatinya.
Ada juga yang lebih ekstrem, yaitu kisah Rebecca yang memiliki ibu seorang imigran Armenia yang dikenang Rebecca sebagai ‘racun’ di keluarganya. Sang ibu selalu mencaci maki setiap anggota keluarganya terus menerus. Pada suaminya, juga pada anak perempuannya, Rebecca. Ia selalu marah pada semua hal, dan bertengkar dengan semua orang yang ia jumpai, hingga Rebecca kecil kurus kering karena tak dapat makan dengan konflik yang bertubi-tubi itu.
Yang menarik adalah bagaimana cara Rebecca untuk mengatasi atau memperbaiki hubungannya dengan ibunya saat ia dewasa. Ia memasang dinding pembatas antara masa lalu dan masa kini. Ia juga membuat aturan-aturan tertentu dalam hubungannya dengan ibunya. Rebecca mungkin tak akan dapat memanfaatkan kelakuan ibunya, namun ia dapat melupakannya. Selama masa lalu tidak diungkit-ungkit lagi, dan saat Rebecca memasang dinding pembatas itu, maka ia dapat memulai hubungan baru yang dilandasi oleh kasih sayang dengan ibunya.
Masih banyak kisah-kisah lainnya, namun dari semuanya dapat ditarik satu benang merah: bahwa banyak wanita (dan mungkin juga pria) yang mengalami masa-masa yang tidak menyenangkan bersama ibu mereka, namun persatuan erat keduanya membuat mereka tak pernah dapat benar-benar membenci ibu mereka. Pada saat mereka tua, tak berdaya, dan sering menjadi seperti anak kecil, mereka menjadi iba, dan berbalik ingin melindungi dan mengasihinya.
Catatan Fanda:
Ada banyak pelajaran yang aku dapatkan dari buku ini, dan itu dapat membantuku untuk memahami, bukan saja hubunganku dengan ibuku, tetapi juga dengan orang lain.
#1 – Tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini
Ini harus selalu kita camkan saat kita bergaul, berteman dan berhubungan dengan orang lain. Kita tidak dapat mengharapkan orang lain atau calon pasangan kita sempurna tak bercacat, karena tiap orang pasti memiliki kekurangannya. Hal terbaik yang bisa kita lakukan adalah berusaha menerima mereka apa adanya. Terimalah kekurangan itu dan fokuslah pada kelebihannya. Jika kita memang tak dapat menolerir kekurangannya, maka sebaiknya hubungan itu tidak dipererat, atau bagi pasangan kekasih sebaiknya tidak diteruskan ke jenjang pernikahan, karena akhirnya akan menyakiti kedua belah pihak.
#2 – Ibu adalah orang yang paling dekat dengan kita, yang cintanya amat besar pada kita
Tak peduli sejahat atau secerewet apa ibu kita menurut pandangan kita, namun ia adalah orang yang hubungannya paling dekat dengan kita. Beliau-lah yang mengandung kita selama 9 bulan, dengan semua suka duka dan kesulitannya, ia yang mempertaruhkan nyawa saat melahirkan kita, dan yang memastikan kita mendapat makanan, kesehatan dan perlindungan. Banyak ibu yang mungkin over protective, namun itu justru tanda betapa besar cintanya pada kita. Orang yang paling mencintai kita mungkin adalah ibu kandung kita. Lalu mengapa saat kita kecil kadang beliau sering membentak-bentak kita, memukuli kita atau mencaci maki kita? Seolah-olah beliau membenci kita? Mungkin ini bisa membantu anda untuk memahami...
#3 – Cobalah untuk mengenal orang lain lebih dalam sebelum kita menghakimi
Hidup ini menganut asas sebab-akibat. Apa yang terjadi di masa lampau mempengaruhi kita hari ini, dan yang terjadi hari ini pasti berpengaruh pada masa depan. Saat kita melihat kekurangan orang lain, cobalah untuk melihat masa lalu orang itu. Anak yang kurang mendapat kasih sayang bisa saja menjadi orang yang pemarah, judes, minta dikasihani, minta diperhatikan, dll. Sebelum kita menghakimi seseorang itu jahat, judes, dsb., cobalah untuk memahami mengapa ia bersikap seperti itu. Pemahaman itu akan membantu kita untuk menerima kekurangan orang lain, terutama ibu dan ayah kita, orang-orang yang terikat pada kita selamanya, yang tidak dapat kita ingkari sampai akhir hayat kita. Kekasih atau teman bisa kita putus, tapi orang tua? Merekalah yang telah melahirkan dan membesarkan kita, entah kita suka atau tidak.
