Friday, September 30, 2011

Hairless

Menurut American Cancer Society, pada tahun 2005-2006 ada satu di antara 1985 orang wanita berusia dua puluhan yang mengidap kanker payudara. Kalau penelitian itu akurat, berarti Ranti Hannah adalah satu wanita tersebut!

Di usia 24 tahun, Ranti Hannah seolah memiliki segalanya yang diidamkan kebanyakan wanita di dunia. Perkawinan bahagia, bayi pertama, karier yang menjanjikan sebagai dokter. Namun hidup memang selalu memiliki keseimbangannya sendiri. Saat kita berpikir kita sedang menjalani hidup yang sempurna, tiba-tiba saja kemalangan akan menunggu kita di belokan berikut. Dalam hal Ranti, kemalangan itu berwujud vonis yang mengerikan: kanker payudara. Dan kanker itu muncul justru di saat ia sedang mengandung.

Hairless adalah sebuah memoar dari seorang wanita yang mengidap kanker payudara. Di buku ini Ranti buka-bukaan tentang hari-hari ia menjalani hidup sebagai pengidap kanker. Diawali dari hari ketika suaminya, Pandu, secara tak sengaja menemukan benjolan kecil di payudaranya, kemudian berlanjut ke tahap pemeriksaan, saat ketika vonis itu dijatuhkan, beratnya hari-hari menjelang operasi dan pengobatan sesudah operasi, hingga saat Ranti memulai kembali hidupnya setelah berpisah dengan kankernya.

Semuanya itu ditumpahkan oleh Ranti ke buku ini dengan gaya santai dan gaul. Dengan membaca memoar ini pada akhirnya kita diajak untuk memiliki ketergaran dan keberanian saat menghadapinya. Hal ini berlaku bukan hanya bagi si penderita, namun juga pasangan hidup dan keluarga dekatnya. Apa yang mungkin saat ini dipandang sebagai momok, mungkin saja sebenarnya biasa saja saat kita mengalaminya.

Yang menarik dari buku ini adalah informasi medis mengenai kanker payudara, cara melihat stadium kankernya, cara pengobatan dan sebagainya. Karena Ranti sendiri adalah seorang dokter, ia bisa menjelaskan dengan detail namun tetap dapat kita tangkap dengan mudah hal-hal yang perlu kita ketahui tentang kanker. Sayangnya, ilustrasi di bagian ini terlalu kecil dan kurang jelas. Akan lebih menarik lagi kalau bagian ini tidak hanya sebagai ilustrasi saja, tapi benar-benar sebagai alat pembelajaran bagi pembaca. Mungkin hal itu akan menjadi kekuatan bagi memoar ini.

Sayangnya, di buku ini banyak bertebaran kalimat-kalimat berbahasa Inggris yang menurutku tidak perlu, yaitu saat Ranti mengungkapkan pikiran atau perasaannya. Sangat mengganggu bagiku, karena saat membaca buku berbahasa Indonesia, aku mengharapkan bahasa ibuku lah yang muncul. Kecuali saat dialog dengan orang asing, bisa dimaklumi untuk menyisipkan bahasa lain. Selain itu, membaca buku ini sering terasa seperti mendengarkan obrolan sekelompok orang, yang seringkali banyak hal tidak penting menyusup, yang membuat esensi buku ini kurang menyentuh. Memang buku ini merupakan memoar, sehingga unsur personal dari penulisnya mungkin akan sangat terasa. Dan mungkin memang buku ini kurang cocok dengan seleraku saja.

Dua bintang aku berikan untuk buku ini.

Judul: Hairless
Penulis: Ranti Hannah
Penerbit: Gagas Media
Terbit: 2011
Tebal: 292 hlm

Wednesday, September 21, 2011

My Book Swap List

Teman-teman, bagi yang mau swap buku denganku, aku cantumkan buku-buku yang tersedia untuk di-swap sekaligus buku-buku yang masuk wishlist-ku. Silakan tinggal pesan di kotak komentar, atau langsung twit/FB aja...


MY SWAP/SALE LIST

Fiksi Terjemahan:

A Golden Web – Barbara Quick
Momen Penuh Keajaiban – Nora Roberts (Harlequin)
Aku & Marley – ohn Grogan
Kisah-Kisah Kebijaksanaan China Klasik – Michael C. Tang
The Boy in the Stripped Pyjamas – John Boyne
Ping (Perjalanan Seekor Katak Mencari Kolam Baru)– Stuart Avery Gold
Firebelly – J.C. Michaels
Ways To Live Forever – Sally Nicholls
Enzo – Garth Stein
Big Breasts & Wide Hips – Mo Yan
Treasure Island – Robert Louis Stevenson


Non Terjemahan:

Selimut Debu – Agustinus Wibowo
Hairless - Ranti Hanah


Fiksi Bahasa Inggris:

The Hunchback of Notre Dame – Victor Hugo
Tom Sawyer & Huckleberry Finn – Mark Twain
Murder, She Wrote: Margaritas & Murder – Jessica Fletcher & Donald Bain
After The Banquet – Mischima

*Di luar itu, silakan pilih buku-buku yang dijual di Vixxio, akan aku pertimbangkan untuk swap. Kalau untuk sale sih udah pasti bisa dong…


MY WISHLIST

Fiksi Terjemahan:

Putri Sirkus & Lelaki Penjual Dongeng – Jostein Gaarder
Angel’s Cake – Gaile Parkin
The Double Bind – Chris Bohjalian
The Book of Lost Things – John Connoly
Theodore Boone 2: Penculikan – John Grisham
Kehidupan Abadi Henrietta Lacks – Rebecca Skloot
Pilate’s Wife – Antoinette May
Kim – Rudyard Kipling
Genghis Khan II – Sam Djang
Veronica Decides To Die – Paulo Coelho
Petualangan Sherlock Holmes – Sir Arthur Conan Doyle
Kisah Dua Kota – Charles Dickens
The Strange Case of Dr. Jekyll & Mr. Hyde – Robert Louis Stevenson
Robinson Crusoe – Daniel Defoe
Namaku Matahari – Remy Sylado
Perjalanan Ke Pusat Bumi – Jules Verne

Chocolat - Joanne Harris

Untuk buku-buku non fiksi, menyusul...

Monday, September 19, 2011

Outliers

Apa yang membuat Bill Gates dan The Beatles sukses? IQ tinggi? Bakat bawaan? Banyak orang yang IQ-nya tinggi, mungkin bahkan lebih tinggi dari Bill Gates. Banyak vokalis yang bersuara lebih bagus daripada John Lennon atau Paul McCartney. Tapi mengapa mereka jauh meninggalkan yang lain? Kesuksesan telah membuat mereka berada jauh, terpisah, di luar lingkaran sesamanya, atau yang kita sebut "outlier" (outlier is one that appears to deviate markedly from other members of the sample in which it occurs ~wikipedia).

Lewat buku ini Malcolm Gladwell akan membawa kita, aku dan anda, untuk menelusuri faktor-faktor yang melatarbelakangi kesuksesan seseorang. Tak seperti buku-buku motivasi lain yang hanya berisi tips dan trik serta teori-teori, Gladwell bercerita. Ia bercerita tentang orang-orang yang ia temui, ia wawancarai. Ia bercerita tentang riset yang pernah dilakukan orang. Pendeknya, membaca buku ini bak membaca memoar beberapa orang atau bahkan kisah thriller. Bedanya, di akhir cerita Gladwell akan memaparkan kesimpulannya tentang outlier. Menarik!

Ia mengawali dengan liga hoki di sekolah menengah Kanada. Observasi mengungkapkan bahwa mayoritas atlit hoki yang menanjak karirnya hingga ke liga utama adalah mereka yang lahir antara bulan Januari hingga Maret. Menarik bukan? Apakah ini omong-kosong tentang horoskop? Sama sekali bukan. Gladwell akan memaparkan betapa logisnya kesimpulan yang dapat diambil mengenai kesuksesan para pemain hoki itu.

Di bab selanjutnya, Gladwell mulai bercerita tentang orang-orang terkenal, seperti Bill Gates dan The Beatles. Menarik juga membaca bagaimana awal mula Gates dan The Beatles hingga menjadi amat sukses. Ternyata tak ada sulap atau mukjijat sama sekali. Seperti yang sedari dulu kita ketahui, bakat berpadu dengan banyak latihan akan membuahkan sukses. Practice makes perfect. Tapi, banyak anak yang sedari kecil berlatih, mereka juga tak kunjung menjadi sukses, mengapa?

Gladwell pun mengungkap sebuah prinsip kunci: 10.000 jam. Mengapa 10.000 jam? 10.000 jam untuk apa? Apakah 10.000 itu berlaku untuk semua bidang? Semuanya diceritakan dengan menarik oleh Gladwell. Namun di luar itu, ada lagi hal-hal yang jauh lebih penting daripada bakat dan 10.000 jam.

Kesempatan dan kebudayaan. Masih menggunakan contoh Bill Gates dan The Beatles, Gladwell akan menunjukkan bagaimana kesempatan memegang peranan penting akan sukses tidaknya kita. Konon di tahun berapa kita lahir amat mempengaruhi nasib masa depan kita. Bukankah kapan kita dilahirkan, tak mungkin kita ubah? Memang. Itulah menariknya, jadi…teruslah membaca...

Hal paling menarik di buku ini adalah ketika Gladwell memberikan contoh-contoh di mana warisan kebudayaan yang kita anut juga menentukan kesuksesan kita. Pernahkah anda mendengar tentang Korean Air? Tahukah anda bahwa dulu waktu bernama Korean Airlines, maskapai penerbangan ini pernah dinobatkan sebagai maskapai yang paling banyak "menjatuhkan" pesawat udaranya? Bukan prestasi yang bisa dibanggakan, bukan? Lalu bagaimana maskapai itu bisa berubah dengan drastis?

Di sini Gladwell dengan amat detail mengisahkan kronologi sebuah kecelakaan pesawat tertentu milik Korean Air. Membaca kisah Gladwell membuat kita merasa seolah menonton film tentang pesawat udara, atau bahkan seolah ikut berada di kokpit bersama pilot dan kru-nya. Untuk apa Gladwell susah-susah bercerita tentang kecelakaan pesawat udara? Tak lain dan tak bukan, ia ingin menunjukkan pada kita bagaimana sebuah warisan kebudayaan akan membuat hidup kita sangat berbeda.

