Thursday, October 28, 2010

The Joshua Files: Kota Yang Hilang


Lagi-lagi sebuah cerita fiksi seru yang tokoh utamanya seorang bocah laki-laki berusia 13 tahun. Kisah ini jelas kisah fiksi, namun menggunakan latar belakang konflik yang sedang marak sekarang, yaitu ramalan suku Maya bahwa dunia akan berakhir pada bulan Desember 2012. Lalu apa hubungannya dengan Joshua, si bocah laki-laki sang tokoh utama buku ini?

Joshua adalah remaja Inggris biasa, yang sedang belajar seni bela diri ala Brazil, Capoeira, dan memiliki sebuah blog tempat ia mengekspresikan dirinya. Ayahnya seorang arkeolog yang sering bepergian ke negeri-negeri eksotis di mana banyak terdapat situs purbakala. Saat itu Joshua mengetahui bahwa ayahnya sedang berada dalam sebuah proyek yang maha penting.

Dan....tiba-tiba saja, dunia Joshua bagai terbalik 180 derajat, ketika suatu sore ia ditelpon untuk segera pulang, ketika ia sedang berlatih Capoeira. Ternyata, ibunya baru mendapat kabar bahwa ayahnya telah tiada, terbunuh dalam kecelakaan pesawat di Meksiko. Tubuh dan wajahnya hancur, sehingga tak dapat dikenali. Namun Josh tak dapat menerima begitu saja bahwa ayahnya telah tiada. Bagaimana kalau mayat itu mayat orang lain? Bukannya Josh dilanda histeria, justru sebaliknya ia memakai akal sehatnya untuk mengurutkan segala fakta yang ada, dan menurutnya ada sesuatu yang tak pada tempatnya. Banyak pertanyaan yang membutuhkan jawaban. Maka semua kegalauannya itu ia tuangkan ke dalam blognya, dan mendapat tanggapan (komentar) dari seseorang berjulukan TopShopPrincess. Lewat blognya, mereka berdua akhirnya menjadi teman.

Selain itu ada teori yang lebih tak masuk akal lagi, yang mengasumsikan ayah Josh berselingkuh dengan wanita Meksiko, lalu suami wanita itu mengamuk dan membunuh ayah Josh. Merasa bingung, Josh mulai membongkar komputer ayahnya di rumah, membaca e-mail-e-mailnya. Ada sebuah komunikasi mengenai 'codex Ix', inskripsi bangsa Maya persis sebelum kepergian ayah Josh ke Meksiko. Josh pun tanpa pikir panjang me-reply e-mail itu kepada orang yang berhubungan dengan ayahnya, untuk minta penjelasan lebih detil.

Lalu keesokan harinya Joshua menangkap basah seorang penyelundup di rumahnya, yang mencuri komputer ayah Josh. Jelaslah bagi Josh, apapun yang sedang diselidiki atau diburu oleh ayahnya sebelum kematiannya, adalah sesuatu yang sangat berbahaya. Sesuatu yang telah mengakibatkan kematian seorang arkeolog, dan sesuatu yang ada hubungannya dengan sejarah bangsa Maya. Apakah itu? Siapa dalang di balik semuanya ini?

Dari situ kehidupan Josh langsung berlari cepat. Ia membuat blog khusus yang diberi password dan hanya dirinya saja yang diberi ijin mengaksesnya. Ia sadar bahwa urusan Codex Ix ini adalah rahasia dan berbahaya. Dan akhirnya, keinginannya untuk mencari tahu kebenaran perselingkuhan ayahnya, yang menjadikan ibunya linglung, membawa Josh, TopShopPrincess (nama aslinya Ollie), dan Tyler (teman kursus Capoeira-nya) pergi menyelidiki kasus itu hingga ke Meksiko.

