Thursday, January 27, 2011

Treasure Of Genghis Khan

Bila diibaratkan makanan, buku Treasure of Genghis Khan ini bisa dibilang serupa dengan Gado-Gado (makanan khas Jawa Timur). Sulit mengatakan dengan pasti apa yang akan anda dapatkan di buku ini, seperti halnya sulit menguraikan satu-persatu bahan Gado-Gado. Yang penting, ketika semua bahan dicampur, lidah kita hanya akan mengecap satu rasa: nikmat! Clive dan Dirk Cussler pun telah sukses mencampurkan petualangan, misteri, pencarian harta karun, thriller dan sci-fi, lalu menuangkan bumbu sejarah ke atasnya, yang lalu dihidangkan oleh penerbit Dastan yang telah menterjemahkannya dengan baik bagi kita.

Buku ini terbagi dalam 3 masa. Pada awalnya ketiga masa itu nampak tak berkaitan, dan di akhir kisah pertama dan kedua selalu ada misteri yang tak terjawab. Kisah pertama adalah usaha bersama Mongolia dan Cina, sekutunya, untuk menginvasi Jepang di abad 13 SM. Kolaborasi armada Cina dan kapal perang Korea yang membawa pejuang-pejuang Mongolia sedang berlabuh di dermaga Hakata ketika terjadi badai laut yang ganas. Badai itu memporakporandakan seluruh armada Cina, dan menyisakan sebuah kapal rusak dengan penumpang si prajurit Temur dan anak buahnya terbawa arus laut entah kemana. Mereka mendarat di pulau asing di daerah tropis yang dipimpin seorang tua berambut putih panjang yang mengenakan kalung dengan hiasan gigi hiu, bernama Mahu. Temur bersama Mahu, yang ahli navigasi berdasarkan bintang, sempat naik kapal kembali ke Cina untuk menghadap kaisar Kubilai Khan. Tak lama kemudian Kubilai Khan wafat, dan lokasi makamnya dirahasiakan. Bukan itu saja misteri yang menggantung di kisah pertama ini, Clive juga menyisakan misteri lain: sebuah kapal misterius tanpa bendera diam-diam meninggalkan daratan Cina menuju ke tengah samudera nan luas, dengan seorang tua berambut putih menjadi ahli navigasinya....

Bagian kedua langsung loncat ke sebuah situs penggalian arkeolog bernama Hunt. Ia, ditemani asisten sekaligus sahabatnya: Tsendyn, seorang berkebangsaan Mongolia, tengah melakukan penggalian di wilayah Shang-Tu, Cina. Gara-gara tentara Jepang makin merangsek masuk ke lokasi itu dalam perang, Hunt memutuskan untuk segera menyingkir. Namun, justru pada saat itu mereka menemukan sesuatu yang misterius. Sebuah kotak berpernis, berisi: selembar kulit cheetah dan sebuah tabung perunggu berisi sehelai sutra dengan peta di atasnya. Membaca peta yang berbahasa Mongol, Hunt sadar bahwa peta itu akan membuka tabir lokasi makam Genghis Khan yang masih merupakan misteri. Hunt pun sadar bahwa penemuan itu bernilai tinggi, maka ia selalu menyimpannya dengan amat hati-hati. Namun toh saat ia sudah berada di pesawat yang meninggalkan situs, ia akhirnya menyadari bahwa sahabat sekaligus asistennya Tsendyn telah mengkhianatinya dan mencuri lembar sutra dalam kotak perunggu itu! Tepat saat ia ingin berputar kembali, pesawatnya ditembaki oleh pesawat Jepang karena dikira mata-mata. Pilot dan co-pilotnya mati seketika, meninggalkan Hunt yang kesakitan selama beberapa hari, baik fisik maupun hati, sebelum akhirnya meninggal pula sambil memeluk kotak berpernisnya menuju alam baka...

Bagian ketiga bersetting abad ke 21. Di sini kita akan menemui berbagai peralatan canggih, juga hal-hal penting di panggung politik dan perekonomian dunia masa kini seperti masalah perminyakan. Mendadak dan dalam jarak waktu berdekatan, terjadi beberapa musibah di beberapa negara yang menimpa titik pengeboran minyak di lepas pantai. Salah satunya di Danau Baikal, Siberia, di mana sebuah kapal berisi para ilmuwan terkena efek gempa itu. Beruntunglah, tak jauh dari sana ada kapal milik sebuah badan kelautan (NUMA) yang sedang berlayar. Dua dari para penumpangnya, para petualang pemberani Dirk Pitt dan Al Giordino berjibaku menolong para ilmuwan. Namun penyelamatan itu tak berlangsung lama, karena malamnya terjadi gempa bawah laut yang menyebabkan kapal milik NUMA itu karam. Ajaibnya, para ilmuwan itu menghilang tak berbekas! Another mistery!