Untuk menutup buku ini, Gladwell telah menyiapkan sebuah kejutan. Kejutan manis yang memberikan sentuhan personal pada sebuah buku psikologi. Gladwell akan membuat anda mulai berpikir tentang kehidupan anda. Anda akan mulai mendata semua fakta kehidupan anda, dan bagaimana semua peristiwa yang pernah terjadi, telah atau tidak atau akan mempengaruhi hidup anda. Namun yang jelas, pikiran anda akan lebih terbuka mengenai kesuksesan.

Kesuksesan ternyata bukanlah mitos. Tak ada orang yang dilahirkan begitu saja untuk menjadi sukses, bagaikan sulap. Ada banyak faktor yang akhirnya menghantarkannya menjadi sukses. Faktor-faktor itu bisa berasal dari dirinya sendiri, dari nenek moyangnya, atau dari hal-hal di luar seseorang yang tak ada hubungannya sama sekali dengan dirinya.

Karena banyaknya faktor itu, kita bisa agak berbesar hati. Karena, itu berarti kalau kita tak memenuhi sebuah persyaratan, kita mungkin memiliki persyaratan lainnya, atau kita mampu menciptakannya sesuai kebutuhan kita. Nampaknya begitu mudah, padahal tidak.

Lalu pertanyaan terpentingnya... Bagaimana untuk menjadi sukses? Yang jelas, pertama-tama anda harus membaca buku ini dulu!

Yang jelas, Malcolm Gladwell telah berhasil mengajak pembacanya memandang suatu hal dengan cara pandang yang berbeda. Caranya menjabarkan tentang kesuksesan tak terkesan menggurui, dan dengan mengambil kasus-kasus kehidupan orang lain, membuat buku ini enak dibaca. Empat bintang untuk Malcolm Gladwell! Dan aku ingin segera membaca buku-bukunya yang lain…

Judul: Outliers: Rahasia Di Balik Sukses
Penulis: Malcolm Gladwell
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: September 2009
Tebal: 339 hlm

Thursday, September 15, 2011

Arsene Lupin

Mari sejenak mengamati cover buku ini. Topi tinggi, kacamata pince-nez, kumis. Kira-kira bayangan apa yang terbersit di benak anda melihat gabungan ketiga komponen itu? Seorang gentleman? Berarti anda sudah menebak setengah benar. Gambar cover itu sendiri menyiratkan sesuatu yang kocak. Di Goodreads, beberapa orang meletakkan buku ini di shelf misteri, kisah detektif. Apakah itu berarti ini kisah detektif yang kocak? Tiga perempat benar. Yang paling tepat, Arsene Lupin adalah kisah tentang seorang pencuri!

Bukan sembarang pencuri, Arsene Lupin yang tinggal di Prancis adalah pencuri terhebat di dunia. Sesosok karakter yang diciptakan Maurice Leblanc dan mulai diperkenalkan pada tahun 1905 dalam bentuk cerita pendek berseri yang terbit di majalah dan diberi judul Je Sais Tous. Arsene Lupin yang diterjemahkan Penerbit Bukune ini merupakan karya Edgar Jepson, yang menggunakan tokoh ciptaan Maurice Leblanc. Jadi buku yang judul aslinya adalah Arsène Lupin: The Book of the Play ini bukanlah murni karya Maurice Leblanc.

Keunikan Arsene Lupin adalah ia mencuri hanya dari orang-orang kaya yang serakah, kemudian hasil curiannya ia bagikan kepada orang miskin, mirip tokoh Robin Hood. Modal utama Arsene Lupin adalah kepiawaiannya dalam menyamar dan kecepatan tangannya. Modal lainnya adalah seleranya yang tinggi terhadap benda-benda seni dan buku, sehingga ia bisa menilai lukisan mana yang bernilai tinggi, mana yang tidak. Di buku ini banyak bertebaran karya-karya para maestro dunia seperti Rembrandt, Velasques, dll.

Kisah diawali di chateu milik Duke Jacques Charmerace. Sore itu undangan perkawinan sang Duke dengan Germaine, putri jutawan M. Gournay-Martin, sedang dalam pengerjaan. Saat itulah pertama kalinya Germaine dan Sonia, pengurus rumah tangganya, menyadari adanya keanehan di chateu itu. Patung perak yang berpindah tempat, kaca jendela yang dipotong, keanehan-keanehan kecil yang sepele.

Lalu masuklah ke dalam kisah ini, Duke Charmerace yang eksotis dan tampan, baru saja pulang dari petualangan Kutub Selatan. Malam itu ia menghadiahkan kalung dengan bandul mutiara kepada Germaine, tunangannya yang judes dan manja. Namun di sisi lain sang Duke malah mulai memperhatikan Sonia-si pengurus rumah tangga cantik yang rapuh, dengan ketertarikan yang lebih daripada seorang majikan kepada pelayan…

Malam itu pula pertama kalinya Duke mendengar kisah tentang seorang Arsene Lupin, yang pernah merampok lukisan dan benda berharga milik M. Gournay-Matin tiga tahun lalu. Tepat setelah itu datanglah bapak dan anak-anak keluarga Charolais yang ingin membeli mobil yang diiklankan oleh M. Gournay-Martin. Salah satu anak laki-lakinya tertangkap basah ketika menyambar kotak berisi kalung berbandul mutiara yang dihadiahkan Duke untuk Germaine. Untungnya usaha pencurian itu digagalkan sang Duke.