#4 – Maafkanlah sekarang sebelum terlambat
Maaf. Satu kata sederhana yang dalam prakteknya sangat sulit untuk dilakukan, baik untuk minta maaf, apalagi untuk memaafkan. Terutama bila seseorang menyakiti hati kita selama periode waktu yang lama dan terus menerus. Contoh dalam buku ini memperlihatkan para ibu yang telah menyakiti anak-anaknya baik secara fisik maupun mental. Dan lihatlah, betapa tidak mudah bagi mereka untuk memaafkan. Namun mereka berusaha dengan segala macam cara, karena mereka sadar bahwa antara ibu dan anak ada hubungan kasih sayang yang mengakar, dan bila mereka sampai terlambat memaafkan, mereka akan menyesal seumur hidup mereka.
Begitulah juga dalam hubungan yang lain, suami-istri, sahabat, dsb. Memaafkan memang sulit, namun mulailah dari sekarang sebelum semuanya terlambat. Karena sebuah hubungan yang indah akan hancur apabila kita terlalu gengsi untuk berkata maaf atau memaafkan. Bila luka hati anda terlalu dalam untuk dapat memaafkan (seperti yang dialami Rebecca terhadap Ibunya), paling tidak lupakanlah masa lalu, dan cobalah untuk memperbarui hubungan itu. Meski tidak dapat seindah dan seerat hubungan yang dulu, namun paling tidak dapat mengikis kebencian dari hati anda perlahan-lahan. Kalau Tuhan saja mau mengampuni kita yang berkali-kali jatuh dalam dosa, mengapa kita tak dapat memaafkan orang yang menyakiti kita? Toh kita sama-sama tidak sempurna, kan?
Jadi...kalau anda masih punya ganjalan dalam hubungan dengan orang tua anda, sahabat atau rekan kerja, berdamailah sekarang juga. Jangan saling menunggu, buanglah gengsi anda dan ambillah inisiatif. Sulit? Memang! Aku pun saat ini sedang berjuang untuk dapat memaafkan rekan kerja yang aku benci. Jadi, mari kita sama-sama berjuang untuk memaafkan!
Penerbit : PT Serambi Ilmu Semesta
Halaman : 317
Buku ini merupakan kompilasi kisah nyata 116 anak perempuan tentang suka-duka hubungan mereka dengan sang ibu. Iris Krasnow, sang penulis adalah wanita setengah baya yang mengalami luka batin akibat sikap ibunya yang otoriter, cerewet dan amat menjengkelkan. Namun, alih-alih terus memendam kebencian sampai akhir hayatnya, Iris memilih untuk berdamai dengan dirinya sendiri, dan akhirnya membangun kembali hubungan yang manis dengan ibunya yang kini tak berdaya di kursi roda, menunggu saat ajal menjemput. Bagaimana Iris dapat melakukannya? Di buku ini Iris mewawancai banyak wanita seusianya yang memiliki hubungan yang jauh berbeda dengan ibunya ketika mereka sendiri sudah setengah baya dan berkeluarga, sedang ibunya tua renta tak berdaya.
Bagi yang menyukai studi psikologis, buku ini banyak menampilkan kasus-kasus menarik tentang hubungan ibu-anak dan permasalahan yang menyebabkannya. Sedang bagi semua anak, baik laki-laki maupun perempuan, buku ini akan mengajarkan kepada anda untuk mencintai ibu anda dan memaafkannya, karena ibu anda hanyalah seorang manusia, yang juga bisa berbuat salah...seperti anda!
Pada bab awal Iris menceritakan tentang ibunya, Helen. Seorang wanita hebat dan nyaris sempurna, namun dingin dan tak pernah menunjukkan kasih sayang pada anak-anaknya. Sebaliknya, lidahnya sangat tajam. Padahal sebagai anak perempuan, Iris mendambakan ibu yang lembut, yang mengajaknya memasak bersama di dapur mereka, mengantarkan putrinya les kesenian, menunggu dengan sabar ketika sang putri mengepas baju di mal, atau sekedar memeluknya saat sang putri mimpi buruk. Bahkan ciuman selamat pagi-pun tak pernah ia dapat. Sebaliknya, ayah Iris-lah yang melakukan semua itu. Saat Iris kecil menangis karena kerabat dekatnya meninggal, bukannya menghibur, Helen malah membentaknya.
Semuanya itu terakumulasi hingga Iris tumbuh dewasa, menikah dan mempunyai anak. Saat anak-anaknya mulai tumbuh remaja, Iris tanpa sadar juga menjadi mirip dengan ibunya. Mengomel panjang lebar saat putranya menumpahkan sesuatu ke lantai atau saat mereka lupa menaruh serbet di pangkuan. Tepatnya, Iris mulai menjadi ibu yang cerewet juga, dan melakukan apa yang dulu sangat dibencinya dari ibunya. Namun demikian, Iris juga belajar banyak dari cara ibunya dalam membesarkannya, yang menyiksanya. Tumbuh sebagai anak yang mendambakan kasih sayang dan perhatian dari ibunya, Iris sekarang membesarkan anak-anaknya dengan penuh kasih.