Namun ternyata 'petualangan ala detektif' tiga ABG ini dengan cepat berubah menjadi sebuah kasus yang serius dan penuh bahaya, bahkan meminta nyawa. Josh akhirnya terseret pada apa yang telah dilakukan oleh ayahnya, yaitu menemukan kembali kitab bangsa Maya yang hilang itu: Codex Ix.

Mengapa Codex Ix begitu penting bagi dunia? Karena di sana tercantum bagaimana dunia akan berakhir pada akhir tahun 2012 serta teknologi yang harus dikembangkan untuk melindungi umat manusia dari bencana yang menghancurkan itu. Dan tugas mulia itu terletak di pundak Josh. Ya, Josh, seorang bocah Inggris biasa yang sedang menikmati dunia remajanya.... Setelah misi itu selesai, Josh takkan pernah menjadi seorang remaja biasa lagi!

Yang amat menarik dari buku ini, selain petualangannya yang seru, tegang dan mendebarkan, adalah teori khayalan pengarang tentang kehancuran umat manusia di tahun 2012. Yaitu bahwa saat itu sebuah benda angkasa di inti galaksi ini akan meledak hebat, lalu gelombangnya masuk ke atmosfer bumi. Gelombang itu adalah gelombang elektromagnetik yang akan mampu melumpuhkan seluruh jaringan komputer di seluruh dunia. Kelihatannya sih bukan bencana yang mematikan, tapi kalau kita bayangkan lagi dampak lumpuhnya semua sistem komputerisasi di dunia itu memang mengerikan. Bayangkan! Data warganegara, data bank, data karyawan hilang, alat-alat di rumah sakit tak berfungsi, lift macet, kendaraan umum semacam kereta api bawah tanah lumpuh, distribusi makanan terhambat. Bisa dibilang, setelah semua data komputer itu terhapus, anda tiba-tiba bukan diri anda lagi, bahkan anda bukan siapa-siapa. Tak ada data kewarganegaraan, nama anda tak ada di daftar gaji, bahkan uang anda pun lenyap karena semuanya tersimpan sebagai data-data di bank. Mau membeli makanan, anda tak punya uang. Mau mengambil uang, data di bank ludes. Orang akan saling membunuh untuk berebut makanan, dan di mana-mana akan terjadi chaos. Akhirnya dunia akan kembali seperti abad 19 namun dengan populasi abad 21. Mengerikan bukan? Tapi semoga-oh-semoga...semuanya ini hanyalah khayalan kreatif seorang penulis kisah fiksi thriller.....

Di luar itu, kisah ini enak untuk dinikmati dengan alur yang semakin lama semakin cepat. Ide ceritanya sendiri unik dan sesuai dengan topik yang sedang banyak dibicarakan: ramalan suku Maya tentang 2012. Lagipula, buku ini juga layak dikoleksi karena cover depannya yang unik. Ada gambar motif khas suku Maya menghiasi seluruh cover, lalu di atasnya ditambahkan cover berwarna putih yang dipotong tengahnya menjadi bentuk huruf J (Joshua?). Keren kan? Kalau anda ingin memiliki buku ini, silakan memesan di Vixxio Buku Online. Anda bisa mendapat diskon 15% di sana!

Monday, October 25, 2010

The Boy In The Striped Pyjamas

“Buku berjudul menggelikan!”, begitu pikirku sewaktu aku pertama kali menemukan buku ini entah di toko buku mana. Gambar sampulnya membosankan, bukannya menggambarkan seorang bocah, tapi malah tanpa gambar dan hanya garis-garis melintang berwarna biru muda-abu-abu dan putih. Sungguh, aku takkan pernah bisa meng-klaim telah membeli buku ini karena judging this book from its cover! Kalau buku ini begitu tak menarik dari sisi luarnya, bagaimana dengan isinya? Jumlah halamannya “hanya” 240, dan pengarangnya tak terkenal. Sinopsisnya? Lebih tidak menggambarkan isi bukunya karena yang akan anda temukan di sinopsisnya adalah kalimat-kalimat ini…

Kisah tentang Anak Lelaki Berpiama Garis-Garis ini sulit sekali digambarkan. Biasanya kami memberikan ringkasan cerita di sampul belakang buku, tapi untuk kisah yang satu ini sengaja tidak diberikan ringkasan cerita, supaya tidak merusak keseluruhannya. Lebih baik Anda langsung saja membaca, tanpa mengetahui tentang apa kisah ini sebenarnya.