Namun, ketika M. Gournay-Martin lagi-lagi menerima surat dari Arsene Lupin yang mengatakan dirinya akan datang ke rumahnya di Paris untuk “mengambil” lukisan-lukisan sekaligus mahkota Princesse de Lamballe yang amat bernilai, otomatis para Charolais yang pernah mencuri itu patut dicurigai. Apakah salah satu dari mereka adalah Lupin?

Sesungguhnya Arsene Lupin memiliki musuh bebuyutan. Seorang Kepala Kepolisian bernama Guerchard telah sepuluh tahun lamanya selalu gagal meringkus Lupin, yang membuat Guerchard akhirnya terobsesi pada Lupin. Sebagai reaksi surat terakhir Lupin, Duke mengajukan diri untuk bermobil ke Paris dan memanggil polisi untuk melindungi rumah M. Gournay-Martin. Sementara itu calon mertuanya, Germaine dan Sonia akan menyusulnya kemudian.

Betapa terkejutnya Duke, Hakim Pemeriksa Formery dan Guerchard sendiri ketika menemukan bahwa mereka datang terlambat. Rumah M. Gournay-Martin telah dijarah oleh Arsene Lupin! Belum puas ia mempermalukan polisi, Arsene Lupin pun mengirim telegram yang mengatakan bahwa ia akan datang keesokan harinya pukul dua belas malam untuk mengambil mahkota yang berharga itu.

Kini para polisi dan Guerchard beradu kecerdikan dengan Arsene Lupin. Penyelidikan terus berlangsung, namun keberadaan Lupin belum jua ditemukan, sementara jarum jam semakin merambat ke arah pukul dua belas malam. Siapakah yang akan menang, Guerchard atau Arsene Lupin? Dan siapakah sebenarnya Arsene Lupin yang menurut Guerchard memiliki kelemahan terhadap wanita? Akankah ia akhirnya tertangkap?

Arsene Lupin di beberapa film, pencuri yang ganteng seperti ini lebih tepat mencuri hati ya?


Begitu banyak kisah detektif yang telah kubaca, sungguh menarik bisa membaca kisah seorang pencuri. Dari biasanya “mengejar”, kini pembaca diajak menikmati sensasi “dikejar”. Dan kisah ini menjadi lebih berwarna karena hadirnya sepercik romansa di tengah serunya pengejaran.

Terus terang saja, aku masih penasaran dengan versi Arsene Lupin yang asli, karangan Maurice Leblanc. Kisah yang kubaca ini kurang tepat disebut kisah misteri, karena dalam kenyataannya aku –mungkin anda juga—langsung bisa menebak sosok Lupin ini ketika masih di pertengahan cerita. Endingnya tak menyisakan misteri, hanya tegangnya pengejaran dan duel Lupin vs Guerchard saja. Bagaimana pun ini kisah yang unik dan nikmat dibaca. Tiga bintang kusediakan untuk dicuri Arsene Lupin!

----

Sedikit catatan untuk penerbit Bukune, aku suka dengan desain sampul yang ringkas tapi lucu ini. Hanya saja aku agak terganggu dengan banyaknya typo yang bertebaran di sana-sini. Semoga Bukune tak berhenti menerbitkan kisah Arsene Lupin lainnya, yang pastinya akan jauh lebih baik dari yang sekarang.

Judul: Arsene Lupin
Penulis: Edgar Jepson & Maurice Leblanc
Penerjemah: Sissy Jaslim
Penerbit: Bukune
Terbit: Juli 2011
Tebal: 304 hlm

Monday, September 12, 2011

Romawi Kuno: Selidik National Geographic

Romawi mungkin merupakan salah satu kerajaan terbesar di muka bumi yang sangat menarik. Bagiku sendiri Romawi menarik karena arsitekturnya yang konon sangat rumit dan kuat. Saking kuatnya, hingga saat ini salah satunya, yakni Colosseum, masih memperlihatkan kemegahannya. Hal menarik lainnya adalah daerah taklukan kerajaan Romawi yang amat luas, mencapai hingga dataran Asia. Yang terakhir mungkin kebudayaannya yang memberikan pengaruh besar pada peradaban dunia. Padahal…masih banyak “keajaiban” lainnya yang tersembunyi tentang Romawi yang belum pernah kuketahui!

Seri Selidik National Geographic: Arkeologi Menguak Rahasia Masa Lampau-Romawi Kuno ini sangat membantuku memahami lebih dalam tentang kerajaan Romawi. Di buku ini bertebaran foto-foto menawan tentang artefak-artefak, juga arsitektur bangunan kuno pada jaman Romawi. Penempatan teks, foto dan artikel menarik terangkai sedemikian rupa hingga nampak artistik dipandang, sekaligus membuat kita mudah mengumbar imajinasi seolah kita sedang dalam sebuah tur di situs-situs arkeologi Romawi ini.

Buku ini dibuka dengan penjabaran peta daerah yang pernah dikuasai Romawi. Kemudian berturut-turut legenda tentang dua orang bersaudara pendirinya, bagaimana para diktator mulai mengambil alih dan memperluas kerajaan dengan perang, hingga bagaimana kerajaan ini mengembangkan sistem perdagangan untuk mempertahankan kerajaan mereka. Menarik mengamati pembangunan rumah orang kaya Romawi, saluran air (aquaduk) yang mengalirkan air dari sumber, juga pembangunan tempat-tempat permandian di rumah orang-orang kaya dengan menggunakan sistem pemanasan.