Lalu ketika ibunya semakin tua, sikap kedua wanita ini mulai berubah satu sama lain. Iris menjadi begitu perhatian dan merawat ibunya yang cacat dengan penuh kasih sayang. Ibunya pun mulai menampakkan ekspresi sayang kepada anaknya. Iris mungkin sulit untuk melupakan kebencian pada ibunya waktu ia kecil dulu, namun setelah ibunya uzur, ia berusaha membuka lembaran baru bagi hubungan mereka.
Di bab-bab selanjutnya, ada banyak wanita yang mengisahkan perbedaan hubungan mereka saat kecil dan saat mereka dewasa. Ada seorang wanita bernama Grace yang memiliki ibu yang disebutnya ‘Superwoman’, wanita perkasa yang berperan sebagai ibu sekaligus ayah anak-anaknya. Semuanya akan aman bila ada ibu. Namun ketika ayah Grace meninggal, jatuhlah pertahanan ibu Grace. Dari wanita perkasa menjadi wanita depresi yang mengibakan. Maka tahulah Grace bahwa di balik keberaniannya, ibunya sesungguhnya adalah wanita yang ringkih.
Pada cerita yang lain, Rita, seorang wanita atletis dan cerdas (seorang eksekutif periklanan) menceritakan hubungannya dengan sang ibu yang hebat tetapi terlalu menuntut pada anak-anaknya. Harus juara kelas, harus masuk universitas terbaik, dsb. Itu semua karena ibunya juga murid yang pandai dan seorang wanita yang menarik. Namun itu semua berubah ketika ayahnya meninggal. Ibunya menjadi pemabuk dan hobby keluar masuk bar. Rita yang terpelajar tidak dapat menerima hal ini. Namun, setelah beberapa ia lelah berusaha untuk menjinakkan keliaran ibunya, karena toh ibunya tidak akan berubah. Maka akhirnya Rita berusaha untuk menerima ibunya apa adanya karena ia ingin berdamai dengan ibunya sebelum segalanya terlambat. Ketika ia bertambah tua, kejengkelan Rita berkurang seiring dengan usahanya untuk tidak menghakimi sang ibu yang genit dan liar. Simak apa yang ia katakan: Yah, semuanya sudah berakhir bagiku sekarang, yaitu perasaan yang menginginkan dia berbeda dari dirinya yang sebenarnya. Sekarang aku bisa menerima kenyataan bahwa dia suka pergi ke bar sepulang kerja. Mungkin ini bukan kehidupan yang aku inginkan, tapi inilah hidupnya dan biarkan dia menikmatinya.
Ada juga yang lebih ekstrem, yaitu kisah Rebecca yang memiliki ibu seorang imigran Armenia yang dikenang Rebecca sebagai ‘racun’ di keluarganya. Sang ibu selalu mencaci maki setiap anggota keluarganya terus menerus. Pada suaminya, juga pada anak perempuannya, Rebecca. Ia selalu marah pada semua hal, dan bertengkar dengan semua orang yang ia jumpai, hingga Rebecca kecil kurus kering karena tak dapat makan dengan konflik yang bertubi-tubi itu.
Yang menarik adalah bagaimana cara Rebecca untuk mengatasi atau memperbaiki hubungannya dengan ibunya saat ia dewasa. Ia memasang dinding pembatas antara masa lalu dan masa kini. Ia juga membuat aturan-aturan tertentu dalam hubungannya dengan ibunya. Rebecca mungkin tak akan dapat memanfaatkan kelakuan ibunya, namun ia dapat melupakannya. Selama masa lalu tidak diungkit-ungkit lagi, dan saat Rebecca memasang dinding pembatas itu, maka ia dapat memulai hubungan baru yang dilandasi oleh kasih sayang dengan ibunya.
Masih banyak kisah-kisah lainnya, namun dari semuanya dapat ditarik satu benang merah: bahwa banyak wanita (dan mungkin juga pria) yang mengalami masa-masa yang tidak menyenangkan bersama ibu mereka, namun persatuan erat keduanya membuat mereka tak pernah dapat benar-benar membenci ibu mereka. Pada saat mereka tua, tak berdaya, dan sering menjadi seperti anak kecil, mereka menjadi iba, dan berbalik ingin melindungi dan mengasihinya.
Catatan Fanda:
Ada banyak pelajaran yang aku dapatkan dari buku ini, dan itu dapat membantuku untuk memahami, bukan saja hubunganku dengan ibuku, tetapi juga dengan orang lain.
