Monday, November 16, 2009

Puteri Kesayangan Ayah

Judul di atas milik sebuah novel Mary Higgins Clark yang judul aslinya: Daddy’s Little Girl. Seperti biasa Mary mengusung tema pembunuhan dalam bukunya. Kali ini korbannya adalah seorang gadis bernama Andrea. Andrea gadis yang centil, dan pria yang dicintainya adalah Rob, putra sebuah keluarga kaya. Sedangkan Paulie adalah cowok pendiam yang diam-diam naksir Andrea.

Ellie sama sekali berbeda dari Andrea, meski mereka berdua saudara kandung. Kalau Andrea selalu menjadi perhatian orang, Ellie cenderung pendiam dan tak banyak omong. Karena itulah Andrea mempercayakan sebagian besar rahasianya yang tak boleh dibagikan, terutama ke ayahnya yang seorang polisi dan tak merestui hubungannya dengan Rob. Rahasia itu dari yang kecil berupa kalung pemberian Rob yang berliontin hati bertatahkan batu biru dan bergravir dua huruf A dan R, hingga rahasia yang besar yaitu bahwa Andrea bersama teman-temannya sering bersembunyi di garasi rumah nenek Rob untuk merokok.

Selama ini Ellie memegang erat rahasia itu. Selama ini Andrea aman dari teguran dan amarah ayahnya, namun tidak dari seseorang yang hendak mengambil nyawanya!

Malam itu Andrea pergi ke rumah Joan sahabatnya untuk belajar bersama, dan tak pernah kembali ke rumah lagi. Ellie tahu di mana Andrea mungkin berada, maka ia masuk ke garasi itu, lalu menemukan mayat Andrea di sana!

Ada dua hal yang terus diingat Ellie tentang pembunuhan itu hingga ia beranjak dewasa, yaitu bahwa ia sempat memegang liontin kalung kesayangan Andrea, dan desah napas seseorang yang sempat ia dengar dalam kegelapan sebelum ia bagaikan terbang ke luar dan menjerit-jerit histeris hingga tiba di rumahnya. Hanya, karena saat itu ia masih seorang gadis kecil berusia 10 tahun, tak ada yang mempercayainya tentang liontin itu waktu ia menjadi saksi di persidangan.

Namun demikian, kesaksian Ellie sudah cukup untuk menjebloskan satu-satunya tersangka pembunuhan Andrea itu ke penjara: Rob. Ellie bersaksi bahwa Andrea telah berjanji untuk pergi ke pesta dansa bersama Paulie karena takut Paulie membocorkan rahasia tempat persembunyian Andrea kepada ayahnya. Rob sangat marah, dan malam ketika Andrea dibunuh itu, Andrea menemuinya untuk membicarakan hal itu. Tak heran bukan jika Rob langsung dijadikan terdakwa? Apalagi pada baju Rob ditemukan bekas darah meski Rob cepat-cepat mencucinya.

Setelah menjalani hukuman selama 22 tahun, tersiar kabar bahwa Rob akan dibebaskan secara bersyarat. Maka Ellie yang telah berkarir sebagai wartawan investigasi akhirnya kembali pulang ke kampung halamannya untuk menghentikan rencana itu.

Serangkaian usaha dilancarkannya untuk mengungkap apa yang sesungguhnya terjadi pada malam naas itu. Apalagi setelah keluarga Rob mengungkapkan kemungkinan Paulie sebagai si pembunuh dan Rob adalah korban salah tangkap. Entah mengapa Ellie begitu yakin bahwa Rob adalah pembunuhnya, meski banyak teman dan penduduk kota itu tidak yakin.

Akhirnya satu-persatu hal yang telah tertutup sekian lamanya kembali muncul ke permukaan, semuanya itu berkat kegigihan dan keberanian Ellie. Ia bahkan tak peduli ketika beberapa kali menerima ancaman serta kebakaran yang nyaris mencabut nyawanya.

Untung bagi Ellie, ia memiliki ayah yang masih mencintainya, meski kenyataannya sang ayah meninggalkan ia dan ibunya setelah peristiwa Andrea.

Ide cerita ini memang bagus, meski seru di awal dan tegang di akhir cerita namun agak sepi di pertengahan. Namun demikian, keseluruhan kisahnya menarik. Meskipun tersangka utamanya sudah terungkap, namun misteri yang menyelimuti kasus itulah yang membuat kisah ini cukup terjaga ritmenya.