Lengkap sudah alasanku TIDAK membeli buku ini bertahun-tahun lalu. Dengan isi yang serba tak jelas begitu, bagaimana mungkin kita meraba-raba isi bukunya? Tapi untunglah sekarang ada internet dan situs semacam Goodreads yang bisa memberi kita informasi tentang buku apa saja, asal yang pernah dibaca orang lain!

Untuk tidak menjadi penyebar spoiler, aku akan berusaha melegakan sedikit rasa penasaran anda tanpa mengungkapkan isi sesungguhnya kisah yang, ternyata, sangat menggugah hati ini.

Tokoh utama kisah ini adalah bocah lelaki berusia 9 tahun yang berkebangsaan Jerman dan tinggal di Berlin sekitar tahun 1920-an. Bruno, nama bocah itu, tinggal bersama ayahnya yang merupakan pejabat tinggi militer, ibunya, dan kakak perempuannya yang ia gambarkan sebagai kakak yang amat payah. Kisah ini sebenarnya berlatar belakang sejarah, walaupun detil sejarah tak pernah diungkapkan secara gamblang. Apa yang kita baca seolah-olah memang datang dari pemahaman anak innocent usia 9 tahun yang tak mungkin diharapkan untuk memahami situasi dan konflik yang terjadi di sekitarnya.

Hidup dalam kebahagiaan keluarga kaya dan mewah (rumahnya saja terdiri dari 5 lantai!), tiba-tiba pada suatu hari Bruno mendapati dirinya harus meninggalkan rumah mereka dan pindah ke sebuah rumah yang lebih jelek dan lebih kecil yang letaknya jauh dari kota. Semua itu terjadi setelah kunjungan heboh seorang tokoh penting yang disebut “The Furry” ke kediaman keluarga Bruno. The Furry memberikan penugasan baru bagi ayah Bruno., dan mereka sekeluarga harus pindah dalam waktu singkat ke sebuah tempat yang disebut “Out-With”.

Bruno sungguh merana dan kesepian tinggal di rumah itu, karena di sekitarnya tak ada bocah lain yang bisa menjadi temannya. Dan bukan itu saja, ia juga amat terganggu dengan pemandangan yang ia lihat dari jendela kamarnya di lantai atas. Beberapa meter dari rumah mereka, ada pagar tinggi yang membentang amat jauh. Dan di seberang pagar itu ada begitu banyak orang berkumpul dan melakukan kegiatan aneh. Ada sekelompok orang yang membawa senjata dan tampak jahat dan kerjanya membentak-bentak sekelompok orang lainnya. Mereka ini jelas berasal dari militer, sama seperti ayah Bruno. Kelompok kedua tampak selalu ketakutan, kurus seperti kurang makan, dan banyak bekerja keras. Namun yang paling aneh adalah semua orang di kelompok kedua mengenakan seragam (kalau kelompok militer sih wajar kalau mengenakan seragam). Dan seragam kelompok kedua itu: piama bergaris-garis dan topi dari kain. Siapa mereka? Dan mengapa mereka tampak ketakutan dan tidak bahagia begitu?