Setelah itu cerita bergulir dengan makin cepat, dengan makin banyak tokoh terlibat. Kini fokus Dirk Pitt dan Al Giordino adalah menemukan para ilmuwan dan penyebab tenggelamnya kapal mereka yang ditengarai adalah akibat sabotase. Namun itu semua belum apa-apa. Tunggu hingga mereka 'terdampar' ke tanah Mongolia untuk bertemu seorang bangsawan kaya misterius bernama Borjin. Dan tiba-tiba satu persatu jawaban atas berbagai misteri yang sudah ditumpuk oleh Clive dan Dirk Cussler semenjak awal akan terkuak. Dan semua misteri itu ternyata mengerucut pada satu sosok: Borjin! Siapakah ia sebenarnya?

Petunjuk:
Ingat-ingatlah detail yang ada di bagian atau masa pertama kisah ini. Karena detail kecil penampilan seseorang yang misterius itu akan menjadi kunci jawaban salah satu misteri di akhir kisah. Penulisnya tidak terang-terangan mengungkapnya, namun kalau anda jeli, maka jawabannya ada di sana...

Membaca buku ini benar-benar mengasyikkan. Rasanya tak habis-habis misteri, ketegangan serta kejutan, sambil sesekali diselingi dengan komedi yang disuguhkan oleh Clive & Dirk Cussler bagi para pembacanya, dari halaman pertama hingga akhir.

Catatan untuk penerbit:
Sayang, proses penerjemahan buku ini mengalami banyak typo di sana-sini, juga ada beberapa ungkapan yang mengganggu. Misalnya kata "bersalin" yang harusnya "berpakaian". Istilah "bersalin" seingatku memang dipakai kakek-nenekku untuk mengatakan "berganti pakaian" (mis: Opa mau salin dulu ya). Kata itu jelas bukan bahasa Indonesia yang benar, dan generasi sekarang kemungkinan tak ada yang tahu istilah ini. Belum lagi, karena kata "bersalin" memiliki makna lain yaitu melahirkan.

Judul: Treasure of Genghis Khan
Terjemahan: Misteri Khan Sang Penakluk
Pengarang: Clive Cussler & Dirk Cussler
Penerbit: Dastan

Thursday, January 13, 2011

The First Day

Nama: Adrian
Pekerjaan: Astrofisikawan
Kantor: Akademi Ilmu Pengetahuan di London
Rumah: apartemen di London atau rumah ibu di Hydra, Yunani
Lokasi pekerjaan terakhir: dataran tinggi Acatama, Cile – yang tingginya 5000 m di atas permukaan laut.

Tujuan pekerjaan terakhir: meneliti alam semesta untuk menemukan planet atau bintang pertama yang ada di alam semesta ribuan tahun cahaya dari bumi

Alasan meninggalkan pekerjaan terakhir: Kondisi fisik yang tidak mendukung saat berada di ketinggian 5000 m, dan akhirnya dokter menyuruh Adrian untuk meninggalkan lokasi dan beristirahat

----

Nama: Keira
Pekerjaan: Arkeolog
Kantor: tidak ada
Rumah: apartemen di Paris, bersama kakaknya yang sangat melindunginya: Jeanne

Lokasi pekerjaan terakhir: Lembah Omo, Afrika (dekat Etiopia)

Tujuan pekerjaan terakhir: menemukan kerangka manusia tertua di dunia, alias manusia pertama

Alasan meninggalkan pekerjaan terakhir: Badai yang menyapu bersih seluruh situs penggalian

Dua insan yang pandai dan berdedikasi pada pekerjaannya, serta memiliki satu obsesi yang kurang-lebih sama: menemukan awal dari semua bentuk kehidupan di dunia: planet pertama dan manusia pertama. Dan ternyata, jalan hidup Adrian dan Keira pernah bersinggungan bertahun-tahun lampau saat Keira masih mahasiswa dan Adrian dosennya. Adrian mendapati Keira mencontek, namun Keira berkelit dengan memakan kertas contekannya sendiri! Sejak kejadian itu, Adrian dan Keira lalu berkencan dan menjalin hubungan beberapa saat, sebelum akhirnya keduanya terpisah oleh jalan hidup masing-masing.