Judul: Putri Kesayangan Ayah
Pengarang: Mary Higgins Clark
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Halaman: 439
Harga: 40.500,-




Monday, November 9, 2009

Aku & Marley

Dog is man's best friend, anjing adalah sahabat terbaik manusia. Siapa yang tak setuju dengan ungkapan itu? Namun, akankah kita tetap menggunakan ungkapan itu kalau anjing yang kita pelihara ternyata menderita neurotik, hiper-agresif, tak terkendali, dan perusak? Jawabannya bisa anda temukan di buku Aku & Marley ini, yang ditulis oleh seorang pemilik anjing bernama Marley, dan sudah difilmkan dengan bintang Owen Wilson dan Jennifer Aniston (Marley & Me).

-----

John Grogan adalah seorang kolumnis di sebuah surat kabar lokal dan tinggal di South Florida yang iklimnya sub tropis, bersama dengan istrinya Jenny yang berkarir di surat kabar juga. Sejak kecil John sudah memelihara anjing, dan pengalaman itu begitu membekas sehingga ketika di koran ada iklan menawarkan anjing Labrador, pasangan-baru-menikah itu langsung berangkat untuk melihatnya.

Cinta pada pandangan pertama, itulah yang bisa dikatakan tentang pertemuan John-Jenny dengan seekor anak anjing Labrador berwarna kuning. Anak anjing itu lain dari yang lain, kalau saudara-saudaranya yang lain tenang, ia begitu bersemangat, lincah dan pemberani. Kalau saja pasangan itu menerapkan 'teliti sebelum membeli', pasti mereka heran mengapa anak anjing itu diobral. Tapi...karena sudah merasa sreg, mereka langsung membelinya. Anjing itu mereka namai Marley (setelah melalui perdebatan panjang yang lebih njelimet dari proses menamai anak pertama mereka kelak!). Nama Marley itu mereka dapatkan ketika lagu Bob Marley mengalun, dan mereka memang fans beratnya...

Marley ternyata dulu diobral karena satu alasan. Anjing jenis Labrador Retriever seperti Marley adalah jenis anjing yang bertubuh kuat, cerdas, setia dan agresif. Namun khusus dalam kasus Marley, ia adalah seekor Labrador yang hiper-aktif, suka mengunyah (dan menelan) apa saja yang bisa ia raih dengan sangat cepat, dan sangat nakal. Ia tak bisa diam dan tenang, selalu saja bergerak. Semangatnya luar biasa, dan ketika John melatihnya ternyata ia tak dapat menangkapnya. Ketika dimasukkan sekolah kepatuhan, ia malah membuat malu gurunya. Dan yang lebih celaka lagi, ia mudah panik ketika terjadi badai.

Karena Florida adalah wilayah sub tropis, badai bukanlah hal yang aneh. Suatu hari ketika John dan Jenny pergi ke kantor, terjadilah badai. Dan begitu pulang ke rumah, mereka menemukan Marley dalam keadaan tubuhnya berbercak darah, karpet habis digigitnya, dinding kayu ruangan tempat ia dikurung selama tak ada orang di rumah pecah berantakan. Rupanya Marley merasa panik dan ketakutan, dan akibatnya ia melampiaskannya dengan bertindak destruktif.

John dan Jenny khawatir ketika mereka mengetahui bahwa Jenny sedang hamil. Bagaimana kira-kira reaksi Marley ketika tahu bahwa akan ada sosok manusia lain di rumah yang akan menjadi 'nomor satu' dan ia akan diduakan? Ternyata mereka tak perlu khawatir, karena justru Marley langsung menyayangi Patrick, putra pertama John-Jenny, begitu ia dibawa ke rumah setelah dilahirkan.

Banyak sekali kejadian-kejadian lucu, menegangkan, menjengkelkan dan menggemaskan yang dilalui keluarga Grogan bersama Marley. Ketiga anak mereka, Patrick, Connor dan Colleen besar bersama Marley. Mereka sangat menyayanginya meski Marley tiap pagi mencuri sarapan dari piring mereka. Di balik kelemahan dan kekurangannya, Marley telah menjadi anggota keluarga Grogan.

Memang Marley tampangnya agak bodoh dan penyayang, tapi saat dihadapkan pada kondisi yang kritis, Marley telah membuktikan diri sebagai penjaga keluarga yang andal. Ia siap untuk menyerang siapa saja yang bermaksud menyakiti keluarganya. Tak heran, meski Marley sering membuat malu keluarga Grogan, namun bagi mereka Marley adalah anggota keluarga, yang diterima dengan segala kelebihan dan (banyak) kekurangan.