Hal itu adalah misteri yang tak pernah terjawab bagi Bruno, bahkan hingga akhir cerita. Hingga suatu hari Bruno yang setengah mati bosan dan kesepian, ingin bermain menjadi petualang. Ia ingin tahu apa yang terjadi di balik pagar tinggi yang sering ia saksikan dari jendela kamarnya. Maka ia pun berjalan menyusuri pagar yang terbentang hampir tak terlihat batasnya. Dan di sanalah ia lalu berkenalan dengan seorang bocah kurus kering dan berwajah sedih, mengenakan piama garis-garis yang selalu menunduk lesu. Perkenalan itu berlanjut ke pertemuan-pertemuan berikutnya dan berikutnya lagi, hingga tanpa terasa Bruno dan bocah yang bernama Shmuel itu akhirnya menjadi sahabat. Keduanya selalu menantikan kesempatan untuk dapat bercakap-cakap dengan dibatasi pagar.

Tentu saja, Bruno harus merahasiakan persahabatan ini, karena pernah waktu ia menanyakan perihal orang-berpiama-garis-garis itu kepada ayahnya, sang ayah memberi jawaban yang amat aneh: “Mereka itu bukan orang!” dan melarang Bruno untuk berada dekat-dekat pagar itu dan bergaul dengan orang-orang itu. Sama sekali Bruno tak bisa memahaminya, namun toh ia sangat menikmati setiap waktu pertemuannya dengan Shmuel. Apalagi setelah menemukan bahwa mereka berdua lahir tepat pada hari yang sama.

Sebuah perbedaan nampak pada diri keduanya setelah beberapa saat, terutama pada Shmuel yang kini makin terlihat segar karena makanan-makanan yang sering dibawakan Bruno dari rumahnya, dan karena persahabatan mereka. Keduanya tahu bahwa mereka berdua berbeda (pagar itu selalu menjadi penghalang bagi keduanya untuk dapat bermain bersama), meski begitu pertemuan singkat dibatasi pagar itupun mampu membahagiakan mereka.

Suatu hari Shmuel menemui Bruno dengan terisak menangis. “Ayahku menghilang”, katanya. Maka Bruno mendapat akal cemerlang. Kebetulan saat itu baru saja ada wabah kutu di rumah Bruno sehingga kepalanya harus dicukur habis. Hal ini menjadikan penampilan mereka berdua hampir mirip. Hanya piama garis-garis itu yang membedakan mereka. Ya, piama garis-garis itu! Maka rencana pun dibuat. Keesokan harinya Shmuel membawakan sebuah seragam piama garis-garis. Bruno berganti piama itu dan menyeberang ke daerah seberang pagar. Menyamar menjadi orang-berpiama-garis-garis, dan bermain bersama Shmuel serta membantunya mencari ayahnya yang hilang. Kedua anaka itu tampak gembira dapat bersama-sama setelah sekian lama, namun sayang... kegembiraan itu tak berlangsung lama.

Saat senja menjelang, tiba-tiba terdengar bel meraung-raung, dan kelompok militer menyuruh orang-orang berbaris. Bruno dan Shmuel terhimpit kerumunan orang yang berbaris itu dan akhirnya ikut tergiring menuju sebuah bangunan. Bruno tak mengerti apa yang sedang, dan yang akan terjadi, namun Shmuel bilang bahwa biasanya orang-orang yang dibawa ke bangunan itu tak pernah lagi kembali, menghilang bagai ditelan bumi, persis seperti ayahnya. Dan belum juga Bruno memahami apapun, kegelapan pun menyeruak ketika pintu bangunan sempit itu tertutup!....

Dan seperti yang dikatakan Shmuel, orang-orang yang disekap, termasuk dirinya dan Bruno akhirnya tak pernah ditemukan kembali setelah peristiwa itu. Ayah dan ibu Bruno panik ketika anaknya tidak pulang malam itu. Sang ayah mengerahkan semua bawahannya untuk mencari anak lelakinya, namun si bocah bagai hilang ditelan bumi. Yang dapat ditemukan hanyalah pakaian dan sepatu Bruno yang teronggok di sebelah pagar yang bagian bawahnya sedikit terkuak…

Penemuan itu mampu membuat ayah Bruno akhirnya memahami apa yang mungkin telah dialami putranya….