Dan bertahun-tahun kemudian jalan hidup keduanya kembali dipertemukan dalam sebuah kompetisi ilmiah yang diadakan Yayasan Walsh. Yayasan ini akan mendanai proyek penelitian yang dipresentasikan oleh ilmuwan yang menjadi pemenang. Adrian didorong, kalau tak boleh dibilang ‘dipaksa’, oleh Walter, koleganya di Akademi. Kisah lalu bergulir pada proses pengerjaan naskah presentasi proyek penelitian yang selama ini digeluti oleh Adrian. Walter turut membantunya, walau ia harus belajar keras karena ia bukan ilmuwan. Hal inilah yang akhirnya menumbuhkan persahabatan yang tulus di antara keduanya. Aku paling suka membaca interaksi Adrian-Walter yang sering kocak.

Di lain pihak, kakak Keira, Jeanne ingin melihat adiknya bahagia, dan ia tahu bahwa yang membuat Keira bahagia adalah kembali ke Lembah Omo. Untuk itu, Jeanne rela bersusah payah mendaftarkan Keira ke kompetisi ilmiah Yayasan Walsh itu, tanpa sepengetahuan Keira! Meski begitu, bisa diduga, Keira bersemangat mempersiapkan diri untuk kompetisi itu begitu tahu dirinya diundang untuk presentasi.

Kompetisi akhirnya dimenangkan Keira dan seorang peserta lain. Meski tak membawa kemenangan, Adrian memperoleh hadiah yang manis, yakni bisa bertemu kembali dengan cinta pertamanya: Keira. Ketika menginap di apartemen Adrian, Keira meninggalkan sebentuk liontin yang unik. Liontin itu hadiah seorang bocah bernama Harry yang bersahabat dengan Keira ketika tinggal di lembah Omo. Konon Harry menemukan batu aneh itu ketika pergi ke sebuah gunung berapi menemani ayahnya bekerja. Adrian maupun Keira tak dapat memperkirakan dari bahan apakah batu yang amat solid itu, atau berapa umurnya, karena semua alat penelitian tak mampu mendeteksi apapun darinya. Hanya saja, pada suatu malam berhujan, ketika kilat menerangi bumi dan Keira bangun dapam kegelapan, ia menemukan suatu keanehan yang menakjubkan: pada batu liontinnya terdapat titik-titik cahaya yang memantul ke dinding dan menciptakan pemandangan bagaikan langit berbintang. Ia coba melihat apakah ada lubang di permukaan batu, dan ternyata sebiji pori-poripun tak ada. Di kesempatan lain, Walter dan Adrian pun menemukan hal yang sama.

Sebenarnya, sebelum pertemuannya dengan Adrian, Keira sempat meminjamkan batu itu kepada Ivory, seorang ilmuwan tua. Dan ternyata batu itu memang bukan batu biasa. Batu itu memiliki kembaran yang ditemukan bertahun-tahun lalu, dan bila disatukan, batu-batu itu akan dapat membuat perubahan besar bagi kehidupan manusia. Para ilmuwan di seluruh dunia terpecah pendapatnya tentang batu itu. Ada sebagian yang ingin menghentikan penyelidikan atas batu itu, namun ada pula (termasuk Ivory) yang tetap ingin mengetahui rahasia di balik batu itu. Kelompok kedua ini yang akhirnya menang, dan memutuskan untuk menggunakan Adrian dan Keira untuk melakukan penyelidikan sementara mereka mengawasi saja dari belakang.

Akhirnya batu aneh itupun membawa Adrian untuk menemui kekasih hatinya di Lembah Omo. Awalnya Adrian hanya ingin bertemu kembali dengan Keira dengan alasan mengembalikan batu itu. Namun setelah itu mereka menemukan banyak hal aneh di balik jejak batu itu. Apalagi ketika ada sebuah dokumen kuno yang mereka dapat dari Ivory yang berisi petunjuk. Petunjuk itu mereka ikuti terus dari Jerman, Inggris hingga Cina. Dan berbagai pengalaman yang mendebarkan dan membahayakan membayangi langkah mereka, namun juga mempertegas perasaan cinta mereka.