Khusus bagian permandian ini, saat membaca buku Quo Vadis, aku penasaran dengan ritual mandi para bangsawan Roma. Di awal cerita Quo Vadis, Petronius mengajak keponakannya Vinicius untuk mandi bersama. Dimulai dari tepidarium, lalu pindah ke caldarium dan akhirnya mendinginkan diri di frigidarium. Di buku ini akan dijelaskan dengan sangat terperinci tentang ritual mandi itu sendiri dan pembangunan sarananya.

Kubah Pantheon ini salah satu bangunan yang masih berdiri megah sejak 1800 tahun lalu. Atap kubah itu terbuat dari baja tipis dan kuat, salah satu bukti hebatnya arsitektur jaman Romawi Kuno


Masih ingatkah anda akan kisah bangsa Troy setelah dihancurkan oleh kaum Achaean (Yunani)? Salah satu pahlawannya yang bernama Aeneas berhasil melarikan diri dan melakukan perjalanan hingga mendarat di daratan Italia. Artikel di buku ini akan menjelaskan keterkaitan bangsa Troy dengan Romawi.

Namun yang paling menarik dari buku ini adalah karena National Geographic menceritakan bagaimana aktivitas arkeologi dapat akhirnya mengungkap kebudayaan dari zaman ribuan tahun lalu. Bagaimana seorang arkeolog mengungkap pola hidup dan kebiasaan rakyat hanya dari artefak atau reruntuhan bangunan saja. Bagaimana mereka mereka-reka umur benda-benda arkeologi, membandingkan potongan catatan-catatan yang mereka temukan, dan membandingkannya dengan sejarah.

Beruntunglah kita, yang meski hidup di jaman ini, masih boleh menyaksikan penemuan demi penemuan masa kejayaan Romawi karena banyak dari peninggalan itu masih terkubur di bawah tanah. Terlindungi oleh suhu lembab di bawah tanah atau oleh kemumpunian orang Romawi dalam pembuatannya. Atau abu letusan gunung Vesuvius yang mengubur kota Pompeii dan Herculaneum dan menyelamatkan semua yang ada di bawahnya hampir tak berubah dari wujud aslinya setelah 1700 tahun (hebat bukan?). Semuanya menunggu untuk dikuak oleh para arkeolog….

Patung kepala wanita muda yang masih utuh meski berusia 1700 tahun, karena terkubur di bawah abu letusan Gunung Vesuvius


Terakhir, tahukah anda mengapa banyak sekali peninggalan jaman Romawi Kuno ini yang masih dalam kondisi baik setelah ribuan tahun? Ternyata itu berhubungan dengan cara pembangunan rumah-rumah hunian di Roma. Menarik?

Yang jelas, setelah membaca buku ini, menjadi arkeolog sepertinya bukan pekerjaan yang membosankan ya? Alan Kaiser yang diwawancarai khusus di buku ini akan membuat kita mengenal sedikit lebih banyak tentang arkeologi. Dan moga-moga para arkeolog yang mengkhususkan diri pada Romawi Kuno akan terus membawa penemuan-penemuan baru yang sedikit demi sedikit menguak tabir tentang salah satu peradaban paling hebat dalam sejarah manusia itu. Semoga!

Empat bintang untuk mereka yang bekerja tak kenal lelah di National Geographic, untuk Zilah Deckker sang penulis, dan tentu saja untuk penerbit KPG yang menerbitkannya untuk kita! Jadi ingin mengkoleksi seri lainnya di Selidik National Geographic ini deh…


Judul: Selidik National Geographic – Romawi Kuno
Penulis: Zilah Deckker
Penerjemah: Priyatno Ardi
Penerbit: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Terbit: Maret 2011
Tebal: 64 hlm

Monday, September 5, 2011

Big Breasts and Wide Hips

“Kenapa orang mengambil istri? Untuk meneruskan garis keturunan keluarga.” ~hlm. 90.

“Bagi seorang wanita, tidak menikah bukanlah pilihan, tidak punya anak tidak bisa diterima, dan hanya memiliki anak perempuan tidak bisa dibanggakan sama sekali.” ~hlm. 93.

“Kau memukuli perempuan supaya dia patuh seperti kau membuat adonan untuk dijadikan bakmi.” ~hlm. 106.

Sebagai seorang perempuan, marah tentunya adalah reaksi yang wajar bagiku membaca potongan percakapan-percakapan di atas. Ya, aku sudah mengetahui dalam sejarah bahwa di abad-abad lalu, keberadaan perempuan selalu di nomor duakan, bahkan cenderung disepelekan. Aku juga sudah belajar tentang bagaimana rakyat China begitu mengagung-agungkan anak laki-laki sehingga anak perempuan cenderung “dibuang” dan ditolak. Dan aku sudah memiliki semua persepsi itu sewaktu hendak membaca buku ini: Big Breasts and Wide Hips, yang menurutku waktu itu pastilah (lagi-lagi) mengenai ketidakberdayaan perempuan di China.