Membaca buku ini membuat kita, seperti halnya pasangan Grogan, belajar tentang hal-hal penting dalam hidup. Ya, bahkan seekor anjing neurotik pun bisa mengajari manusia untuk menjalani hidupnya.

Pertama, saat kita sadar bahwa salah satu anak kita memiliki kekurangan, janganlah kita membuang atau mengabaikannya. Bentuklah dan terimalah ia dengan kekurangan itu. Seperti kata John Grogan: "Sebagian dari perjalanan kami sebagai pemilik Marley adalah membentuknya sesuai dengan keinginan kami, tetapi sebagian yang lain adalah untuk menerima Marley apa adanya. Kami telah membawa pulang sebuah makhluk hidup, bukan aksesoris pakaian yang bisa ditumpuk di suatu sudut rumah. Baik atau jelek, Marley adalah anjing kami."

Itulah sebabnya keluarga Grogan tak pernah menjual Marley, meski uang yang dikeluarkan untuk merenovasi rumah dan membeli perabotan yang dirusak Marley mungkin cukup untuk membeli kapal pesiar! Namun, apa yang mereka dapatkan dari Marley tak dapat dinilai dengan uang. Kesetiakawanan, cinta dan persahabatan, serta kegembiraan, keberanian dan nilai-nilai dalam hidup. Ketika John memasuki usia 40, ia belajar dari Marley bagaimana menyikapinya: "Meski Marley telah mencapai usia paruh baya (6 tahun dari 12 tahun usia normal anjing), ia tak pernah berlambat-lambat, ia tak pernah memandang ke belakang, mengisi hari-hari dengan semangat remaja, keingintahuan dan sikap selalu bermain-main. Kalau anda berpikir anda masih muda, maka mungkin anda memang masih muda, apapun kata kalender."

Ketika keluarga Grogan pindah ke rumah yang lebih luas di Pensylvania, Marley mulai memasuki masa tuanya. Kegesitannya mulai berkurang, dan berturut-turut juga pendengaran dan penglihatannya. Namun, meski memelihara Marley sudah tak terasa menghibur, malah membebani (seperti ketika kita merawat orang tua yang sakit-sakitan), keluarga Grogan tetap memeliharanya dengan penuh kasih sayang. Menurut mereka, setiap hubungan pasti membutuhkan pengorbanan. Dan toh mereka rela menanggungnya, karena apa yang mereka korbankan demi Marley telah memperoleh balasan yang tak ternilai harganya.

Ketika Marley bertambah tua, ketika naik tangga saja ia sudah tak kuat, marley mengajarkan pada John cara terbaik menjalani hidup. "Marley mengingatkanku kepada keberanian dalam hidup, kepada kegembiraan yang kita alami dan kepada kesempatan yang kita biarkan lepas dari genggaman . Ia mengingatkanku bahwa kita semua hanya memiliki satu kesempatan emas, tanpa ada kesempatan kedua." Begitu gamblang John menulis tentang semua penderitaan Marley ketika menjadi tua. Namun semuanya tetap ia jalani dengan semangat dan usaha yang keras.

Suatu hari terjadi situasi yang kritis. Marley mengalami kembung parah yang dapat mengakibatkan kesakitan yang amat sangat dan membawa pada kematian. Saat itu usianya sudah 12 tahun. Pilihannya ada 3: membiarkan ia sembuh (yang kemungkinannya hanya 1%), mengoperasinya (yang sangat riskan karena ia sudah tua), atau 'menidurkannya' (istilah eutanasia dengan menyuntik anjing yang sudah tua agar tak menderita). John dan Jenny memilih yang pertama, namun sudah menyiapkan diri untuk menghadapi nomor tiga bila opsi pertama gagal.

Dan....Marley berhasil melampaui 1%-nya! Ia sembuh dan pulih perlahan. Meski demikian, kondisinya makin buruk, dan diperparah dengan kakinya yang invalid hingga suatu hari ia tak mampu lagi naik ke lantai atas, dan harus menerima hidup di lantai bawah saja.

Hingga akhirnya, saat yang tak terelakkan itu tibalah. Saat itu keluarga Grogan baru saja pulang dari berlibur ke Disney World di Florida. Marley sekali lagi mengalami perut kembung yang parah. Dan kali ini John dan Jenny langsung tahu bahwa saatnya akhirnya telah tiba, hidup Marley takkan dapat diselamatkan lagi. Kemungkinan untuk mendapat 1% mukjijat seperti waktu yang lalu adalah mustahil, operasi...tak mungkin. Satu-satunya jalan hanyalah...menidurkannya.