-------

Setelah tamat membaca Dunia Sophie, aku merasa kembali diajak untuk menggali kemungkinan untuk menemukan rahasia alam semesta dan sejarah manusia. Kalau Jostein Gaarder mengambil telaah filsafat, Marc Levy mengajak kita berkelana ke tempat-tempat eksotis yang hanya dengan membayangkannya saja sudah membuatku merasa bahagia… Ditambah dengan jalinan cinta yang manis, karakter Adrian dan Keira yang menyenangkan dan berselera humor tinggi, juga ketegangannya, membuat novel ini benar-benar nikmat dibaca hingga habis…

Judul: The First Day
Pengarang: Mark Levy
Penerbit: Bentang

Tuesday, January 11, 2011

Kumcer: Jerawat Cinta

Tak seperti biasanya memang, aku membaca sebuah kumpulan cerpen, apalagi yang bertema remaja. Tapi kali ini berbeda, selain untuk memberi kesegaran pada tema bacaanku, juga karena kumcer ini adalah hasil karya sahabatku yang bagaikan soulmateku di dunia maya: Fanny Fredlina. Bagi yang (mungkin saja) belum mengenal Fanny, ia ini sehari-harinya berprofesi sebagai seorang notaris. Namun, berkutat setiap hari dengan istilah-istilah hukum yang kaku dan membosankan, tak membuat seorang Fanny kehilangan fleksibilitasnya dalam menulis. Sedari remaja, ia sudah senang menulis -- cerpen, puisi, bahkan kini merambah ke jokes-jokes segar dan kisah inspiratif di berbagai blognya. Dari ratusan karyanya yang sudah dimuat di berbagai media cetak, ia merangkum 12 cerpen remaja ke sebuah kumcer yang kini telah terbit: Jerawat Cinta.

Sebelum membeli buku ini, aku sangsi apakah aku akan mampu membaca kumcer ini hingga tamat. Maklum, bacaan ringan ala remaja bukanlah jenis yang aku sukai. Tapi di lain pihak, aku lumayan penasaran juga untuk membaca karya cewek mungil berkacamata yang penyuka berat stroberi ini. Dan ternyata, hmm...lumayan menyegarkan juga cerpen-cerpen yang aku lahap dalam sehari saja. Yang aku suka dari cara bertutur Fanny adalah, meski ceritanya untuk konsumsi remaja, namun ceritanya tidaklah selalu klise mengenai cinta-cintaan cewek dan cowok. Tulisan Fanny ringan, namun tetap berbobot. Seluruh cerpen yang dihidangkan di kumcer ini memang bertemakan cinta, namun cinta itu mengalir dalam berbagai bentuknya. Dan cara Fanny menuliskannya tidak terasa berlebihan. Saat cerita itu dimaksudkan sebagai kisah ringan, maka ia akan terasa benar-benar renyah. Namun tatkala Fanny ingin menyisipkan sebentuk pelajaran moral ke dalam cerita, alur kisahnya tetap enak diikuti dan pelajaran moralnya pun tidak menggurui.

Aku hanya akan mengulas 2 cerpen dari 12 cerpen yang ada, yang paling istimewa menurutku. Yang pertama adalah Antara Rajawali-Grogol (cerpen ke 3). Kisahnya tentang seorang cewek yang berkenalan dengan cowok hitam manis yang selalu bersikap sopan di atas bus, yang ia beri nilai 7. Simpati mulai timbul di hati Andini, nama cewek itu. Suatu kali Andini kecopetan dompetnya, dan karena sikap Harry-si cowok bernilai 7- yang selalu sopan, Andini mencurigai Harry adalah sang pencopet. Bagaimana akhirnya? Bisa kita tebak lah... Namun kisah yang segar, kocak, sekaligus menginspirasi tanpa menggurui ini mengingatkan kita untuk selalu dan tetap bersikap sopan, ramah dan murah hati pada siapapun dan di manapun kita berada. Seringkali memang kebaikan yang kita berikan tulus malah dipandang dengan skeptis dan curiga, namun kalau kita memang benar, kebenaran itu pasti akan terungkap. Jangan sampai kita berhenti berbuat baik hanya karena orang-orang di sekitar kita tak menghargainya.

Kisah kedua yang menarik perhatianku adalah cerpen ke 8 yang berjudul: Mawar Kasih Sayang. Sepintas awalnya kisah ini akan menjadi kisah cinta romantis biasa. Namun, ternyata Fanny telah menyiapkan 'jebakan' manis di sini. Anda akan mendapati kisahnya berbelok dengan manisnya, dan tema cinta itu masih tetap melekat di kisah ini, meski tak seperti yang kita bayangkan semula. Seperti yang sudah kubilang tadi, cinta itu bisa mengalir dalam berbagai bentuk, tak melulu dalam pacarannya sepasang ABG cowok-cewek saja.