Namun, membaca halaman demi halaman buku ini, rasa marahku berkembang menjadi jijik, ngeri dan trenyuh saat memahami penderitaan yang sesungguhnya ditanggung oleh kaumku itu di China sana, seabad yang lalu. Perempuan bukan saja disepelekan dan ditolak, ada di antara mereka yang diperlakukan sangat tidak manusiawi dan dengan sangat biadab. Dan Mo Yan, penulis kisah nyata ini, menjelentrehkan semua budaya kejam itu melalui kisah diri seorang wanita bernama Shangguan Lu.

Lu Xuan’er adalah seorang anak perempuan yatim piatu yang dipelihara paman dan bibinya. Ia baru berusia lima tahun ketika ia harus mendapatkan siksaan pertamanya sebagai seorang perempuan. Kaki-kaki mungilnya harus mulai diikat karena jaman itu deskripsi kecantikan perempuan adalah kaki yang teramat mungil yang diibaratkan teratai. Namun yang anda mungkin belum tahu, adalah proses yang amat menyakitkan dalam pengikatan kaki itu. “…Kata Ibu, sakitnya sama seperti kalau kita membenturkan kepala ke dinding.” ~hlm 79. Dan untuk apa penderitaan itu harus dialami anak berusia lima tahun? Hanya agar saat dewasa akan ada laki-laki yang mau menikahinya!

Saat usianya tujuh belas tahun Xuan’er dipinang oleh keluarga Shangguan untuk putra mereka. Sudah berharap segera meminang bayi laki-laki, Shangguan LÅ© --sang ibu mertua yang bengis—kecewa karena menantu perempuannya tak kunjung hamil. Rentetan kata-kata kasar, menghina dan merendahkan sudah biasa meneror keseharian Shangguan Lu (nama Xuan’er setelah menikah). Hingga akhirnya saat pulang ke kampung bibi dan pamannya dan memeriksakan diri ke dokter, kenyataan yang ironis pun mereka dapati. Ternyata yang mandul bukanlah Shangguan Lu, melainkan suaminya.

Bagaimana pun tak mungkin baginya meminta keadilan. Selama ia tak dapat memberikan anak laki-laki bagi mertuanya, sang ibu mertua akan terus menyiksanya. Maka sang bibi memberi kemenakannya arak hingga mabuk, lalu menyuruh suaminya untuk menyetubuhi Shangguan Lu supaya ia bisa hamil. Si Cakar Besar, paman Shangguan Lu, sempat menanamkan benihnya dua kali di rahim kemenakannya. Dua-duanya menghasilkan anak perempuan. Lalu karena teror dari sang ibu mertua yang makin intens tiap kali Shangguan Lu melahirkan anak perempuan, Shangguan Lu akhirnya terpaksa menggunakan “donor” dari pria yang berbeda-beda demi memberinya anak laki-laki.

Di “Daftar Tokoh-Tokoh Penting” yang diselipkan sebelum bab I buku ini, anda akan melihat deretan ayah anak-anak perempuan Shangguan Lu yang akhirnya berjumlah hingga delapan orang. Mulai dari pedagang anak itik, dokter herbal keliling, jagal anjing, biarawan, hingga pastor misionaris berdarah Swedia. Bahkan empat orang tentara desertir pada masa itu menambahkan jejak kelam dalam sejarah memilukan Shangguan Lu, ketika keempat pria itu memperkosa Shangguan Lu dan memberinya anak perempuan yang ketujuh.

Sedangkan anak laki-laki yang ditunggu-tunggu itu akhirnya lahir ke dunia bersama dengan kembarannya, anak perempuan ke delapan yang buta. Anak laki-laki inilah yang kelak menceritakan kisah Shangguan Lu ini hingga menjadi buku ini.

Yang membuatku miris pada bagian ini adalah kelakuan suami dan ibu mertua Shangguan Lu. Bagaimana mungkin seorang manusia tega menyuruh wanita yang baru saja beberapa menit lalu melahirkan anak, untuk langsung bekerja keras di ladang di bawah terik matahari? Apalagi manusia itu seorang ibu yang pasti tahu rasanya melahirkan anak? Tubuhku sampai menggigil membayangkan kekejian macam itu.

Keadaan agak membaik (dan membuatku bisa menghembuskan napas lega) ketika pasukan Jepang masuk ke kota tempat mereka tinggal dan membunuh mertua laki-laki dan suami Shangguan Lu, sementara ibu mertuanya menjadi linglung. Sejak saat itu Shangguan Lu harus berusaha menghidupi ke delapan anaknya. Ketika melihat Pastor Malory yang mencintai Shangguan Lu dengan lembut, memperlakukannya sebagai seorang wanita, aku pun ikut bersyukur, meski keadaan itu tak berlangsung lama.

Membesarkan delapan anak sendirian sambil mengarungi kondisi politik yang tak menentu bukanlah tugas mudah bagi Shangguan Lu. Kekecewaan demi kekecewaan harus dialaminya ketika anak-anak perempuannya satu demi satu menikah dengan pria-pria “bermasalah”. Ada yang pemberontak, ada pula yang bandit. Dan anak-anak perempuan itu sendiri ada yang menjadi gila, ada pula yang bunuh diri. Lalu bagaimana dengan si anak laki-laki yang digadang-gadang menjadi anak emas, dan demi kehadirannya di dunia ini si ibu rela mengorbankan segalanya, dari nyawa hingga kehormatannya?

Ternyata Jintong, si anak laki-laki itu tumbuh menjadi anak manja yang ketagihan menyusu hingga usia tujuh tahun, sekaligus memiliki obsesi yang menyimpang terhadap payudara wanita. Di bagian inilah aku merasa agak risih karena Jintong suka menilai perempuan dari bentuk payudaranya, alih-alih cara berpikir atau perasaannya. Di sini aku jadi bertanya-tanya, apakah maksud Mo Yan menggunakan metafora payudara ini dengan cara yang (menurutku) terlalu vulgar? Alih-alih mengambil simpati para wanita, ia malah membuatku merasa tak nyaman.

Di luar itu, keunikan buku ini adalah karena keluarga Shangguan secara tak sengaja merupakan saksi dan pelaku beberapa sejarah penting. Shangguan Lu lahir tepat pada tahun terjadinya pemberontakan Boxer, kemudian berturut-turut ia turut terlibat (meski sedikit dan secara tak sengaja) dalam invasi Jepang ke China saat Perang Dunia II hingga Revolusi Kebudayaan. Demikian juga anak-anak perempuan dan para menantunya.

Pada akhirnya, Mo Yan seolah ingin menunjukkan keperkasaan kaum wanita melalui Big Breasts and Wide Hips ini. Kaum wanita yang waktu dianggap lemah dan tak berarti, justru memainkan banyak peranan penting yang mengubah sejarah. Sebaliknya, anak laki-laki yang dinanti-nantikan kehadirannya sehingga memberikan penderitaan pada ibu dan kakak-kakak perempuannya, malah tumbuh dewasa sebagai pria lembek yang tak berdaya, yang bahkan tunduk pada wanita.

Tiga bintang untuk buku ini, karena meski kurang nyaman dibaca –selain karena ke-vulgar-an dan kebrutalannya, juga penempatan paragraph-paragraf yang panjang sangat melelahkan untuk dinikmati— namun Mo Yan telah berhasil membuahkan tulisan bernuansa realism magis bercampur sejarah yang dengan sangat detail membangun karakter tokoh-tokohnya.

Judul: Big Breasts and Wide Hips
Penulis: Mo Yan
Penerjemah: Rahmani Astuti
Penerbit: Serambi
Terbit: Mei 2011
Tebal: 750 hlm

Thursday, September 1, 2011

Age of Bronze 1: A Thousand Ships

Setiap peristiwa besar yang terjadi di dunia pastilah memiliki awal mula. Begitu juga Perang Troy yang amat termashyur dalam mitologi Yunani itu. Kita sudah sering mendengar, membaca bahkan menonton tentang perang itu, namun mungkin kita belum memahami bagaimana awal mula perang itu terjadi. Seorang ilustrator andal bernama Eric Shanower telah menelurkan sebuah novel grafis yang membuat kita memahami kisah epik kuno ini dengan lebih mudah dan dapat lebih menikmati alur ceritanya lewat gambar yang amat detail serta dialog yang gamblang.



"Aku mau ke Troy", itulah kata-kata Paris, seorang anak gembala kerbau sederhana bernama Agelaus yang tinggal di gunung Ida, yang mengawali perang Troy. Pada suatu hari pegawai kerajaan meminta kerbau keramat milik Agelaus untuk dijadikan hadiah pertandingan di kerajaan. Tak rela kerbau yang sedianya akan mereka korbankan direbut oleh Raja, berangkatlah Paris ke ibukota Troy untuk mengikuti pertandingan demi merebut kembali si kerbau keramat. Ia didampingi ayahnya, dan diiringi tangis Oenone kekasihnya yang telah meramalkan perang dan bahaya yang mengancam Paris.



Di Troy, Paris benar-benar menunjukkan kehebatannya dan berhasil memenangkan si kerbau keramat, namun putra-putra Raja tidak terima dan hendak membunuhnya. Di saat genting itu Agelaus mengingatkan Raja tentang peristiwa kelahiran Paris. Maka terungkaplah bahwa Paris sesungguhnya adalah putra Raja Priam yang dulu hendak dibunuh. Singkat kata Paris pun menjadi Pangeran di kerajaan Troy.



Beberapa bulan kemudian Paris diutus Priam ayahnya untuk menculik Hesione, kakak perempuan Priam yang masih tertawan di Achaea (Yunani). Pada saat itu Achaea dan Troy telah menandatangani perjanjian damai. Namun ternyata bukan Hesione yang dibawa pulang Paris, justru Helen, wanita tercantik sedunia yang menjadi istri raja Sparta (Lakedaemon): Menelaus lah yang diculik Paris. Menelaus meradang, dan mendesak Agamemnon, Raja Agung Achaea untuk berperang melawan Troy. Mengetahui ini, Priam mengutus pendetanya bernama Kalchas untuk pergi ke Achaea menjadi mata-mata.



Penculikan Helen bisa terjadi karena sebelum itu tiga dewi memperebutkan apel emas sebagai simbol pemiliknya adalah yang tercantik. Dan Paris lah yang ditugasi oleh para dewa untuk memilih pemenang yang berhak mendapatkan apel itu, apakah Hera, Athena atau Aphrodite. Masing-masing dewi menjanjikan hadiah bagi Paris bila ia memilih mereka. Akhirnya Paris memilih Aphrodite yang menjanjikannya seorang istri wanita tercantik di dunia, yakni Helen. Maka bahkan sebelum Paris menginjakkan kaki ke Sparta, Aphrodite sudah membuat Helen terbakar oleh api cinta pada Paris, dan yang membuatnya memutuskan melarikan diri bersama Paris.



Di sisi lain, Thetis, seorang pendeta wanita mendapatkan penglihatan tentang perang besar yang akan terjadi, memohon dewa angin Poseidon untuk mendatangkan badai ke samudra, dan menggoncangkan kapal yang membawa Paris pulang. Mengapa ia melakukan ini? Tak lain untuk melindungi putra tercintanya Achilles, buah cintanya dengan Peleus, yang menurut penglihatannya akan terlibat dalam perang besar itu, dan akan mati di medan perang.



Maka Thetis membawa Achilles ke Skyros di bawah perlindungan Lykomedes, dan menyamarkannya sebagai anak perempuan bernama Pyrrha. Di sana ia jatuh cinta pada putri Lykomedes yang bernama Deidamia, dan akhirnya memiliki putra yang dinamai Neoptolemus (Pyrrhus). Kelak Achilles ditakdirkan sebagai kunci kemenangan bagi negara-negara persekutan Achaea dalam perang Troy, berkat penglihatan Kalchas --sang pendeta Troy yang diutus menjadi mata-mata ke Achaea.



Sementara itu Agamemnon sedang menyusun kekuatan, mengumpulkan sekutu dan pasukan di pihaknya. Pertanyaannya mungkin, mengapa begitu banyak kerajaan yang mau membantu Agamemnon dalam perang karena urusan pribadi ini? Semuanya berawal ketika Helen dulu hendak dinikahkan oleh ayahnya, raja Sparta Tyndareus. Karena begitu banyak raja yang melamar Helen, dan takut akan terjadi pertikaian, maka raja-raja peminang Helen itu bersumpah akan mengangkat senjata seandainya kelak Helen direbut dari tangan raja yang berhasil menikahinya. Dan kini ternyata si pangeran Troy lah yang menculik Helen.



Tokoh kunci lainnya dalam peperangan besar itu adalah Odysseus, raja Ithaka dan suami Penelope, yang akhirnya berhasil dibujuk Agamemnon untuk ikut berperang. Lumayan menarik kisah Odysseus ini, yang sempat berpura-pura gila ketika dikunjungi Agamemnon demi menghindarkan diri untuk maju perang. Ia dulu merupakan pencetus ide "sumpah para raja" saat pernikahan Helen, namun justru karena itulah ia mendapatkan seorang istri yang dicintainya, dan terpaksa harus ditinggalkannya bila ia maju perang.



Namun akhirnya Agamemnon berhasil membujuk Odysseus. Kemudian Odysseus bersama Diomedes, dua raja yang sama-sama memihak Achaea, berangkat ke Skyros untuk menjemput Achilles. Di Skyros penyamaran Achilles akhirnya terungkap, dan ia pun dinikahkan dengan Deidamia sebelum berangkat ke Achaea untuk menjadi salah satu komandan pasukan sekutu di bawah Agamemnon.



Sempat mengalami kekurangan bahan pangan, namun --karena perang ini merupakan kehendak para dewa-- akhirnya pasukan pun siap untuk berangkat ke medan perang. Tepat sebelum mereka berangkat, seorang peramal memperoleh penglihatan bahwa butuh waktu sembilan tahun bagi Achaea untuk berperang melawan Troy, sebelum akhirnya pada tahun ke sepuluh Troy akan jatuh ke tangan Achaea. Dan di sinilah bagian pertama Age of Bronze ini berakhir...



Seperti kita ketahui, kisah-kisah dalam mitologi Yunani telah diceritakan selama berabad-abad, dan makin lama makin banyak hiasan, tambahan di sana-sini. Aku membayangkan kisah-kisah itu bagaikan potongan-potongan puzzle yang bertebaran dalam banyak karya tulis, dongeng lisan maupun pentas sandiwara. Seperti itulah kira-kira yang dilakukan Eric Shanower demi membawa epik ini ke abad kedua puluh satu. Tak ada yang tahu pasti hingga kini apakah semua kisah yang memiliki banyak percabangan ini sungguh-sungguh terjadi, atau manakah yang benar-benar sejarah dan mana yang fiksi?



cuplikan adegan di novel grafis ini, menampilkan Helen of Sparta dan Paris, Pangeran Troy



Mungkin semuanya tak penting lagi, namun yang jelas dari potongan-potongan puzzle itu, Eric telah mempersembahkan kisah yang menarik dan cukup manusiawi untuk kita nikmati. Bahkan detail seperti bentuk bangunan, cara berpakaian atau ciri wajah tokoh-tokoh di epik ini bukan sembarangan dipilih Erik, melainkan melalui riset yang mendalam. Tak lupa Eric juga mencantumkan pula silsilah dan daftar nama pelaku dalam epik ini untuk mempermudah kita. Salut pada Eric Shanower, yang membantu kita memahami latar belakang Perang Troy. Sekaligus bagi anda yang ingin membaca karya Homer: Iliad dan Odyssey, ada baiknya anda membaca novel grafis ini sebagai referensi. Empat bintang untuk novel grafis ini!





Judul: Age of Bronze 1: A Thousand Ships

Judul terjemahan: Jaman Perunggu 1: Seribu Kapal

Penulis/ilustrator: Eric Shanower

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Terbit: Mei 2007

Tebal: 225 hlm