Momen-momen terakhir ini benar-benar menguras emosiku. Aku harus menghentikan membaca sejenak karena aku tak mau sampai harus menangis di kantor! Aku membaca khusus bagian akhir itu ketika malam, sendirian, di dalam kamarku.

Ketika hendak membawa Marley ke dokter, Jenny dan anak-anak telah mendapat kesempatan terakhir untuk sejenak membelai Marley. Lalu John mengantarkan Marley ke dokter. Suntikan 'penidur' itu diberikan setelah dokter mencoba tiga kali tanpa hasil untuk membuka sumbatan di perut Marley. John, dalam kesempatan yang diberikan untuk sendirian bersama Marley, membelai dan mengucapkan kata perpisahannya yang emosional kepada Marley. "Kamu adalah anjing yang hebat", itu kata-kata terakhir John kepada Marley....

-----

Ketika aku membeli buku Aku & Marley ini, aku mengharapkan kisah yang lucu dan menggemaskan, sebuah drama rumah tangga yang apik dan menghibur. Tapi ketika menyelesaikannya, aku mendapati banyak nilai hidup yang bagus dari seekor anjing Labrador Retriever yang abnormal ini. Aku jadi sadar bahwa walaupun dianggap sebagai makhluk nomor dua, lebih rendah derajatnya dari manusia (bahkan manusia akan marah bila dikatai "anjing!"), namun anjing adalah makhluk yang mampu mencintai dengan tulus tanpa syarat, dan kesetiaannya tak terpatahkan oleh apapun. Manusia bisa berubah, cinta dan kesetiaan manusia bisa luntur, tapi tidak dengan anjing. Lihat kesaksian yang diberikan John, yang telah menulis buku ini dengan sangat apik. Jujur, apa adanya, sederhana, namun menghibur dan sekaligus mengena.

"Anjing tidak butuh mobil bagus atau rumah besar atau pakaian buatan desainer. Simbol status tidak berarti apa-apa baginya. Sepotong kayu sudah cukup baginya. Seekor anjing menilai (makhluk) yang lainnya tidak berdasarkan warna kulit, keyakinan atau kelas, tapi berdasarkan apa yang ada dalam hati mereka. Seekor anjing tidak peduli apakah anda kaya atau miskin, berpendidikan atau buta huruf, pandai atau bodoh. Berikan hati anda, dan ia akan memberikan hatinya untuk anda. Sederhana sekali. Tetapi kita manusia, yang jauh lebih bijak, selalu kesulitan untuk menimbang mana yang perlu dan mana yang tidak. Sementara aku menulis kolom perpisahan untuk Marley, aku menyadari betapa semuanya sudah ada di hadapan kita semua, seandainya saja kita mau membuka mata kita. Kadang kala kita membutuhkan seekor anjing dengan napas bau, perilaku nakal dan niat murni untuk membantu kita melihat..."

Judul : Aku & Marley (kisah nyata)
Penulis : John Grogan
Penerbit : Trans Media
Jumlah halaman : 297
Harga : sekitar 40 ribu (lupa tepatnya)



Monday, November 2, 2009

The Winner Stands Alone

Ini adalah novel terbaru Paulo Coelho. Selalu exciting saat pertama kali membuka bukunya Paulo Coelho, karena kita tak pernah tahu apa yang akan kita dapatkan di kedalaman tulisannya. Yang jelas, Paulo selalu mengajak pembacanya untuk berpikir dan merenung dalam-dalam tentang makna hidup, di balik kisah yang diceritakan dengan amat indah.

Kali ini kisahnya mengambil Festival Film Cannes sebagai latar belakangnya. Otomatis, para tokohnya adalah, yang pertama kaum ‘Superclas’ atau orang-orang yang setingkat di atas orang kaya, kedua para selebrities, ketiga orang-orang muda yang berharap dapat menjadi selebrities.

Adalah seorang pria pengusaha telekomunikasi berkebangsaan Rusia yang bernama Igor. Saat muda ia pernah dikirim ke medan perang Vietnam yang kejam, dan walaupun ia selalu mengatakan bahwa perang itu tak meninggalkan bekas pada dirinya, ternyata trauma masih menghantuinya ketika ia sudah jadi orang kaya dan punya istri cantik.