Selain kedua kisah itu, ada juga --yang patut diacungi jempol-- kisah-kisah dengan pelajaran moral. Seperti Sepotong Roti Abon, yang mengajarkan kepada kita untuk berempati pada sesama yang kekurangan dan tidak meremehkan semua yang kita miliki. Selain itu, ada beberapa cerita yang mau mengingatkan kita (dan para remaja khususnya) untuk tidak hanya mementingkan penampilan fisik semata, sampai-sampai rela tak masuk sekolah hanya gara-gara sebiji jerawat sedang meraja di wajahmu, seperti yang akan Anda baca di cerpen Jerawat Cinta yang dijadikan judul kumcer ini. Ada juga cerita yang menyoroti tentang kerelaan hati berbagi dengan sesama dan tak mementingkan diri sendiri seperti pada kisah Mendung Di Wajah Mpok Jujuk. Motivasi untuk tekun berjuang dalam hidup bisa pula kita dapatkan, antara lain di kisah Masih Ada Matahari yang cukup menyentuh hati.

Akhirnya...selain terhibur (kadang tersenyum, kadang tersentuh, dan tak jarang tertawa karena sisi kocak tulisan Fanny), aku juga merasa sedikit bangga. Mengapa? Karena baru kali ini namaku tercetak di sebuah buku. Walau pun itu hanya sebatas ucapan terima kasih sang penulis saja. Aku sungguh berharap, Fanny Fredlina akan terus berkarya dan tak henti-hentinya mengembangkan bakat menulisnya. Aku sih menunggu ia menulis genre yang lebih dewasa dan lebih serius. Maukah Fanny menerima tantanganku?....

P.S. Jadiii....jangan bengong aja, buruan beli dong buku kumcer Jerawat Cinta !! Baca cara memesannya disini. Fanny juga membagikan buku kumcernya GRATIS TIS TIS loh! Intip aja disini.

P.S.S. Buku ini termasuk dalam book challenge: 5 Books, 5 Writers, 5 Countries. Horee...sudah tuntas 2 buku. Kurang 3 buku lagi!

Friday, January 7, 2011

Water For Elephants

Awal kisah buku menakjubkan ini dibuka dengan sebuah kehebohan, atau yang lebih tepat disebut bencana, yang melanda sebuah sirkus kereta api bernama: Benzini Bersaudara Pertunjukan Paling Spektakuler Di Dunia. Bencana itu diceritakan secara naratif, dengan tokoh “aku” sebagai pencerita, namun tanpa mengungkap nama satupun untuk menggantikan panggilan “dia” atau si "haram jadah" itu. Namun demikian, narasi itu langsung mengungkapkan bahwa ada keributan terjadi di tengah pertunjukan sirkus dengan hewan-hewan liar seperti singa, harimau, coyote dll lepas dan berlarian kesana-kemari. Si aku mencari “dia” dari antara kehebohan itu, lalu ia menangkap pemandangan “dia” mengayunkan sebuah pancang besi dan memecahkan kepala si "haram jadah”. Sebuah pembunuhan yang mungkin hanya disaksikan si “aku” dan yang selama tujuh puluh tahun dalam hidupnya selalu ia rahasiakan rapat-rapat.

Kemudian scene berpindah ke si “aku”, yang ternyata bernama Jacob Jankowsky ketika telah berusia 90 (atau 93 tahun, yang tak pernah bisa ia ingat dengan pasti) dan tinggal di sebuah panti jompo. Setelah itu kita akan mengikuti dua frame scene berbeda yang akan berjalan sendiri-sendiri. Jacob saat tua dan saat muda.

Pada usia 23 tahun Jacob menikmati hidupnya sebagai mahasiswa kedokteran hewan, dan tinggal bersama orang tuanya. Sang ayah adalah dokter hewan dan sering mengajak Jacob menangani “pasien-pasien”nya. Enam hari sebelum ujian akhir untuk lulus menjadi dokter hewan, datanglah kabar dukacita. Kedua orang tua Jacob tertabrak mobil dan meninggal dunia. Lebih menyedihkan lagi, ayahnya meninggalkan hutang yang harus dibayar dengan menyerahkan rumah keluarga mereka yang disita bank. Dalam sehari Jacob tiba-tiba kehilangan segalanya: orang tua, rumah, harta dan pendidikan. Ya, ia akhirnya dalam keadaan shock, tak mampu mengerjakan ujiannya dan menyerah.