-------

Kisah ini, lagi-lagi, menyoroti tentang bagaimana perbedaan di antara umat manusia memiliki dua dimensi yang berbeda. Perbedaan bisa berubah menjadi kebencian saat segolongan manusia merasa sombong dan merasa lebih tinggi serta lebih baik, lebih benar daripada golongan manusia lainnya. Manusia macam ini memandang dunia dengan sempit. Sementara di lain pihak, perbedaan juga bisa mendatangkan persahabatan dan cinta kasih apabila kedua golongan manusia itu mau mencari persamaan dalam dirinya.

Bruno dan Shmuel, dalam segala perbedaan mereka (kaya dan miskin, merdeka dan terjajah, juga perbedaan ras) menjadi contoh yang pas, bahwa perbedaan akan selalu ada, dan bahwa perbedaan tak menghalangi mereka untuk bersahabat dan saling menyayangi. Oh…betapa indahnya dunia ini saat semua orang dewasa yang (harusnya) lebih pandai dan bijak, dapat meneladan kesahajaan si kecil Bruno dan Shmuel dalam memandang perbedaan.

Kita harus mengakui, barangkali “pagar” akan selalu ada dalam hidup kita. Pagar yang tak nampak namun bisa kita rasakan. Perbedaan memang ada, dan akan tetap apa. Namun yang terpenting, bukanlah menghindar dari kenyataan bahwa pagar itu ada, atau berusaha menumbangkan pagar dan membuat semua orang menjadi sama. Yang terpenting adalah bagaimana kita melampaui pagar itu dengan membawa CINTA. Mampukah kita?....

Wednesday, October 13, 2010

Giveaway Buku

Teman-teman...

Masih berminat kah pada buku GRATIS?
Kebetulan aku sedang mengadakan giveaway buku di salah satu blogku: Fanda and Fitness. Segera deh menuju ke sana untuk mengintip DUA buku yang akan dibagikan secara GRATIS buat para pemenang. Syarat-syaratnya gampang banget kok, terutama buat para blogger.

Ayo..ayoo... jangan ketinggalan ya! Giveawaynya ditutup tanggal 30 Oktober 2010 loh!

Sunday, October 10, 2010

The Horse Whisperer

Aku menemukan buku ini di sebuah lapak buku bekas. Tadinya aku tak tertarik untuk membelinya karena bukunya kumal, sampulnya juga sudah tak mulus lagi (yah..namanya juga buku bekas..). Tapi setelah melihat nama pengarangnya, aku jadi berpikir dua kali. Si pengarang adalah Nicholas Evans, yang menulis buku The Smoke Jumper. Aku langsung jatuh cinta pada si penulis ini begitu membaca The Smoke Jumper itu. Keunikannya terletak pada background cerita yang banyak berlatar belakang alam sehingga menyediakan imajinasi yang lebih luas bagi seorang 'wanita kota' sepertiku.

Anyway, karena faktor pengarang itulah akhirnya aku membeli buku ini. Belakangan aku mengetahui dari internet bahwa buku ini telah di-layar-lebarkan dengan Robert Redford menjadi salah satu pemeran utamanya (jadi tak salah kan pilihanku?..).

Sang Penakluk sebenarnya kurang mencerminkan isi buku ini, tidak seperti judul aslinya dalam bahasa Inggris, The Horse Whisperer. Horse whisperer adalah sebuah karir yang digeluti oleh hanya segelintir orang di dunia karena pekerjaan itu membutuhkan jauh lebih banyak bakat daripada ketrampilan yang dapat dilatih. Horse whisperer bukan hanya membutuhkan kemampuan untuk melatih kuda, tapi justru membutuhkan bakat untuk memahami si kuda, sama seperti psikolog yang harus mampu memahami apa yang dirasakan pasiennya untuk dapat menyelesaiakn masalahnya.