Igor mencintai dan memuja Ewa, istrinya. Ewa mendampinginya mulai saat Igor harus merangkak dan jatuh bangun membangun kesuksesan, hingga mencapai puncak kekayaan yang hanya dapat diraih segelintir manusia di dunia ini. Namun di balik semua kebahagiaan pasangan itu, Ewa menyimpan kenangan akan sebuah kejadian yang menggelitik nuraninya. Hal itu terjadi di suatu malam ketika pasangan itu menikmati makan malam romantis di tengah liburan mereka di Siberia. Tiba-tiba ada pengemis yang menghampiri meja mereka dan merusak momen romantis mereka. Bukannya marah dan mengusir pengemis itu keluar, Igor justru menemani pengemis itu ke luar restoran. Dan sekembalinya ke dalam restoran, secara implisit Igor mengatakan bahwa semua yang menghalangi atau mengganggunya harus dimusnahkan.

Ewa merasa ngeri, dan baru beberapa tahun kemudian sadar bahwa trauma perang itu masih melekat di jiwa suaminya, yang membuatnya berubah menjadi pribadi yang sadis dan kejam. Maka pada suatu hari ketika Ewa berkenalan dengan Hamid, seorang fashion designer yang sedang menanjak dan mengaguminya, Ewa pun meninggalkan Igor. Begitu saja, tanpa pamit. Tentu saja Igor meradang. Namun, bukannya merenungkan kesalahannya sehingga istrinya meninggalkannya, ia malah berusaha menarik perhatian sang istri dengan ‘menghancurkan sebuah atau beberapa dunia’, yang tidak lain berupa pembunuhan!

Itulah tujuannya datang ke Festival Film Cannes, karena tahu bahwa Hamid, sang designer haut-couture kelas dunia akan datang dalam rangka pembuatan film pertamanya. Dan ia pasti akan datang bersama Ewa. Korban yang dipilih oleh Igor beragam, cewek maupun cowok, ada yang pria kaya raya, ada gadis miskin. Senjatanya juga beragam, dari pisau, seni bela diri hingga racun. Memang Igor bukanlah pembunuh berantai yang ingin menghebohkan dunia (kalau demikian halnya ia justru akan meninggalkan sebuah jejak hingga dunia menangkap pesannya), namun ia hanya melakukan pembunuhan, lalu mengirimkan SMS dari nomor tak dikenal kepada istrinya. Mengabarkan bahwa sebuah dunia telah hancur.

Dalam petualangan Igor ini, banyak tokoh yang bersinggungan jalan dengannya. Ada gadis muda Brazil yang cantik, yang menjual aksesoris murahan di pinggir jalan. Ada juga sutradara film independen yang terobsesi untuk masuk ke Hollywood, ada milyarder nyentrik yang berkuasa di dunia perfilman, juga ada peragawati dan aktris muda yang sama-sama menapaki karir pertama mereka di perhelatan yang prestisius itu. Dan tentu saja ada pula Hamid, sang anak miskin dari Negara Arab yang akhirnya menapaki karir sukses sebagai designer kelas dunia.

Banyak filosofi hidup yang kita dapatkan dari buku ini. Antara lain bahwa apa yang selama ini kita saksikan serba glamor dan fantastis di layar TV atau layar lebar, sebenarnya penuh dengan kemunafikan dan politik kotor. Semuanya lagi-lagi hanya berdasarkan uang dan keuntungan. Hanya segelintir orang yang murni bekerja atas nama seni, sementara yang lainnya mengorbankan dan memakai apapun demi untuk meraih kenikmatan duniawi dan popularitas yang semu.

Dari mereka yang memang berbakat dan ambisius, kita bisa belajar bahwa bila kita mau bekerja keras dan tak berhenti berharap, maka impian kita akan bisa tercapai.

Lalu dari Igor sendiri kita juga bisa mengambil pelajaran penting bahwa kekayaan seringkali malah menghalangi orang untuk merasakan kebahagiaan dan menikmati hidup. Kekayaan dan kemewahan juga menutup hati dan nurani kita akan kekayaan hidup yang sesungguhnya. Seperti halnya Igor, banyak orang begitu keranjingan untuk bekerja, dan alasan mereka selalu sama: sebentar lagi saja, setelah ini aku akan bersantai lalu membeli rumah di pedesaan, bermain bersama anak-anak, memperhatikan keluarga, dll. Namun kenyataannya ‘sebentar lagi’ itu tak kunjung datang karena si workaholic tak mampu untuk berhenti dari pekerjaannya, tak mampu membendung keserakahannya untuk terus menambah kekayaan.

Kesimpulannya, buku ini menyajikan filosofi hidup yang dibalut dengan ketegangan ala kisah detektif atau misteri, sekaligus dengan latar belakang dunia gemerlap film dan modeling. Lengkap deh, dan menarik untuk dibaca!

Judul : The Winners Stands Alone
Pengarang : Paulo Coelho
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Media
Harga : Rp 50.000,-