Jacob berjalan tanpa arah. Malam menjelang, dan ia pun menemukan rel kereta api di tempat yang sepi di pinggiran kota. Ketika sebuah kereta api melintas, Jacob pun memutuskan untuk naik ke salah satu gerbongnya, karena kereta api itu pasti akan membawanya ke suatu tempat dan pada suatu kehidupan. Dan lompatan itulah yang telah menggariskan takdir yang akan mengubah hidupnya.

Ia ternyata mendarat di kereta api milik kelompok sirkus kereta api Benzini Bersaudara milik Paman Al. Awalnya ia hendak “dibuang” karena dianggap tak berguna, sebelum August si penanggung jawab pertunjukan hewan liar menemukan bahwa ia adalah calon dokter hewan dari universitas terpandang. Akhirnya Jacob pun dipekerjakan di sirkus. Dari pekerjaan paling rendah, menyekop tahi kuda, hingga akhirnya menjadi dokter hewan. Di rombongan sirkus ini ia kelak akan melihat banyak hal yang tak seindah gemerlapannya sebuah pertunjukan sirkus yang dilihat penonton. Pertama-tama ia menyadari bahwa ada dua golongan yang saling membenci: golongan atas (performer) dan golongan bawah (pekerja). Dalam segala hal mereka dibedakan: gerbong tidur, tempat makan, makanannya, dan tentu saja cara pengelolaan HRD-nya.

Yang paling mengenaskan adalah “pelampumerahan” pekerja saat keuangan sirkus mengalami kesulitan. Pelampumerahan itu artinya mengenyahkan pekerja dengan cara yang kejam: melemparkan tubuh mereka ke luar gerbong kereta api begitu saja pada malam hari. Bagi pemilik sirkus, memberi makan hewan-hewan liar lebih baik daripada memberi makan pekerja yang notabene adalah manusia!

Karir Jacob sebagai dokter hewan sirkus seharusnya dapat berjalan mulus. Betapa tidak, meski bukan sebagai performer, ia sangat disukai August sehingga boleh makan di tenda performer. Ia juga diundang secara terhormat untuk makan malam di gerbong August dan istrinya Marlena. Namun ternyata takdir berkata lain, ia justru mendapati dirinya diam-diam jatuh cinta pada Marlena, yang tampaknya juga tak bertepuk sebelah tangan. Marlena tak tahan hidup bersama August yang memiliki kelainan jiwa. Suatu saat ia begitu ramah, lembut dan baik. Namun ketika terjadi masalah atau ada orang yang melangkahi wewenangnya, ia akan berubah menjadi kejam dan sadis.

Keadaan tak bertambah baik setelah Paman Al membeli seekor gajah bernama Rosie dari sirkus yang telah bangkrut. Gajah yang katanya pintar itu ternyata tak bisa melakukan apa-apa kecuali tersenyum, menggoda manusia di dekatnya dengan belalainya, menghabiskan banyak makanan, dan… yang paling keterlaluan: menyikat habis segentong limun yang sedianya dijual kepada para penonton. Rosie ternyata penyuka limun dan minuman keras! Meski Marlena menganggap itu lucu, bahwa seekor gajah bisa mencuri limun, namun tidak demikian halnya dengan August. Ia marah besar karena Paman Al akan membebankan kerugian limun padanya. Tabiat kejinya muncul, dan ia menyiksa Rosie yang malang dengan tongkat gajahnya sampai gajah itu menjerit-jerit gemetaran.

Kini barisan sakit hati pada August bertambah. Bukan saja kawan-kawan segerbong Jacob: Walter alias Kinko si badut cebol yang punya anjing kecil, dan Camel tua yang pertama kali memperjuangkan agar Jacob tidak dibuang dari sirkus, dan yang kini disembunyikan oleh Walter dan Jacob karena ia sakit keras dan mungkin akan dilampumerahkan. Banyak pekerja yang lain yang benci pada August, dan Rosie termasuk juga dalam daftar itu.

Kalau itu masih belum cukup, August yang cemburu pada hubungan Jacob dan Marlena, pada suatu malam mengamuk hebat dan hampir membunuh Jacob kalau Jacob tak diselamatkan kawan-kawannya tepat pada waktunya. Sayangnya, Marlena-lah yang akhirnya menerima kemarahan August hingga babak belur dan menjadi makin membenci August. Saat itulah Jacob merencanakan pelarian diri bersama Marlena. Dan hal itu jadi makin mendesak setelah ia menyadari suatu malam bahwa Walter dan Camel yang malang pun telah dilampumerahkan juga. Pada titik itu August dan Paman Al jadi berbalik membenci Jacob. Meski Jacob berjasa menemukan cara jitu melatih Rosie yang ternyata sama sekali tidak bodoh, sebaliknya amat cerdik, ia tetap akan menjadi sasaran pelampumerahan berikutnya.