Horse whisperer biasanya dicari orang-orang yang memiliki kesulitan dengan kuda peliharaannya. Kebanyakan kesulitan atau masalah bukan terletak pada kuda itu sendiri, tapi justru karena si pemilik tidak memahami kudanya sendiri. Dengan membaca buku ini kita diajak untuk semakin menyadarai bahwa hewan juga makhluk yang memiliki perasaan. Dan bagaimana ia akan bersikap pada manusia, tergantung pada bagaimana manusia memperlakukannya. Sama persis seperti cara manusia menjalin hubungan dengan sesamanya, kan?

Tom adalah 'the best horse whisperer' yang bisa didapatkan Annie setelah putrinya, Grace mengalami kecelakaan hebat yang membuatnya kehilangan salah satu kakinya, dan kudanya Pilgrim berubah menjadi kuda yang amat liar dan setengah gila. Sebelum kecelakaan itu Pilgrim adalah kuda yang fit dan hebat. Namun di suatu hari yang dingin di awal musim salju, Grace berkuda bersama dengan sahabat karibnya. Tentu saja Grace menunggangi Pilgrim-nya, yang sudah menjadi bagian dari dirinya, cinta pertamanya saat membeli Pilgrim. Hubungan batin kuda dan pemiliknya memang amat penting.

Anyway, Grace dan sahabatnya begitu gembira bisa berkuda menyusui padang rumput di pagi yang dingin itu, dalam suasana yang tenang, tanpa kehadiran manusia lain dan terutama tanpa kendaraan bising dan polusi di kota besar. Dan seperti halnya pada semua kecelakaan, suasana menyenangkan itu berubah seketika hanya dalam beberapa detik, yaitu saat sebuah truk kontainer melaju dengan cepat di jalanan. Kecelakaan itu takkan pernah terjadi kalau saja sahabat Grace tidak membawa mereka menyusuri jalan sempit yang licin yang langsung memotong jalanan yang akan dilewati turk itu. Kedua kuda tergelincir di salju yang licin itu, merosot tak terkendali, dan akhirnya menghantam truk yang juga tak mampu melakukan pengereman mendadak. Semuanya berlangsung begitu cepat, dan secepat itulah semuanya berubah. Si sahabat langsung meninggal di tempat, kudanya terjepit truk dan meninggal juga. Pilgrim terluka parah tubuhnya, namun tak separah luka pada hatinya akibat shock.

Grace sendiri harus merelakan kakinya diamputasi, dan hal itu membuatnya uring-uringan. Annie mengambil insisiatif menemui Tom, the horse whisperer untuk menyembuhkan Pilgrim. Namun keadaannya yang parah membuat Tom mundur teratur. Annie, merasa entah bagaimana kesembuhan Pilgrim akan berpengaruh pada kesembuhan jiwa Grace, akhirnya ngotot mengajak Grace dan Pilgrim menemui Tom di ranch-nya.

Dan pertemuan itu memang akhirnya mengubah hidup semua orang yang terlibat dengan caranya sendiri-sendiri. Tak ada yang sama dengan sewaktu Annie, Grace dan Pilgrim menemui Tom. Dan semua yang terjadi digambarkan dengan sangat detail dan indah oleh Evans. Kita akan merasa seperti diajak memasuki dunia lain. Dunia yang membuat kita begitu dekat dengan alam sekitar, dunia di mana kuda dan hewan ternak lainnya diperlakukan bak sahabat. Membaca buku ini membuatku merasa bahagia, membuatku merasakan ada kasih yang tulus antara manusia dan hewan yang di era modern ini jarang kita temui. Mungkin itulah daya tarik utama buku ini buatku. Akhirnya, aku menutup buku ini dengan perasaan puas. Tak sia-sia aku membeli buku kusam ini, karena isinya justru secemerlang buku baru manapun!

The Fences

What is the main purpose of putting a fence around your property? Well, if you read the series of Harry Potter, it's like Fidelius Charm that the wizards put around a place to protect it from other wizards outside it. That's what a fence is for too, right? We put fences around our property to keep it to our private. However, it can also work as a decoration, as well as reflecting the owner's taste and giving the house a certain unique sign. When you want to visit your friend's house, you might have asked your friend, "What color is your fence?" besides his/her complete address, of course.

Anyway, people have their own consideration when deciding what kind of fences they are going to have. If you take a look on several Chapel Hill, NC Fences for example, people there build their fences mostly for protecting their properties from traffic risks. In this case, wood fences would be a perfect choice. It looks good too for Durham, NC Fences, especially when the owner want to build a swimming pool inside their property. Fencing will keep it private from other people sight.

But if you happen to visit a small town with a historic appeal in Southwestern Wake County, you'll likely to find old American flares in some Apex, NC Fences. This town is trying to keep their historical theme for attracting visitors and new business to the town. This also proves that you can use fences as decoration item.

There are many consideration you must get through before buying your new fencing. Pet is one of them. Most of Raleigh, NC Privacy Fences are built by the owner right after they get a new pet or simply to provide the children a closed and safe playing area. Cost, of course, is another important consideration while choosing your fence. Chain link fences would be your perfect choice, as you can see many of Cary, NC Fences use it too. If you are a farmer, you can keep your pet safely. The same works for young couple who spend most of their time in other town for work. You will need something to assure you that your house will be still in one piece when you come home. Fences will do that for you!

Friday, October 8, 2010

Theodore Boone: Pengacara Cilik

Akhirnya terbit juga sebuah buku dari salah satu penulis favoritku: John Grisham. Meski sebenarnya yang kutunggu-tunggu adalah buku yang lain, tapi tetap kehadiran buku Theodore Boone ini cukup mengobati kerinduanku pada tulisan John Grisham. Banyak orang mengakui bahwa John Grisham adalah penulis yang bagus, namun enggan membaca bukunya karena memang genre thriller hukum tergolong “agak berat”. Ada juga beberapa karya Grisham yang agak membosankan karena terlalu banyak aspek hukumnya. Aspek hukum yang menampilkan pertarungan di pengadilan sih masih seru, tapi kalau sisi hukum itu banyak di teori hukumnya sendiri, minat baca kita bisa meluntur karenanya. Tapi tetap saja, John Grisham menjadi salah satu penulis favoritku karena aku suka pada cara ia menulis. Sulit untuk menjelaskannya karena aku bukanlah penulis fiksi, hanya penikmat karya fiksi. Tapi cara ia bercerita membuat hal yang sebenarnya membosankan menjadi menarik. Dan ia membuktikan dirinya mampu menulis dengan karakter yang berbeda. Tentang ini, aku pernah menulis di posting tentang John Grisham ini.

Anyway, begitu aku tahu buku ini terbit, langsung kuputuskan untuk membelinya (dan langsung membacanya!). Bagi anda yang tak suka bacaan “berat”, Theodore Boone ini bisa menjadi pilihan anda karena kisahnya dijalin dari pendekatan seorang anak laki-laki berusia 13 tahun. Cara Grisham bertutur pun lebih simple, teori-teori hukum yang diselipkan juga teori yang sudah kita kenal dalam hukum Amerika (saking seringnya membaca buku dan menonton film ex Hollywood). Pendek kata, Theodore Boone menjadi sebuah tulisan yang amat menarik dan menghibur untuk dibaca.

Pengacara cilik? Apakah mungkin seorang ABG berusia 13 tahun menjadi pengacara? Tentu saja tidak. Dan faktor inilah yang menjadi daya tarik buku ini. Theodore Boone adalah seorang anak yang unik. Lahir dari keluarga pengacara, ayah, ibu, bahkan paman, ia pun dibesarkan sebagai anak tunggal dalam suasana yang nyaris dipenuhi soal hukum. Bayangkan kalau ayah dan ibumu sama-sama berkarir di bidang yang sama, pasti omongan mereka sehari-hari mayoritas tentang hal-hal dalam karir itu, kan? Belum lagi jam kerja ortunya yang panjang, menyebabkan Theo paling banyak menghabiskan waktunya di luar jam sekolah, di kantor kedua ortunya dan di pengadilan.

Pengadilan? Ya, itu karena Theo sering disuruh ibunya memasukkan berkas ke pengadilan untuk didaftarkan. Dan hal-hal sepele lain yang membuat ia sering mondar-mandir di pengadilan, hingga mengenal hampir semua staff yang bekerja di sana. Termasuk juga hakim-hakimnya. Hebat bukan? Mungkin Theo adalah remaja yang paling mengerti hukum di seluruh dunia. Dan karena itu pula, ia sering dimintai bantuan oleh teman-teman sekolahnya mengenai soal hukum. Kalau ada imigran illegal yang takut soal deportasi atau penyitaan rumah karena telat membayar sewa, orang yang pertama dimintai nasihat adalah Theo. Karena itu, tak heran bahwa Theo pun memiliki kantor-tak-resmi di bagian belakang kantor ortunya. Makin asyik aja ya?

Suatu ketika terjadi kasus terheboh yang pernah terjadi di kota mereka. Pembunuhan seornang wanita yang tinggal di perumahan dekat lapangan golf. Tersangka utama adalah sang suami, meskipun tak ada bukti secuilpun yang menunjukkan keterlibatannya. Tak ada saksi, tak ada bukti. Jaksa Penuntut Umumnya sudah hampir putus asa, Pengacaranya sudah mulai jemawa karena membayangkan kemenangan di depan mata, para juri sudah siap-siap menyelesaikan tugasnya, bahkan Hakim juga sudah ingin menyelesaikan sidang secepatnya, ketika sebuah kejutan justru datang menghantam Theo si bocah pengacara cilik.

Karena aktif mengikuti jalannya sidang (kalau anak lain menghabiskan waktu di internet dengan download lagu-lagu atau game, Theo malah meng-hack notulen sidang untuk mengetahui apa saja yang terjadi saat sidang berlangsung, ketika ia harus masuk sekolah), Theo tahu semua detail tentang kasus pembunuhan itu. Dan tidak mengherankan juga kalau ternyata dia, dan hanya dia seorang yang mengetahui sekaligus memiliki sebuah bukti akurat tentang pembunuhnya.

Theo yang malang, yang hanya seorang remaja yang suka dan berminat dengan hukum, tak menyangka harus menanggung beban yang amat berat. Bila ia mengabaikan bukti itu, ia akan membiarkan seorang pembunuh bebas, namun jika ia menunjukkan bukti itu, kehidupan seseorang akan harus dikorbankan. Di titik ini, semuanya berjalan dengan wajar, tak dipaksakan. Theo memang bukanlah bocah ajaib, ia hanya dibesarkan dalam kondisi yang unik. Itu saja.

Menyenangkan juga sesekali membaca kisah yang down-to-earth. Kisah yang membuat kita tetap “menginjak bumi”, membuat kita berpikir bahwa kisah itu bisa saja terjadi pada manusia normal seperti kita semua. Ditambah dengan alur dan cara penulisan John Grisham, membuat buku ini sangat menyenangkan. Salut juga buat Gramedia yang memberikan cover yang elegan dan kertas yang bagus sehingga buku ini menjadi lain daripada buku-buku John Grisham biasanya. Sayang sekali, kali ini Gramedia tak menyisipkan sebuah pembatas buku. Padahal itu salah satu barang yang aku nantikan saat membuka pembungkus buku baru….

Bagi yang ingin mendapatkan buku ini dengan diskon 25%, segera saja ke Vixxio ya.. Di sana sedang ada promo. Setiap beli 1 buku bekas, akan dapat diskon 25% untuk 1 buku terbitan Gramedia (judul apapun). Buruan ya, karena promonya berakhir tgl. 15 Oktober 2010!