#1 – Tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini
Ini harus selalu kita camkan saat kita bergaul, berteman dan berhubungan dengan orang lain. Kita tidak dapat mengharapkan orang lain atau calon pasangan kita sempurna tak bercacat, karena tiap orang pasti memiliki kekurangannya. Hal terbaik yang bisa kita lakukan adalah berusaha menerima mereka apa adanya. Terimalah kekurangan itu dan fokuslah pada kelebihannya. Jika kita memang tak dapat menolerir kekurangannya, maka sebaiknya hubungan itu tidak dipererat, atau bagi pasangan kekasih sebaiknya tidak diteruskan ke jenjang pernikahan, karena akhirnya akan menyakiti kedua belah pihak.
#2 – Ibu adalah orang yang paling dekat dengan kita, yang cintanya amat besar pada kita
Tak peduli sejahat atau secerewet apa ibu kita menurut pandangan kita, namun ia adalah orang yang hubungannya paling dekat dengan kita. Beliau-lah yang mengandung kita selama 9 bulan, dengan semua suka duka dan kesulitannya, ia yang mempertaruhkan nyawa saat melahirkan kita, dan yang memastikan kita mendapat makanan, kesehatan dan perlindungan. Banyak ibu yang mungkin over protective, namun itu justru tanda betapa besar cintanya pada kita. Orang yang paling mencintai kita mungkin adalah ibu kandung kita. Lalu mengapa saat kita kecil kadang beliau sering membentak-bentak kita, memukuli kita atau mencaci maki kita? Seolah-olah beliau membenci kita? Mungkin ini bisa membantu anda untuk memahami...
#3 – Cobalah untuk mengenal orang lain lebih dalam sebelum kita menghakimi
Hidup ini menganut asas sebab-akibat. Apa yang terjadi di masa lampau mempengaruhi kita hari ini, dan yang terjadi hari ini pasti berpengaruh pada masa depan. Saat kita melihat kekurangan orang lain, cobalah untuk melihat masa lalu orang itu. Anak yang kurang mendapat kasih sayang bisa saja menjadi orang yang pemarah, judes, minta dikasihani, minta diperhatikan, dll. Sebelum kita menghakimi seseorang itu jahat, judes, dsb., cobalah untuk memahami mengapa ia bersikap seperti itu. Pemahaman itu akan membantu kita untuk menerima kekurangan orang lain, terutama ibu dan ayah kita, orang-orang yang terikat pada kita selamanya, yang tidak dapat kita ingkari sampai akhir hayat kita. Kekasih atau teman bisa kita putus, tapi orang tua? Merekalah yang telah melahirkan dan membesarkan kita, entah kita suka atau tidak.
#4 – Maafkanlah sekarang sebelum terlambat
Maaf. Satu kata sederhana yang dalam prakteknya sangat sulit untuk dilakukan, baik untuk minta maaf, apalagi untuk memaafkan. Terutama bila seseorang menyakiti hati kita selama periode waktu yang lama dan terus menerus. Contoh dalam buku ini memperlihatkan para ibu yang telah menyakiti anak-anaknya baik secara fisik maupun mental. Dan lihatlah, betapa tidak mudah bagi mereka untuk memaafkan. Namun mereka berusaha dengan segala macam cara, karena mereka sadar bahwa antara ibu dan anak ada hubungan kasih sayang yang mengakar, dan bila mereka sampai terlambat memaafkan, mereka akan menyesal seumur hidup mereka.
Begitulah juga dalam hubungan yang lain, suami-istri, sahabat, dsb. Memaafkan memang sulit, namun mulailah dari sekarang sebelum semuanya terlambat. Karena sebuah hubungan yang indah akan hancur apabila kita terlalu gengsi untuk berkata maaf atau memaafkan. Bila luka hati anda terlalu dalam untuk dapat memaafkan (seperti yang dialami Rebecca terhadap Ibunya), paling tidak lupakanlah masa lalu, dan cobalah untuk memperbarui hubungan itu. Meski tidak dapat seindah dan seerat hubungan yang dulu, namun paling tidak dapat mengikis kebencian dari hati anda perlahan-lahan. Kalau Tuhan saja mau mengampuni kita yang berkali-kali jatuh dalam dosa, mengapa kita tak dapat memaafkan orang yang menyakiti kita? Toh kita sama-sama tidak sempurna, kan?
Jadi...kalau anda masih punya ganjalan dalam hubungan dengan orang tua anda, sahabat atau rekan kerja, berdamailah sekarang juga. Jangan saling menunggu, buanglah gengsi anda dan ambillah inisiatif. Sulit? Memang! Aku pun saat ini sedang berjuang untuk dapat memaafkan rekan kerja yang aku benci. Jadi, mari kita sama-sama berjuang untuk memaafkan!