Namun sebelum pelarian diri itu terwujud, pada suatu hari para pekerja yang telah dilampumerahkan datang kembali untuk membalas dendam. Dan mereka memilih saat yang tepat: saat pertunjukan sirkus berlangsung. Cukup dengan melepaskan hewan-hewan liar dari kandang mereka, maka keributan gawat pun terciptalah. Itulah kehebohan yang telah diceritakan pada prolog. Kali ini dapat kita ikuti secara kronologis dan jelas, termasuk juga adegan pembunuhan mengerikan itu. Kita langsung akan mengerti siapa yang terbunuh dan siapa pembunuhnya.

Sementara frame petualangan Jacob muda ini mengalir, sesekali scene akan berpindah ke frame di panti jompo dengan kerewelan Jacob tua yang selalu lupa pada nama perawatnya (Rosemary keliru dipanggilnya Rosie…) dan ingatannya yang sangat kuat pada tiap potongan adegan yang pernah terjadi di sirkus, meski ingatannya untuk hal-hal lainnya amat parah. Namun demikian, ada 2 hal yang tak berubah pada Jacob Jankowsky. Kecintaannya pada hewan dan sirkus, serta tekad sekeras baja. Kedua hal itu membuatnya nekat berjalan tertatih-tatih seorang diri dengan alat berjalannya demi menonton pertunjukan sirkus yang tengah berlangsung dekat panti jomponya. Dan di sirkus ini pula ia akan menceritakan untuk pertama kalinya, rahasia yang selalu ia bawa hingga 70 tahun ini, akan apa yang terjadi pada hari bersejarah itu, di mana Sirkus Benzini Bersaudara akhirnya hanya tinggal kenangan…

-----

Membaca buku ini membuat kita bertanya-tanya… Apa yang sebenarnya ada di balik gemerlapnya pertunjukan sirkus? Apakah para pawang hewan yang tampak begitu sayang pada hewan-hewan memang mencintai para hewan itu? Apakah para hewan yang saat pertunjukan menjadi lakon utama benar-benar mendapatkan perlakuan yang baik di balik “layar”? Kita mungkin tak pernah tahu. Namun yang aku tahu, aku takkan pernah tergoda membeli limun atau minuman yang dijual di arena sirkus, tanpa berprasangka: jangan-jangan minuman ini terbuat dari campuran air bekas minum kuda, gara-gara minuman yang asli telah dicuri salah seekor gajah seperti kisah Rosie??

Judul: Water For Elephants (Air Untuk Gajah)
Pengarang: Sara Gruen
Penerbit: Gramedia

Monday, January 3, 2011

Kembar Keempat

Buku ini menjadi buku pertamaku di tahun 2011, dan itu berarti sudah 1 tugas yang aku tunaikan di book challenge What's in a Name 4, yaitu untuk kategori buku dengan angka/number di judulnya. Terus terang buku ini kupilih untuk mengikuti book challenge karena aku sudah penasaran dengan ceritanya yang tampak menarik dan covernya yang bagus. Tapi setelah membaca beberapa halaman, aku jadi kecewa. Aku paling tak suka dengan penulis yang menyisipkan banyak sekali kata-kata yang sulit dimengerti (atau mungkin aku memang tak berjodoh dengan buku-buku berbau sastra ya?).

Menurutku pribadi, kata-kata yang "canggih" itu tidak membantu sama sekali bagi kenikmatan membaca. Karena kita sering jadi harus berpikir 2 kali tentang apa makna sesungguhnya kata itu. Mungkin karena itu pula aku lebih menyukai novel terjemahan. Karena di novel terjemahan anda takkan menemukan kata-kata aneh, semuanya dalam bahasa Indonesia yang resmi dipakai mulai aku sekolah hingga kini. Dan karena itu pula (maaf) hanya sedikit karya penulis Indonesia yang menjadi pilihanku. Karena kebanyakan kalau tidak temanya metropop, remaja, roman percintaan, ya novel serius dengan kata-kata "aneh" bertebaran. Kenapa sih dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar??


Ini nih contohnya kata "aneh" itu: mata mencelang, mulut melengah... (apa coba maksudnya?)
Ada juga kalimat "aneh": Havana menyeruput cangkir (padahal yang diseruput kan isi cangkir, bukan cangkirnya!)

Di luar semua itu, Sekar Ayu Asmara menjanjikan asyiknya menikmati "jalan-jalan" ke berbagai belahan dunia karena settingnya memang ada di beberapa negara. Sebut saja Amerika (Manhattan), Indonesia (Bali), Turki (Istambul), hingga Prancis (Paris). Kisah ini dibuka dengan peristiwa bunuh diri tiga orang wanita di tempat berbeda, namun sama-sama dengan cara meloncat dari tempat tinggi: satu dari Statue of Liberty di Manhattan, satu dari jembatan Bhosporous di Istambul, dan satu lagi dari Pura Luhur Uluwatu, Bali-Indonesia. Semuanya tanpa nama dan tanpa keterangan.

Kemudian kisah mulai bergulir di seputar insan-insan manusia dengan berbagai masalahnya di kota-kota dunia itu. Ada Axena si cantik yatim piatu yang akhirnya meretas karir menjadi model nomor satu dunia dan tinggal di New York. Ia pernah mencintai pria bernama Merav dan hampir menikahinya, sebelum Merav tewas saat peristiwa 911 yang meledakkan gedung WTC itu. Lalu ada Havanna, wanita cantik yang berpenampilan dan berkarir eksotis. Kepala plontos, dan bekerja sebagai fotografer khusus kasus bunuh diri. Ia pernah menjalin cinta terlarang dengan pria beristri: Yilmaz. Hingga akhirnya ia memutuskan Yilmaz karena pria itu menipunya.

Di sisi lain ada tiga kembar laki-laki dari keluarga Pusponegoro: Bhara, Bhadra dan Bhajra. Ketiganya hidup dan tumbuh bahagia dalam asuhan ibu mereka, Savitri Pusponegoro yang menjanda setelah kematian ayah mereka. Namun, meski selama ini hidup keluarga mereka sempurna, ketiga kembar itu selalu ingat ucapan terakhir ayahnya sebelum meninggal: Maafkan Bunda... Tak paham apa yang almarhum ayah mereka maksud, karena bagi si kembar tiga, ibunda mereka adalah wanita sekaligus ibu sempurna.

Bhara meniti karir sebagai penyanyi, dan ia diundang untuk audisi di sebuah drama musikal yang mengambil tema Prince of Bali. Masalahnya, audisi itu diadakan di New York, padahal sang Bunda baru saja didiagnosis menderita kanker. Namun akhirnya Bunda pulalah yang mendorong Bhara meninggalkannya seorang diri di Jakarta demi karirnya. Bhadra pun sedang berkompetisi di International Song Festival yang diadakan di Istambul. Lagu ciptaannya diikut sertakan dalam kompetisi itu. Sedang Bhajra sedang menggarap film dokumenter tentang kebudayaan dunia di Bali.

Takdirpun mempertemukan kelima insan itu, namun menurutku dengan cara yang agak kurang wajar. Bhara ternyata bergabung dalam agensi yang sama dengan yang menaungi Axena, membuat mereka bertemu, dan....langsung merasa klop satu sama lain pada pandangan pertama. Di lain pihak, Bhadra bersilang jalan dengan Havana, dan mereka berdua pun langsung merasa berjodoh satu sama lain pada saat pertama bertemu. Lain halnya dengan Bhajra yang tiba-tiba bertatapan mata dengan sesosok gadis Bali nan amat cantik ketika sedang melewati persawahan di daerah Jimbaran, Bali. Dan ia pun...seperti kedua saudara kembarnya... mengalami jatuh cinta pada pandangan pertama meski belum mengenal, atau bahkan berbicara.

Dari sini aku rasanya mulai mengerti sekilas kemana cerita akan bergulir. Bukankah judulnya Kembar Keempat? Sedangkan Bhara, Bhadra dan Bhajra adalah kembar tiga, jadi... pasti akan ada kembaran yang keempat kan, yang kemungkinan besar dari tokoh-tokoh lainnya? Mmm..dan konfliknya pun langsung terbayang di benakku....

Sebenarnya ide ceritanya bagus, sayang Sekar Ayu Asmara sang penulis, mengambil segi mistis untuk menjelaskan sekaligus menutup semua konflik dan misteri. Dan aku juga kurang percaya bahwa anak kembar selalu dibayangi nasib dan takdir yang sama. Misalnya, jatuh cinta pada pandangan pertama pada saat yang sama, jatuh cinta pada wanita-wanita yatim piatu, dan ending yang sama terjadi pada saat bersamaan pula. Akh....mengapa harus ada begitu banyak kebetulan?...

Judul: Kembar Keempat
Pengarang: Sekar Ayu Asmara
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama