Saturday, December 31, 2011

The Best Reading of 2011 Versi Fanda

Tak terasa, 365 hari telah berlalu semenjak aku menetapkan target membaca 100+ buku di tahun 2011. Dan...ternyata aku BERHASIL mencapai target itu. Dari 111 buku (menurut data Goodreads) yang telah kubaca, aku akan memilih THE BEST READING OF 2011 versi Fanda. Pertama-tama...aku tetapkan nominasinya dulu. Dari awal aku sudah mengumpulkan data buku-buku yang telah kubaca setiap trimester. Maka dari tiap trimester kupilih satu buku yang terbaik (kalau menunggu satt tahun pasti aku sudah lupa). Nah, inilah para nominator bacaan terbaik versi Fanda:

JANUARI – MARET

31. The Christmas Bus | 30. 60.000 Mil Di Bawah Laut | 29. Gratis | 28. Shakespeare's Landlord | 27. Surat Rossetti | 26. The Wizard of Oz | 25. The Social Media Marketing Book | 24. Dongeng Ketiga Belas | 23. Iblis & Miss Prym | 22. Ice Shock | 21. Misteri Kematian Poe | 20. The Tales of Terror & Detection | 19. Perpustakaan Rahasia Bibbi Bokken | 18. The Phantom Of The Opera | 17. Girl With A Pearl Earring | 16. The True Story of Hansel & Gretel | 15. The Secret of Platform 13 | 14. The Associate | 13. Betsy & The Emperor | 12. Treasure of Genghis Khan | 11. The Railway Children | 10. The Constant Gardener | 9. Perjalanan Ajaib Edward Tulane | 8. Sam's Letters To Jennifer | 7. Kumcer:Jerawat Cinta | 6. Ulysses Moore:Pintu Waktu | 5. The Einstein Girl | 4. Komik Serial Winnetou-Old Shatterhand (1-5) | 3. The First Day | 2. Water For Elephants | 1. Kembar Keempat

Winner: The Phantom of The Opera

APRIL – JUNI

20. The Count Of Monte Cristo | 19. Lee Raven Boy Thief | 18.Genghis Khan | 17. Ning-Anak Wayang | 16. Manxmouse | 15.The Innocent Man | 14. Lady and Unicorn | 13. Quo Vadis? | 12.Midnight for Charlie Bone | 11.The Beach House | 10. Wuthering Heights | 9. The Last Samurai: Official Movie Guide | 8. Di Mana Ada Cinta, Di Sana Tuhan Ada | 7. Persekutuan Misterius Benedict| 6. Wrinkle In Time | 5.Remember When | 4. Oliver Twist| 3. The Yearling | 2. The Last Emperor | 1. Of Mice And Men

Winner: The Yearling


JULI – SEPTEMBER

26. Hairless | 25. Treasure Island | 24. Uncle Tom's Cabin | 23.Outliers | 22. Arsene Lupin | 21.Romawi Kuno: Selidik National Geographic | 20. Eight Cousins | 19. The Iliad of Homer | 18. Big Breasts & Wide Hips | 17. Novel grafis: Age of Bronze 1: A Thousand Ships | 16. Saga No Gabai Baachan | 15. The Palace of Illusions | 14. Suddenly Supernatural 2: Kat Si Medium Penakut 13. Maya | 12. Letters to Sam | 11. Desiree | 10. A Golden Web | 9. The Heretic's Daughter | 8. The Day of the Jackal | 7.Salem Falls | 6. Kehancuran Troy| 5. The White Tiger | 4. The Heike Story | 3. The Prince and The Pauper | 2. Angel's Fall | 1.80 Hari Keliling Dunia

Winner: Desiree


OKTOBER – DESEMBER

25. Kim | 24. Cecilia & Malaikat Ariel | 23. A Christmas Carol | 22. Ziarah | 21. The Odessa File | 20. Joshua File #3 | 19. Madame Bovary |18. A Study in Scarlet | 17. Casper | 16. Istri Pilatus | 15. Cinta Tak Pernah Mati | 14. Conspirata | 13. Theo Boone 2: The Abduction | 12. Oidipus Sang Raja | 11. Therese Raquin | 10. The Sword in the Stone | 9. Comanche Heart | 8. Imperium | 7. Pangeran Bahagia | 6. The Virgin Blue | 5. The Odyssey of Homer | 4. The Remains of The Day | 3. Lady Chatterley's Lover | 2. The Pillars of The Earth | 1. Baudolino

Winner: The Pillars of The Earth

---

Kalau anda lihat, trimester pertama adalah masa paling produktifku. Mungkin karena ada liburan di akhir Desembernya, atau mungkin juga karena bukunya tipis-tipis, hehehe... Sekarang....dari keempat buku yang menjadi nominator...

The Phantom of The Opera
Aku suka pada kisahnya yang gothic namun eksotik, terutama karakter si Phantom of Opera. Nuansa opera juga membuatku jatuh cinta pada buku ini!

The Yearling
Dari awal aku membaca buku ini, aku sudah terpesona. Bersama The Yearling aku seolah dibawa melihat kehidupan keluarga Baxter dari dekat. Emosiku pun turut terbawa seiring sejalan dengan milik Jody di sepanjang kisah ini.

Desiree
Sebuah fiksi sejarah yang jauh dari membosankan. Penulisnya berhasil menjalin kisah yang indah dari sisi wanita yang (konon) menjadi cinta pertama Napoleon Bonaparte. Karakter Desiree yang menyenangkan mungkin faktor terpenting dalam kisah ini.

The Pillars of The Earth
Terus terang aku tak tahu bagaimana Ken Follett merangkai kisah memukau dengan alur yang tak pernah turun, dalam sebuah buku setebal 1000 halaman lebih ini. Sungguh, jalinan kisahnya asyik dan selama membaca aku terus ingin membaca ke halaman berikutnya dan berikutnya.

Wew...sulit juga ya memilih satu dari 4 buku yang bagus-bagus ini. Ada 2 kisah klasik dan 2 fiksi sejarah, dan semuanya mendapat 5 bintang dariku. Sebagai catatan, aku memilih buku-buku itu bukan hanya berdasarkan nilai di balik bukunya saja, tapi bagaimana buku itu sanggup membuatku terpesona. Karena itu, kusebut The Best Reading, bukan the best book. Apa bedanya sih? Buku yang bagus mungkin bagus dari sisi isi atau nilai moral dsb. Tapi bacaan yang bagus (menurutku lho) adalah bacaan yang mampu aku nikmati dari awal hingga akhir. Maka...setelah bimbang sesaat, akhirnya aku menjatuhkan pilihan sebagai THE BEST READING OF 2011 VERSI FANDA kepadaa...

**THE PILLARS OF THE EARTH by Ken Follett**


Yuhuuu! Kau pantas menerima gelar ini Ken, karena karya yang kau selesaikan dalam waktu 3 tahun 3 bulan ini memang selalu mengambil banyak porsi dalam benakku selama aku membacanya. Boleh dibilang Pillars memenuhi semua keinginanku pada sebuah buku: action ada, bumbu romantis ada, sejarah ada, estetika pun ada--terwakili oleh arsitektur gereja. Satu hal lagi, entah mengapa aku suka banget pada kisah-kisah bersetting kolosal. Dalam hal ini diwakili oleh pembangunan sebuah katedral yang konon berlangsung selama puluhan tahun.

Fiuhh...tuntas sudah tugasku di penghujung tahun ini. Tahun yang berkesan bagiku, karena pada tahun inilah minat bacaku mulai kembali normal. Apakah yang akan kutemui di bacaan-bacaan tahun depan? Akankah aku menemukan buku-buku yang se-menakjubkan The Best Reading-ku tahun ini? Atau adakah buku yang akan mengalahkannya? Hmmm...aku baru akan bisa menjawabnya tepat pada tanggal yang sama, tahun depan, 365 hari lagi.

Meminjam quote dari Forrest Gump, yang kuubah sedikit: "A book is like a box of chocolate, you never know what you're gonna get in the next pages."

So...see you next year! Ayo membaca buku!!

Friday, December 30, 2011

Book Challenge: What's In A Name 5

Tahun 2012 aku kembali mengikuti book challenge dari blog ini. Sama seperti tahun kemarin, tantangannya adalah membaca buku yang judulnya mengandung tema tertentu. Untuk tahun ini lebih menantang kayaknya,

(yang warna merah adalah pilihanku, tapi ada 2 tema yang belum ketemu calon bukunya. Ada yang bisa bantu??)

1. A book with a topographical feature (land formation) in the title: exp. Black Hills, Purgatory Ridge, Emily of Deep Valley
Notes from Underground by Fyodor Dostoyevsky

2. A book with something you'd see in the sky in the title: exp. Moon Called, Seeing Stars, Cloud Atlas
Pesawat Pos Selatan by Antoine de Saint-Exupery

3. A book with a creepy crawly in the title: exp. Little Bee, Spider Bones, The Witches of Worm
Laba-Laba dan Jaring Kesayangannya (Charlotte's Web) by E.B. White - DONE

4. A book with a type of house in the title: exp. The Glass Castle, The Girl Who Kicked the Hornet's Nest, Ape House
The Shack by William P. Young - DONE

5. A book with something you'd carry in your pocket, purse, or backpack in the title: exp. Sarah's Key, The Scarlet Letter, Devlin Diary
The Scarlet Letter by Nathaniel Hawthorne

6. A book with something you'd find on a calendar in the title: exp. Day of the Jackal, Elegy for April, Freaky Friday, Year of Magical Thinking
Twenty Years After by Alexandre Dumas

Yah, bagaimana pun juga yang namanya tantangan berarti tidak mudah kan? Semakin menantang semakin baik. Moga-moga dalam rentang satu tahun aku akan temukan buku-buku yang tepat. Bagaimana denganmu? Tertarik ikutan juga? Langsung saja klik di sini.

Selain itu, aku juga bikin reading challenge sendiri ala Baca Buku Fanda: Name In A Book Challenge. Kalau berminat, silakan ikut!

Thursday, December 29, 2011

Name In A Book Challenge 2012

UPDATE

Wrap Up Post untuk challenge ini akan dibuka tgl. 1 Desember 2012.

------

Yay..tahun 2012 sudah hampir tiba! Buku-buku apa yang akan kubaca di tahun 2012 ya? Supaya asyik, aku bakal ikut beberapa reading challenge di tahun 2012 ini. Salah satunya aku bikin sendiri, yang lain ikut blogger luar. Ini dia reading challenge versi Baca Buku Fanda:

Name In A Book Challenge 2012

Tantangannya adalah membaca buku-buku fiksi yang mengandung nama orang di judulnya (nama orang lho, bukan hewan). Misalnya saja: Sarah's Key, Iblis & Miss Prym, Harry Potter & the Deathly Hallows.

Ini aturannya:

1. Buku harus fiksi, bukan non fiksi (biografi / memoar/ buku rohani).
2. Nama yang ada di judul adalah nama seseorang, bukan nama hewan peliharaan, bukan grup/perkumpulan (mis. The Mysterious Benedict Society).
3. Boleh nama lengkap, boleh nama panggilan, tapi bukan nama sandi (mis. The Day of the Jackal).
4. Membaca minimal 6 buku (lebih boleh dong) untuk reading challenge ini, mulai 1 Januari s/d 31 Desember 2012.
5. Boleh digabung dengan reading challenge lainnya yang kalian ikuti.
6. Judul yang sudah dicantumkan dari awal, boleh diganti dengan yang lain.
7. Pasang button Name In A Book Challenge 2012 di blogmu.
$0D
Gampang kan? Aku sendiri mentarget akan membaca 10 buku untuk challenge ini, sudah ada 7 buku yang ada di tumpukan. Sisanya akan menyusul. Ini dia daftar reading challenge-ku:

1. [DONE] -- Pope Joan by Donna Woolfolk Cross

2. [DONE] -- Evolusi Calpurnia Tate by Jacqueline Kelly

3. [DONE] -- Pontius Pilatus by Paul L. Maier

4. [DONE] -- Alice's Adventures in Wonderland by Lewis Carroll

5. [DONE] -- Kehidupan Abadi Henrietta Lacks by Rebecca Skloot


6. [DONE] -- Genghis Khan #2: Badai Di Tengah Padang by Sam Djang


7. [DONE] -- The Murder of Roger Ackroyd by Agatha Christie


8. [DONE] -- Juliet by Anne Fortier


9. [DONE] -- Doctor Zhivago by Boris Pasternak


10. [DONE] -- The Picture of Dorian Gray by Oscar Wilde



11. [DONE] -- The Adventures of Sherlock Holmes by Sir Arthur Conan Doyle

12. [DONE] -- The Great Gatsby by F. Scott Fitzgerald


13. [DONE] -- Joshua Files # 4: Dark Parallel by M.G. Harris 


14. [DONE] -- The Penderwicks by jeanne Birdsall


15. [DONE] -- Selene by Michelle Moran


16. [DONE] -- Rahasia Meede by E.S. Ito



17. [DONE] -- Vivaldi's Virgins by Barbara Quick

18. [DONE] -- I, Claudius by Robert Graves

Ikutan yuuk! Tinggalkan saja komentar kalau kalian mau ikut, beserta nama blogmu, agar semua mengetahui siapa saja yang ikut.

Kalau kalian sudah menyelesaikan reading challenge, silakan tinggalkan komentar beserta URL posting tentang buku-buku yang telah kalian selesaikan. Dengan begitu akan menambah wawasan tentang buku bagi yang lainnya.

Bagi yang tidak memiliki blog, bisa menyertakan URL review Goodreads atau notes FB. Yang tidak memiliki semuanya, silakan tulis saja buku-buku yang telah diselesaikan di kolom komentar.
Selamat menantang diri sendiri! Jangan curang lho... (meski tak ada sanksinya sih, ini hanya untuk 'fun' saja kok)..

Wednesday, December 28, 2011

Cecilia & Malaikat Ariel

“Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal.” ~1 Kor 13:12.

“For now we see through a glass, darkly; but then face to face: now I know in part; but then shall I know even as also I am known.” (teks dari Bible versi King James).

Through A Glass, Darkly adalah judul asli buku karya Jostein Gaarder ini. Judul itu diambil dari cuplikan teks Alkitab yang kukutip di atas. Lalu apa hubungannya dengan Cecilia & Malaikat Ariel yang menjadi judul versi terjemahannya ini? Itu karena memang inti buku ini terletak pada dialog antara tokoh Cecilia dan Malaikat Ariel. Itu sebabnya juga, sub judul buku ini adalah Kisah Indah Dialog Surga dan Bumi.

Cecilia adalah seorang anak kecil yang harus terbaring sakit pada suatu malam Natal. Saat itu ia sudah semakin lemah, dan keluarganya sadar bahwa sewaktu-waktu ia akan tiada. Mereka--ayah, ibu, kakek, nenek dan sang adik Lars, berusaha memberikan perhatian dengan menyediakan apa yang diinginkan Cecilia. Mereka memberinya kado Natal papan ski dan toboggan (kereta luncur), meski mereka tak yakin Cecilia akan bisa menggunakannya di musim salju itu. Meski Cecilia harus berbaring di kamarnya di lantai atas, mereka membuka pintu kamarnya sehingga Cecilia tetap bisa merasakan suasana persiapan Natal yang terjadi di bawah. Aroma kulit pohon Natal yang masih segar, suara denting piano lagu-lagu Natal, semuanya diserap Cecilia sehingga ia turut merasakan Natal. Bahkan ketika tiba waktunya membuka kado-kado, ia khusus dibopong turun ke ruang keluarga, dan bergembira bersama yang lain membuka kado.

Namun, momen-momen terindah Cecilia di saat Natal itu, justru datang dari sesosok malaikat bernama Ariel. Malaikat Ariel suka datang ke kamar Cecilia di malam hari, ketika seluruh keluarga tertidur nyenyak. Mereka mengobrol lama, bahkan kadang-kadang mereka berdua berpetualang dengan ski dan toboggan baru Cecilia di hamparan salju di luar rumah. Apa saja yang mereka obrolkan? Tentu saja tentang perbedaan antara manusia yang fana dan malaikat yang ilahiah; antara bumi dan surga. Yah..sebenarnya itulah keseluruhan kisah dalam buku ini. Kalau begitu, di mana letak keistimewaannya? Kekuatan buku ini justru terletak dalam dialog Cecilia dan Malaikat Ariel.

Dalam dialog ini, Jostein Gaarder menumbuhkan kesadaran kita akan hakikat manusia. Ketika menciptakan manusia, Tuhan telah menganugerahkan sekeping diriNya kepada manusia. Sehingga, meski manusia terdiri dari darah dan daging seperti hewan yang fana, manusia juga memiliki sepercik keilahian dalam dirinya, seperti yang telah dianugerahkan pada Adam & Hawa. Seperti dikatakan Ariel:

"Kau adalah hewan dengan ruh malaikat, Cecilia. Itu berarti, kau dianugerahi hal-hal terbaik dari dunia." ~hlm. 50.

"Bukan hanya Adam dan Hawa yang saat itu tercipta. Saat itu, sebagian kecil dirimu ikut tercipta. Kemudian, suatu hari, mendadak tiba giliranmu untuk melihat apa yang telah Tuhan ciptakan. Kau diguncangkan keluar dari lengan jas Tuhan dan kau temukan dirimu menghirup udara, benar-benar hidup." ~hlm. 42. Entah mengapa, aku paling suka dengan bagian ini!

Sayangnya, apa yang dimiliki manusia ketika lahir dan masih kanak-kanak itu segera memudar dengan berjalannya waktu, dan dengan segala ilmu pengetahuan yang dijejalkan dalam otak manusia, sama seperti yang terjadi dengan Adam & Hawa yang menyebabkan mereka diusir dari Taman Firdaus.

Meski memiliki sepercik keilahian, Cecilia tak mampu memahami atau sulit mencerna apa yang terjadi di surga. Itu karena manusia memang 'melihat melalui cermin' sehingga mereka tak mendapat gambaran yang sempurna. Gambaran sempurna itu akan mereka dapatkan, ketika mereka meninggalkan kefanaan dunia dan berpindah ke surga. Seperti yang dijanjikan Tuhan lewat kata-kata St. Paulus dalam ayat Alkitab di atas.

Selain itu, lewat Malaikat Ariel, Gaarder mencoba mengingatkan kita akan betapa rapuh dan tidak nyatanya hidup manusia di dunia ini. Kita sering merasa hidup kita lah yang paling nyata, sedangkan 'kehidupan lain' adalah sesuatu yang di awang-awang, belum tentu ada. Padahal menurut Ariel, justru manusia lah yang tak nyata. "Bagi kami, kalian adalah hantu, Cecilia, bukan sebaliknya. Kalian mendadak muncul, dan setiap kali seorang bayi diletakkan di dalam perut ibunya, itu adalah suatu keajaiban. Tapi, secepat itu pula kalian pergi. Seolah-olah Tuhan bermain gelembung sabun dengan kalian." ~hlm. 77.

Sepercik keilahian yang kita miliki itu mewujud, misalnya saat kita bermimpi atau berimajinasi. Karena saat itu, menurut Malaikat Ariel, kita sama saja dengan malaikat. Malaikat tak memiliki indra penglihatan; penglihatan itu datang dari pikiran. Yang lebih menarik lagi--menurut Ariel, Tuhan menciptakan mata bagi manusia agar ia dapat berbagi proses penciptaan dengan manusia. "Setiap mata adalah sekeping kecil misteri Ilahi. Mata manusia adalah cermin tempat sisi kreatif dari kesadaran Tuhan bertemu muka dengan diri-Nya sendiri dalam ranah ciptaan." ~hlm 99.

Pada akhirnya Malaikat Ariel berhasil memberikan pengertian pada Cecilia, sekaligus kepada kita, betapa berharganya diri manusia di mata Tuhan. Itulah keagungan penciptaan Tuhan yang merupakan misteri Ilahi. Kita tercipta sebagai makhluk fana, namun sekaligus memiliki sepercik keilahian. Kita tercipta sebagai citra Allah, namun sekaligus memiliki kelemahan. Mengapa begitu? Kita takkan pernah sanggup memahaminya, karena saat kita masih hidup di dunia, kita hanya melihat melalui cermin gambaran yang samar-samar. Yang jelas, kita menggenggam janji Tuhan, bahwa kelak kita akan melihat keseluruhan gambaran itu ketika kita sampai di surga.

Sekali lagi, Jostein Gaarder berhasil memukauku dengan sebuah kisah berbingkai suasana Natal yang teramat sederhana, namun teramat dalam maknanya. Mungkin memang begitulah seharusnya kita menjalani hidup kita sendiri. Alih-alih meruwetkan diri dengan segala macam hal duniawi, seharusnya kita menjalani hidup dengan cara yang sederhana. Kita pernah menjadi kanak-kanak, jangan biarkan sisi kekanakan kita menghilang dan membuat kita menjadi skeptis pada semua yang ilahiah. Jangan sampai kita menjadi sok pintar seperti Adam & Hawa, lalu dibuang dari surga selamanya! Kita harus berterima kasih pada Jostein Gaarder yang telah mengingatkan kita lewat kisah sederhana nan manis ini.

Lima bintang untuk Cecilia, Malaikat Ariel, dan Jostein Gaarder. Saat ia datang ke Indonesia beberapa waktu lalu, ia mengakui bahwa Through A Glass, Darkly merupakan salah satu karyanya yang paling ia sukai.

Judul: Cecilia & Malaikat Ariel
Judul asli: Through A Glass, Darkly
Penulis: Jostein Gaarder
Penerjemah: Andityas Prabantoro
Penerbit: Mizan
Terbit: Desember 2008
Tebal: 210 hlm

Note: Review ini terbit sesaat setelah Natal, dan ini merupakan proyek baca bareng BBI (Blogger Buku Indonesia). Maka aku sekaligus ingin mengucapkan: SELAMAT HARI NATAL 2011 bagi semua yang merayakannya. Semoga dengan kesadaran baru lewat buku ini, hati kita menjadi tempat yang layak bagi Yesus mungil yang lahir di hari Natal ini!

Thursday, December 22, 2011

Ziarah (The Pilgrimage)

Menurut John C. Maxwell dalam bukunya: The Success Journey (Perjalanan Menuju Sukses), kesuksesan itu bukanlah tujuan melainkan perjalanan. Kesimpulan yang sama kuperoleh setelah membaca buku karya Paulo Coelho ini: The Pilgrimage atau Ziarah.

Dalam The Pilgrimage, Paulo Coelho mengisahkan perjalanan ziarahnya sendiri demi memenuhi syarat untuk menjadi Guru suatu ordo yang disebut RAM (Regnum Agnus Mundi) yang berada di bawah naungan persaudaraan besar di dunia yang disebut “Tradisi”. Awalnya Coelho—sang narator di buku ini, sudah dalam tahap penobatan sebagai Guru, ketika ia melakukan sebuah kesalahan besar. Sebagai Guru, Coelho akan menerima sebuah Pedang. Sayangnya, karena ia terlalu bangga dengan pencapaiannya, ia jadi serakah dan ingin segera memiliki Pedang itu. Guru-nya pun akhirnya membatalkan penobatan, dan menyuruh Coelho berjuang kembali dari awal untuk menemukan Pedangnya—yang akan disembunyikan di suatu tempat. Itu berarti Coelho harus meninggalkan seluruh kehidupannya termasuk keluarga dan pekerjaan, untuk menjalani ziarah selama beberapa bulan. Maukah Coelho mengambil resiko besar itu? Mampukah ia menemukan Pedangnya?

Mendapatkan Pedang memang tujuan dari ziarah itu, namun perjalanan itu sendiri yang sebenarnya harus dilalui oleh Coelho untuk mencapai impiannya. Ziarah yang ia lakukan adalah rute perjalanan abad pertengahan yang terletak di Spanyol, disebut sebagai Jalan Misterius Menuju Santiago. Pada abad pertama dulu, umat Kristiani—seperti halnya umat Muslim, juga diharapkan melakukan peziarahan suci. Ada 3 rute yang bisa dipilih: pertama menuju pusara Santo Petrus di Roma, kedua menuju Makam Suci Kristus di Yerusalem, dan ketiga menuju jasad salah satu murid Yesus yang bernama San Tiago (St. Yakobus) dikuburkan di Iberia, Spanyol. Jalan Santiago ini disebut juga sebagai Jalan Bimasakti karena rasi bintang itu dibuat acuan pagi peziarah di malam hari. Jasad itu berada di Katedral Santiago de Compostela yang terkenal di Spanyol.

Perjalanan dimulai dari kota di perbatasan Prancis dan Spanyol: Saint-Jean-Pied-de-Port. Di sini Coelho pertama kalinya bertemu dengan Petrus, pemandunya. Bersama mereka berjalan kaki menaiki gunung, menuruni lembah, bahkan ‘menjinakkan’ air terjun. Hanya berbekal ransel, mengenakan pakaian sederhana dan lambing kerang yang menunjukkan identitas seorang peziarah, membawa makanan seadanya, dan tidur di mana saja. Dalam perjalanan itu berkali-kali Coelho mengalami cobaan. Salah satunya dari iblis yang disebut Legiun (karena jumlahnya banyak) yang merasuk ke dalam seekor anjing. Berkali-kali Coelho bertemu dengan si anjing, dan selama itu keduanya “bertarung”.

Di sisi lain, Petrus juga mengajarkan sebelas ritual RAM yang akan membantu Coelho dalam perjalanan spiritualnya. Coelho bahkan memberikan langkah-langkah setiap latihan itu di buku ini.

Namun halangan terbesar bagi Coelho untuk mendapatkan pedang itu sebenarnya justru berasal dari dirinya sendiri. Ia—seperti halnya kita semua, salah dalam merumuskan tujuan hidup kita. Pikiran Coelho selama perjalanan selalu fokus pada ‘menemukan Pedang’. Ia lupa untuk merenungkan apa yang hendak ia perbuat dengan Pedang itu untuk kebaikannya dan dunia, yang seharusnya merupakan tujuan utama dari segala ziarah dan ritualnya itu.

Jadi, berhasilkah Coelho menyelesaikan perjalanan dan menemukan Pedang itu? Dan mampukah ia mengalahkan Legiun? Semuanya dituliskan dengan cukup apik oleh Coelho. Meski agak membosankan karena tak begitu mengerti tentang ritual mistik ini, kurasa Coelho telah berhasil membuat pengalaman ziarahnya menjadi semacam kisah yang seru dan tegang, namun juga mengandung permenungan bagi kita semua. Meski aku tak ingin menjalani ziarah dan melakukan ritual-ritual itu, aku jadi diingatkan kembali akan cinta agape, akan perseteruan antara yang baik dan jahat dalam diriku, juga akan bagaimana aku menjalani hidup ini.

Tiga bintang untuk The Pilgrimage!

Judul: Ziarah (The Pilgrimage)
Penulis: Paulo Coelho
Penerjemah: Eko Indriantanto
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Februari 2011
Tebal: 263 hlm

Thursday, December 15, 2011

Zero Moment: The Joshua Files #3

"Aku ingin berenang melawan arus waktu" adalah ungkapan seorang penulis bernama Italo Calvino, yang mengekspresikan keinginannya untuk kembali ke masa lampau dan menghapus peristiwa-peristiwa yang menyebabkan kesulitan pada masa sekarang. Seberapa sering anda merasakan hal seperti itu juga? ‘Andai dulu aku tak mengatakan itu...; andai dulu aku melakukan A, bukannya B...’, dan andai-andai yang lain. Kadang ketika kita mengurai benang kusut kesulitan yang sedang kita alami, kita akan tiba pada kesimpulan bahwa peristiwa X itulah yang memulai segalanya. Itulah "titik nol"nya. Kalau aku bisa menghapus titik nol itu, semua kesulitan dan masalah ini takkan terjadi. Begitulah yang sering kita pikirkan, sama halnya yang dipikirkan oleh Joshua Garcia di buku ketiga The Joshua Files karya M.G. Harris: Zero Moment (Titik Nol).

Masih ingat kan dengan petualangan remaja asal Spanyol, yang ternyata keturunan bangsa Maya dan menemukan inskripsi Maya (Codex Ix) yang meramalkan kehancuran dunia pada tahun 2012? (Anda bisa membaca dulu review bagian pertama dan keduanya). Setelah momen yang membuat shock Joshua di Gunung Orizaba yang melibatkan ayahnya, Josh seolah ingin menghapus semua tentang Ek Naab dan Codex Ix dari ingatannya, dan (mencoba) kembali menjadi remaja biasa di Oxford, Inggris. Ia masih suka berlatih capoeira, dan sedang menghadapi kompetisi capoeira tingkat dunia yang akan diadakan di Brazil. Namun sebelum itu terjadi, tiba-tiba Ixchel (masih ingat kan cewek manis bangsa Maya yang menemani Josh di petualangannya di Ice Shock?) menghubungi Josh lewat serangkaian e-mail, yang lalu berlanjut lewat chat room 3D.

Dan sedikit demi sedikit kita dibawa ke suasana hati Josh yang telah mulai berkenalan dengan cinta. Asyik juga mengikuti pergolakan masa remaja (yang dulu pun pernah kita semua rasakan) yang terjadi dalam diri Josh. Di satu sisi mati-matian menutupi perasaannya pada si cewek, tapi di sisi lain mati-matian juga mengharapkan perhatian si cewek. Marah ketika si cewek terlihat akrab bersama cowok lain, tapi ketika si cewek berusaha mendekat, malah bersikap kasar pada si cewek. Begitulah kira-kira yang terjadi pada Josh dan Ixchel saat mereka berdua, bersama Mum (ibu Josh), Tyler, Benicio, dan Montoyo pergi ke Brazil dalam rangka kejuaraan capoeira itu. Josh merasa bingung dengan perasaannya saat itu, dulu ia dan Ixchel adalah teman, lalu mengapa tba-tiba ada perasaan yang berbeda tumbuh di hatinya?

Untuk sejenak, kita dibawa pada kehidupan normal Josh dkk. Namun hal itu tak lama, karena dalam sebuah perjalanan wisata dengan naik buggy (kendaraan khusus padang pasir), terjadilah hal yang tak diinginkan. Karena marahan pada Ixchel dan Mum, Josh memutuskan pindah ke buggy Montoyo dan Benicio. Ternyata dalam perjalanan itu, penumpang buggy satunya (Mum, Ixchel dan Tyler) diculik!

Maka dimulailah petualangan yang mendebarkan yang disuguhkan dengan apik oleh M.G. Harris. Seperti dapat ditebak, insiden penculikan itu sebenarnya ditujukan pada Josh, karena Sekte Huracan (musuh Ek Naab yang ingin merebut Codex Ix) memang mengincar Josh untuk dijadikan bahan riset. Taruhannya adalah Josh menyerahkan diri, atau penculik akan membunuh sandera, yang adalah tiga orang yang sangat disayangi Josh: ibunya, ceweknya, sahabatnya. Apa keputusan Josh?

Selain itu, Josh masih tetap memiliki keinginan untuk memperbaiki Gelang Itzamna--yang ia dapat dari ayahnya di Gunung Orizaba dalam keadaan rusak. Hanya dengan gelang itulah, ia meyakini dirinya akan dapat berjalan menembus waktu. Josh percaya, keinginan ayahnya sewaktu mereka berpisah di Gunung Orizaba, adalah agar Josh melakukan perjalanan waktu ke masa lampau (titik nol), dan mengubah jalannya sejarah agar apa yang terjadi di Gunung Orizaba tak perlu terjadi. Semakin lama tekad Josh untuk itu makin kukuh, meski Ixchel dan Tyler mengkhawatirkannya.

Maka petualangan pun segera pindah ke Ek Naab lagi. Kali ini Tyler mendapat kesempatan berkunjung ke sana bersama Josh. Namun, alih-alih mengalami liburan, ia harus mengarungi petualangan berbahaya bersama Josh dan yang lainnya. Semuanya berawal dari SMS yang diterima Josh di ponsel Ek Naab-nya, yang sepertinya mengarahkan Josh untuk menemukan sesuatu yang amat penting. Kejar-kejaran full action, termasuk perjalanan menembus waktu yang bikin deg-deg-an, semuanya ada di buku ketiga ini!

Sungguh, buku ketiga The Joshua Files ini menurutku lebih menegangkan dari kedua buku sebelumnya. Bahaya-bahaya yang dihadapi Josh lebih serius, dan keberanian serta percaya diri tampaknya juga mulai muncul dalam diri Josh. Tapi yang paling unik, sisi remaja Josh juga mengemuka di sini. M.G. Harris sangat memahami para pembacanya yang mayoritas remaja. Empat bintang buat Josh dan M.G. Harris! Moga-moga buku keempat dan kelimanya akan lebih memukau dari tiga seri sebelumnya.

Judul: The Joshua Files #3: Zero Moment
Penulis: M.G. Harris
Penerjemah: Nina Andiana
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Oktober 2011
Tebal: 368 hlm

Monday, December 5, 2011

Casper: Si Kucing Lucu Penumpang Bus

"Hargailah apa yang kaumiliki, raihlah cinta di mana kau menemukannya dan selalu luangkanlah waktumu walau sejenak untuk mengagumi seekor kucing yang cantik ketika ia berlalu di hadapanmu. Karena siapa tahu, kucing itu memiliki sesuatu untuk diajarkan kepadamu...." Itulah pesan Casper--Si Kucing Lucu Penumpang Bus kepada kita, manusia. Dan seperti yang ia katakan, aku pun telah belajar sesuatu dari Casper, dengan membaca buku ini. Buku yang berisi kisah nyata Casper dari penuturan "mama"nya, Susan Finden.

Meski menjadi alasan buku ini ditulis, Casper tak serta merta memenuhi seluruh halaman buku ini. Susan Finden juga mengisahkan sekelumit kisah hidupnya, terutama yang banyak dipengaruhi oleh kehadiran kucing peliharaannya. Susan memang pecinta kucing, dan Chris--suami keduanya ternyata amat mendukungnya. Susan dan Chris bukan hanya memelihara kucing agar terhibur dengan kecantikan dan kelucuan mereka saja. Ada misi mulia yang mereka emban. Latar belakang Susan merawat kaum lansia dan orang dewasa dengan ketidakmampuan belajar, membuatnya ingin memelihara kucing tua atau yang penyakitan. Kucing-kucing ini bukanlah jenis yang banyak dipilih orang untuk dipelihara. Namun Susan senang memelihara mereka, karena ingin mencurahi mereka dengan kenyamanan dan kasih sayang, terutama di penghujung hidup mereka yang malang.

"Dengan merawat kucing-kucing liar tua, kuharap aku dapat memperbaiki berbagai ketidakadilan yang telah mereka alami selama bertahun-tahun. Dengan memberikan kasih sayang dan perawatan selama hari-hari terakhir mereka, aku sendiri mendapatkan sejumlah kesenangan dan kepuasan." (Susan) ~hlm. 13.

Casper masuk ke kehidupan Susan dan Chris setelah ia dijemput dari rumah penampungan, di mana ia dipanggil Morse. Begitu tiba di rumah barunya, Susan langsung menyadari bahwa "Morse" suka mengilang tiba-tiba bak hantu. Karena itulah nama "Casper" (si hantu cilik) pas juga disematkan pada kucing berbulu hitam putih yang keras kepala ini.

Sejak itu, Casper menjadi kucing kesayangan Susan. Susan menguraikan secara detail sifat-sifat unik Casper, yang di antaranya tak suka dikekang, dan suka berkelana. Kebiasaan terakhir itu dipergoki Susan ketika ia pergi ke klinik kesehatan, dan menemukan kucingnya sedang duduk manis di kursi ruang tunggu, seolah ia memang langganan klinik itu. Keluarga Finden sendiri suka berpindah-pindah rumah, dan ketenaran Casper akan dimulai ketika mereka pindah ke kota Plymouth.

Rumah Susan yang baru ini letaknya persis di seberang halte bus. Tanpa sepengetahuannya, Casper sering menyeberang ke halte, mengantre untuk masuk bus bersama penumpang lain, lalu duduk manis sambil menikmati perjalanan menyusuri kota, hingga bus kembali ke halte itu dan menurunkan Casper untuk pulang ke rumahnya. Para supir bus menikmati selingan lucu ini, para penumpang bus menyenangi kehadiran penumpang berbulu yang sering duduk di pangkuan mereka sambil membiarkan dirinya digendong dan dibelai. Casper bahkan punya kursi favorit-nya sendiri di bus itu! Yang lebih aneh lagi, Casper punya bus favorit juga. Ia hanya mau menumpang di bus First (di Plymouth ada 2 perusahaan yang mengoperasikan bus). Akhirnya terjadi hubungan simbiosis mutaulaistis antara Casper dan pengemudi/penumpang bus. Casper memberikan hiburan bagi pengemudi/penumpang, pengemudi/penumpang menjaga keselamatan Casper hingga pulang kembali ke rumahnya.

Casper duduk santai di kursi favoritnya


Casper menjelajahi bus-nya


Casper berfoto bersama "mama" Susan Finden, dan Rob--pengemudi First Bus kesayangan Casper

Kebiasaan Casper jalan-jalan "kelana kota" ini akhirnya tercium oleh media massa. Awalnya kisahnya diulas secara khusus di Plymouth Herald, koran lokal. Namun tak butuh waktu lama, kisah unik kucing yang menumpang bus ini tersebar ke seluruh penjuru Inggris, bahkan akhirnya ke seluruh dunia! Situs web BBC, Daily Telegraph dan Daily Mail ramai-ramai memungut kisah Casper dari Plymouth Herald. Bahkan konon Casper punya Page sendiri di Facebook! Jadilah Casper seekor selebritas dunia baru!

Apa yang terjadi pada Casper setelahnya? Yah...tak ada yang berubah sih. Dia tetap saja hobby kabur dari rumahnya, tetap doyan rolade kalkun sehingga tak bisa menolak tiap kali dirayu Susan untuk pulang, dengan sepotong rolade kalkun. Ketenaran tak berarti apa-apa bagi Casper. Itulah salah satu perbedaan besar kucing dengan manusia. Seringkali kupikir, kucing lebih bijak daripada manusia, karena ia tahu mana yang penting dan mana yang tak penting dalam hidup. Dalam hatinya sendiri, Casper memandang sinis perhatian berlebihan dan kehebohan di sekitarnya. Tunggu dulu! Darimana aku tahu bahwa Casper berpikir begitu? Oh...itu karena di buku ini, beberapa bab didedikasikan khusus untuk Casper. Maksudnya? Maksudnya, Casper ikut mengeluarkan uneg-unegnya tentang hidupnya, juga menuliskan tips-tips untuk hidup bersama manusia, bagi teman-teman kucingnya. Lucu bukan? Ini cuplikannya,

"Menyelinap keluar ketika manusia mengurus bulu kepala mereka, menggambari wajah masing-masing, memilih apa yang harus dikenakan, atau salah satu dari banyak hal lain yang menurutku hanya membuang-buang waktu mereka setiap harinya..." ~hlm. 138.

Lalu akhirnya? Yah...seperti banyak kisah tentang hewan peliharaan lainnya, kita harus siap-siap menangis ketika Casper harus meninggalkan dunia ini, dan pergi ke "titian bianglala". Konon kesanalah hewan peliharaan "pergi", untuk kelak bertemu kembali dengan pemiliknya. Manis ya?

Hidup seekor kucing memang sangat singkat, namun dalam waktu yang singkat itu rupanya Casper telah banyak mempengaruhi manusia. Di tengah kerasnya hidup jaman ini, Casper menawarkan "oase" yang menyegarkan. Hanya dengan menjadi dirinya sendiri, Casper melembutkan hati banyak orang dan mengeluarkan kebaikan mereka semua bagi dunia. Dari buku ini pula, aku menyadari bahwa hewan pun memiliki karakter unik, seperti manusia. Karakter itu dibangun, seperti manusia, lewat pengalaman masa lampau dan lingkungan di mana ia sebelumnya tinggal.

Yang memprihatinkan, adalah masih banyak orang yang tak peduli pada hewan peliharaan, khususnya kucing. Di Inggris saja, tak ada hukuman bagi pengemudi yang menabrak kucing; lain halnya bila yang ditabrak anjing. Wah, apalagi di negara kita, menabrak manusia pun, pengemudi masih bisa lolos dari jerat hukum!

Aku memberikan 3 bintang bagi Casper. Yang kusayangkan hanya porsi untuk "curhat" Casper tidak banyak. Menurutku, akan jauh lebih menarik kalau porsi Casper diperbanyak, ketimbang membaca porsi Susan yang agak membosankan karena pengulangan dan terlalu banyak isi surat yang ditulis di sini (padahal isinya hampir sama).

Video tentang Casper:


Judul: Casper--Si Kucing Lucu Penumpang Bus
Penulis: Susan Finden (dituliskan oleh Linda Watson-Brown)
Penerjemah: Nadya Andwiyani
Penyunting: Anton Kurnia
Penerbit: Serambi
Terbit: September 2011
Tebal: 300 hlm

Friday, November 11, 2011

The Abduction: Theodore Boone 2

Theodore Boone, si pengacara cilik, kembali diajak beraksi oleh “ayah”nya, maestro kisah-kisah thriller hukum favoritku: John Grisham. Setelah berhasil memecahkan misteri sebuah kasus pembunuhan di buku pertama: Theodore Boone: Pengacara Cilik, kali ini Theo menghadapi sebuah kasus penculikan.

Masih ingat teman cewek Theo yang bernama April? Di buku pertama, April yang tumbuh di keluarga yang tidak bahagia, sempat dimunculkan oleh Grisham. Kali ini ia menjadi salah satu tokoh utamanya. April diceritakan tiba-tiba menghilang pada suatu malam, hanya beberapa jam setelah mengobrol di telepon bersama Theo. Minggatkah ia? Tapi ia tak membawa barang-barangnya. Diculikkah ia? Tapi rumahnya tak menampakkan tanda-tanda pengrusakan. Bisa jadi April diculik oleh seseorang yang ia kenal. Siapa?

Hampir bersamaan waktunya dengan menghilangnya April, seorang narapidana yang kabur dari penjara, sempat terlihat di Stattenburg, kota tempat Theo dan April tinggal. Kebetulan sekali si narapidana adalah sepupu jauh April yang pernah menjadi sahabat pena si gadis. Diakah penculiknya?

Sebagai sahabat terdekat April, menghilangnya gadis itu membuat Theo sedih dan tak bersemangat. Di sekolah ia menggagas gerakan pencarian terhadap April di seluruh kota. Suatu hari, Theo dan beberapa temannya menyaksikan evakuasi seonggok jenazah dari dalam sungai oleh polisi. Runtuhlah pertahanan Theo, tertusuk hatinya, yang membuatnya menangis tersedu-sedu di depan sketsa coretan April yang tergantung di kamar kerjanya, sambil tangannya menelusuri tulisan nama “April” di sketsa itu. Sebuah momen emosional dan personal dari Theo. Sungguhkah April sahabatnya telah pergi selamanya? Seisi sekolah, teman, guru, kepala sekolah Theo semuanya mendadak sedih.

Di tengah kesedihan itu, Ike Boone (masih ingat Paman Ike?)-- paman Theo yang mantan pengacara dan memiliki banyak “koneksi” di “jalanan”, tiba-tiba memanggil Theo. Ia menyampaikan kabar bahwa mayat yang ditemukan polisi bukan mayat April. Berarti ada kemungkinan April masih hidup. Lalu di manakah ia? Benarkah si narapidana menculiknya? Kalau bukan, lalu siapa? Di saat polisi sibuk sendiri dengan si narapidana, Theo Boone lah yang harus memecahkan teka-teki di balik penculikan sahabatnya, April.

Boleh dibilang, The Abduction ini lebih banyak menampilkan petualangan daripada proses hukum. Theo si Pengacara Cilik, sepertinya berubah menjadi Theo Si Detektif di buku ini. Peran Theo sebagai “pengacara” hanya muncul pada waktu ia membela burung beo milik teman sekolahnya yang digugat karena mengganggu. Adegan di Pengadilan Hewan ini mau tak mau membuatku terpingak-pingkal saking lucunya, saat Peter si burung beo tampil sebagai “terdakwa”. Ulah lucu Peter mau tak mau membawa keceriaan sejenak, setelah nuansa sedih yang kental karena hilangnya April.

Meski tak terlalu “hukum” seperti kakaknya (Theodore Boone 1), namun The Abduction ini lebih emosional dan lebih menyentuh. Dengan penculikan April, kurasa Grisham mau menggaris bawahi pentingnya hubungan yang harmonis dan kasih sayang dalam keluarga. Bagaimana kemesraan hubungan dalam keluarga berperan sangat penting bagi pertumbuhan emosional dan kejiwaan bagi seorang anak. Sekali lagi, John Grisham berhasil menyentuh hati kita dengan buku-bukunya, tak peduli lewat cerita yang “berat” seperti The Chamber, atau lewat kisah yang sederhana seperti The Abduction ini. Empat bintang untuk Theo Boone!

Judul: Theodore Boone: The Abduction
Penulis: John Grisham
Penerjemah: Monica Dwi Chresnayani
Editor: Dini Pandia
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Juni 2011
Tebal: 230 hlm

Monday, October 31, 2011

Comanche Heart

Melanjutkan kisah cinta lintas budaya dan ras dari Catherine Anderson, inilah Comanche Heart --bagian kedua dari Comanche Moon yang berkisah tentang dua “kutub” yang selalu bertolak belakang: ras kulit putih dan ras Indian. Di Comanche Moon, dengan apik Anderson telah menciptakan tokoh Hunter Wolf yang menurut ramalan akan menemukan jodoh wanita kulit putih; dan Loretta—si mata biru yang menjadi jodoh Hunter. Di samping itu Anderson juga menyertakan tokoh Amy Masters, sepupu Loretta, yang bernasib malang karena diculik dan diperkosa oleh 23 orang Comanchero, sebelum akhirnya diselamatkan oleh Hunter.

Di Comanche Moon, Amy yang mengalami trauma sedikit demi sedikit menemukan ketenangan berkat Swift Antelope muda. Keduanya kemudian saling mencintai dan bertunangan secara Comanche. Sayangnya, peperangan memisahkan mereka berdua hingga lima belas tahun lamanya.

Memasuki bagian kedua, Comanche Heart lebih fokus mengisahkan perjuangan Swift dan Amy untuk menyelamatkan cinta mereka yang, bukan saja terpisahkan oleh jarak dan waktu, namun juga budaya dan trauma. Lima belas tahun berlalu, dan kini suku Comanche tinggal kenangan. Swift yang kini menyandang nama Swift Lopez berkelana dalam kerasnya kehidupan di dataran Amerika. Ia telah menjadi pria yang matang dan gagah, serta dikenal sebagai penembak tercepat yang –menurut desas-desus—telah membunuh lebih dari seratus pria!

Seusai perang, ia berniat menjemput tunangannya di kediaman Henry Masters, namun dengan pilu menemukan kabar bahwa Amy telah meninggal karena kolera. Patah hati, Swift pun akhirnya berkelana hingga ke Oregon, tempat di mana Hunter dan Loretta menetap dan telah membangun keluarga, bahkan membangun sebuah kota kecil yang diberi nama Wolf’s Landing. Tak dinyana, sang pujaan hati ternyata selama ini masih hidup, sehat walafiat, telah tumbuh menjadi wanita dewasa, dan menjadi guru sekolah. Amy ternyata menetap tak jauh dari rumah Hunter dan Loretta.

Jangan bayangkan pertemuan keduanya bak adegan di sinetron remaja yang berlarian menghambur ke pelukan masing-masing sambil bertangisan. Tidak…jauh dari itu! Swift memang amat bahagia bertemu Amy, namun sebaliknya, Amy sangat ketakutan bertemu kembali dengan Swift. Nah, di sinilah nilai tambah novel ini yang membedakannya dari historical romance biasa yang hanya berbicara tentang romansa cinta. Comanche Heart lebih berbicara tentang kondisi psikologis seorang Amy yang telah mengalami peristiwa yang amat dahsyat di masa lalu, dan bagaimana seorang wanita menghadapinya. Yaitu dengan menciptakan kondisi keamanan yang palsu, seperti keteraturan, rutinitas dan kepastian, lalu membungkus diri dengannya dan bersembunyi di dalamnya.

Amy memang selalu mengenang Swift, namun Swift muda yang polos, tenang dan tulus. Berhadapan dengan Swift Lopez si pria penuh tekad, malah membuat Amy bersikeras hendak memutuskan janji pertunangan mereka. Adalah sebuah tantangan besar bagi Swift untuk mencoba memahami Amy, mencari akar masalah dan ketakutan Amy, dan memaksanya keluar dari “tabung kaca” yang seolah menyelubungi kehidupannya selama ini. Karena sesungguhnya, cinta Swift untuk Amy sangatlah besar, yang bisa kita rasakan lewat apa yang Swift katakan pada Amy waktu Amy menolaknya:

“Minta aku untuk memotong tangan kananku untukmu, dan aku akan melakukannya. Minta aku untuk mengorbankan nyawaku untukmu, dan aku akan melakukannya. Tapi, kumohon, jangan meminta aku untuk menyerahkanmu sekarang setelah aku menemukanmu kembali. Jangan minta aku melakukan itu, Amy.”

Mampukah Swift sekali lagi masuk ke kehidupan Amy? Apa yang sebenarnya dialami Amy, selain peristiwa pemerkosaan Comanchero itu yang membuatnya begitu ketakutan? Dan dengan cara bagaimana Swift mampu melelehkan kebekuan dalam diri Amy? Dengan Comanche Heart, Catherine Anderson berhasil keluar dari mendayu-dayunya cinta, dan menyajikan sebuah contoh lain cinta yang luar biasa: cinta yang merendahkan diri, cinta yang mau berkorban, cinta yang mau bersabar, cinta yang menyelamatkan.

Dengan membaca Comanche Heart, sekali lagi Catherine Anderson mengingatkan kita pada masalah perbedaan budaya di masyarakat mana pun di dunia. Namun di sisi lain, ada juga tantangan yang harus dihadapi pasangan yang berbeda latar budaya. Mereka harus bersedia untuk berkorban, menerima budaya pasangannya, tanpa sekalipun melepaskan identitas dirinya sendiri. Dalam hal ini aku kagum pada sosok Hunter. Hidup di daerah kulit putih, ia bersedia untuk beradaptasi dengan lingkungannya, namun dalam hatinya, Hunter tetaplah seorang Comanche. Hal itu tercermin dari tepee (pondok ala Indian) yang terletak di samping rumah keluarga Wolf, tempat Hunter kadang-kadang menyendiri, agar ia tetap memiliki ke-‘Comanche’-annya.

tepee Indian suku Comanche

“Di sini adalah tempat di mana aku menemukan diriku sendiri. Aku hidup di satu dunia, tetapi hatiku kadang-kadang merindukan yang lain.”

“Dunia itu [Comanche] masih ada, dan selama anak-anakku hidup, dunia itu akan terus ada, karena aku menyanyikan lagu-lagu bangsaku dan mengajarkan anak-anakku cara-cara mereka.“

Terus terang, dibandingkan Comanche Moon, novel ini kurang “Comanche”. Settingnya saja sudah sepenuhnya di Amerika, begitu juga tokoh-tokohnya. Membaca tentang Hunter dan Swift, rasanya mereka sudah jauh lebih “Amerika”, karena identitas khas Indiannya sudah luntur. Mungkin kesan itulah yang membuat Comanche Heart menjadi sedikit kurang romantis dibanding pendahulunya. Tiga bintang untuk buku ini!

Judul: Comanche Heart
Penulis: Catherine Anderson
Penerjemah:
Penerbit: Dastan Books
Terbit: Maret 2011
Tebal: 476 hlm

Friday, October 14, 2011

The Remains Of The Day

Seandainya seseorang bertanya pada anda: “Manakah yang terpenting bagi anda, hidup pribadi atau karier anda?” –jawaban apakah yang akan anda berikan? Sebelum anda memberikan jawaban apapun, ada baiknya kita bersama menelaah perjalanan hidup seorang kepala pelayan Inggris abad 20 bernama Stevens, yang dikisahkan dengan indah oleh Kazuo Ishiguro lewat buku ini: The Remains of The Day.

Stevens adalah contoh seorang kepala pelayan terhormat, tak bercacat yang bisa anda jumpai bila anda hidup di kalangan bangsawan di Inggris pada pertengahan abad 20. Setelah selama tiga puluh tahun mengabdi pada seorang Lord Darlington di Darlington Hall, Stevens telah mengalami tak terhitung banyaknya acara-acara penting yang menjadi saksi sejarah. Kini Darlington berganti pemilik, dan Stevens pun kini mengabdi pada Mr. Farraday, seorang pengusaha Amerika. Atas kebaikan hati Mr. Farraday, Stevens diijinkan berkendara dengan mobil Ford sang bos untuk pergi berlibur.

Bila awalnya sempat ada keraguan, sepucuk surat dari mantan koleganya--Miss Kenton yang menyiratkan perkawinannya yang tak bahagia, membulatkan tekad Stevens untuk pergi berlibur. Dalam perjalanan tiga hari menuju ke daerah West Country Inggris menuju rumah Miss Kenton inilah Stevens memiliki kesempatan untuk berhenti sejenak berkutat dengan pekerjaannya, dan lebih banyak merenungkan seluruh hidupnya selama menjadi kepala pelayan.

Ada satu hal yang selama ini menjadi obsesi pribadi Stevens, yakni: martabat. Bagi Stevens, puncak karir bagi seorang kepala pelayan adalah saat ia menjadi kepala pelayan yang bermartabat. Untuk dapat mencapainya, salah satunya dengan mengabdi pada majikan yang tepat, yakni di rumah para bangsawan dan orang terhormat. Di sisi lain, martabat adalah suatu aura atau karakter yang dimiliki seseorang. Panutan Stevens untuk kepala pelayan bermartabat adalah ayahnya sendiri.

Dari cerita Stevens tentang si ayah, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa bagi Stevens deskripsi bermartabat adalah: menjaga profesionalitas kapan pun juga kecuali ketika si kepala pelayan sedang menikmati privasi kamarnya sendiri. Di luar itu, dalam kondisi apapun, kepala pelayan tak sepatutnya menunjukkan emosi, entah saat ia marah, takut, atau sedih. Hanya ketenangan yang harus ia tampakkan. “Topeng” profesionalitas itu harus dipakai selama berada di luar kamar tidurnya.

Bagi Stevens, profesionalitas kepala pelayan akan teruji saat terjadi hal-hal dramatis dalam sebuah acara penting. Contoh ketika Lord Darlington mengadakan acara makan malam rahasia yang menjadi cikal bakal Konferensi Maret 1923; sebuah konferensi yang hendak memprotes hukuman bagi Jerman untuk membayar “denda” yang bertentangan dengan perjanjian damai Versailles usai Perang Dunia I. Acara di Darlington Hall malam itu sangat penting, dan tentu saja membuat Stevens sangat sibuk. Namun, sayangnya sesuatu yang amat pribadi dan penting bagi Stevens harus memilih malam itu untuk terjadi. Dapat diduga, Stevens si kepala pelayan sempurna terpaksa harus mengedepankan tanggung jawabnya dan mengorbankan kepentingannya sendiri.

Jadi begitulah…sementara Stevens berkendara melewati daerah pedesaan dan kota-kota kecil yang menyuguhkan pemandangan indah dan keramahan penduduknya, ingatan si kepala pelayan pun melayang pada momen-momen kecil sepanjang perjalanan karirnya. Kalau kita amati, sepertinya kehadiran Miss Kenton yang menjadi koleganya, menempati porsi terbesar dalam nostalgia Stevens. Dan kini, saat pertemuan dengan Miss Kenton makin mendekat, kenangan-kenangan itu pun seolah bercerita pada kita tentang perasaan Miss Kenton yang sebenarnya pada Stevens. Apakah yang akan terjadi selanjutnya?

The Remains of The Day ini ditulis dengan gaya buku harian. Seolah-olah Stevens menumpahkan seluruh kenangan dan pemikirannya lewat buku harian ini. Ishiguro dengan piawainya membuatku seolah-olah mengenal Stevens dengan baik selama bertahun-tahun. Seolah-olah aku adalah temannya, dengan siapa ia berbagi pandangan hidup, perasaan dan pikirannya. Meski beralur lambat, aku tetap setia membaca “buku harian” ini. Bravo Ishiguro, empat bintang untukmu!

Judul: The Remains of The Day
Judul terjemahan: Puing-Puing Kehidupan
Penulis: Kazuo Ishiguro
Penerjemah: Femmy Syahrani
Penerbit: Hikmah
Terbit: Januari 2007
Tebal: 336 hlm

Friday, September 30, 2011

Hairless

Menurut American Cancer Society, pada tahun 2005-2006 ada satu di antara 1985 orang wanita berusia dua puluhan yang mengidap kanker payudara. Kalau penelitian itu akurat, berarti Ranti Hannah adalah satu wanita tersebut!

Di usia 24 tahun, Ranti Hannah seolah memiliki segalanya yang diidamkan kebanyakan wanita di dunia. Perkawinan bahagia, bayi pertama, karier yang menjanjikan sebagai dokter. Namun hidup memang selalu memiliki keseimbangannya sendiri. Saat kita berpikir kita sedang menjalani hidup yang sempurna, tiba-tiba saja kemalangan akan menunggu kita di belokan berikut. Dalam hal Ranti, kemalangan itu berwujud vonis yang mengerikan: kanker payudara. Dan kanker itu muncul justru di saat ia sedang mengandung.

Hairless adalah sebuah memoar dari seorang wanita yang mengidap kanker payudara. Di buku ini Ranti buka-bukaan tentang hari-hari ia menjalani hidup sebagai pengidap kanker. Diawali dari hari ketika suaminya, Pandu, secara tak sengaja menemukan benjolan kecil di payudaranya, kemudian berlanjut ke tahap pemeriksaan, saat ketika vonis itu dijatuhkan, beratnya hari-hari menjelang operasi dan pengobatan sesudah operasi, hingga saat Ranti memulai kembali hidupnya setelah berpisah dengan kankernya.

Semuanya itu ditumpahkan oleh Ranti ke buku ini dengan gaya santai dan gaul. Dengan membaca memoar ini pada akhirnya kita diajak untuk memiliki ketergaran dan keberanian saat menghadapinya. Hal ini berlaku bukan hanya bagi si penderita, namun juga pasangan hidup dan keluarga dekatnya. Apa yang mungkin saat ini dipandang sebagai momok, mungkin saja sebenarnya biasa saja saat kita mengalaminya.

Yang menarik dari buku ini adalah informasi medis mengenai kanker payudara, cara melihat stadium kankernya, cara pengobatan dan sebagainya. Karena Ranti sendiri adalah seorang dokter, ia bisa menjelaskan dengan detail namun tetap dapat kita tangkap dengan mudah hal-hal yang perlu kita ketahui tentang kanker. Sayangnya, ilustrasi di bagian ini terlalu kecil dan kurang jelas. Akan lebih menarik lagi kalau bagian ini tidak hanya sebagai ilustrasi saja, tapi benar-benar sebagai alat pembelajaran bagi pembaca. Mungkin hal itu akan menjadi kekuatan bagi memoar ini.

Sayangnya, di buku ini banyak bertebaran kalimat-kalimat berbahasa Inggris yang menurutku tidak perlu, yaitu saat Ranti mengungkapkan pikiran atau perasaannya. Sangat mengganggu bagiku, karena saat membaca buku berbahasa Indonesia, aku mengharapkan bahasa ibuku lah yang muncul. Kecuali saat dialog dengan orang asing, bisa dimaklumi untuk menyisipkan bahasa lain. Selain itu, membaca buku ini sering terasa seperti mendengarkan obrolan sekelompok orang, yang seringkali banyak hal tidak penting menyusup, yang membuat esensi buku ini kurang menyentuh. Memang buku ini merupakan memoar, sehingga unsur personal dari penulisnya mungkin akan sangat terasa. Dan mungkin memang buku ini kurang cocok dengan seleraku saja.

Dua bintang aku berikan untuk buku ini.

Judul: Hairless
Penulis: Ranti Hannah
Penerbit: Gagas Media
Terbit: 2011
Tebal: 292 hlm

Wednesday, September 21, 2011

My Book Swap List

Teman-teman, bagi yang mau swap buku denganku, aku cantumkan buku-buku yang tersedia untuk di-swap sekaligus buku-buku yang masuk wishlist-ku. Silakan tinggal pesan di kotak komentar, atau langsung twit/FB aja...


MY SWAP/SALE LIST

Fiksi Terjemahan:

A Golden Web – Barbara Quick
Momen Penuh Keajaiban – Nora Roberts (Harlequin)
Aku & Marley – ohn Grogan
Kisah-Kisah Kebijaksanaan China Klasik – Michael C. Tang
The Boy in the Stripped Pyjamas – John Boyne
Ping (Perjalanan Seekor Katak Mencari Kolam Baru)– Stuart Avery Gold
Firebelly – J.C. Michaels
Ways To Live Forever – Sally Nicholls
Enzo – Garth Stein
Big Breasts & Wide Hips – Mo Yan
Treasure Island – Robert Louis Stevenson


Non Terjemahan:

Selimut Debu – Agustinus Wibowo
Hairless - Ranti Hanah


Fiksi Bahasa Inggris:

The Hunchback of Notre Dame – Victor Hugo
Tom Sawyer & Huckleberry Finn – Mark Twain
Murder, She Wrote: Margaritas & Murder – Jessica Fletcher & Donald Bain
After The Banquet – Mischima

*Di luar itu, silakan pilih buku-buku yang dijual di Vixxio, akan aku pertimbangkan untuk swap. Kalau untuk sale sih udah pasti bisa dong…


MY WISHLIST

Fiksi Terjemahan:

Putri Sirkus & Lelaki Penjual Dongeng – Jostein Gaarder
Angel’s Cake – Gaile Parkin
The Double Bind – Chris Bohjalian
The Book of Lost Things – John Connoly
Theodore Boone 2: Penculikan – John Grisham
Kehidupan Abadi Henrietta Lacks – Rebecca Skloot
Pilate’s Wife – Antoinette May
Kim – Rudyard Kipling
Genghis Khan II – Sam Djang
Veronica Decides To Die – Paulo Coelho
Petualangan Sherlock Holmes – Sir Arthur Conan Doyle
Kisah Dua Kota – Charles Dickens
The Strange Case of Dr. Jekyll & Mr. Hyde – Robert Louis Stevenson
Robinson Crusoe – Daniel Defoe
Namaku Matahari – Remy Sylado
Perjalanan Ke Pusat Bumi – Jules Verne

Chocolat - Joanne Harris

Untuk buku-buku non fiksi, menyusul...

Monday, September 19, 2011

Outliers

Apa yang membuat Bill Gates dan The Beatles sukses? IQ tinggi? Bakat bawaan? Banyak orang yang IQ-nya tinggi, mungkin bahkan lebih tinggi dari Bill Gates. Banyak vokalis yang bersuara lebih bagus daripada John Lennon atau Paul McCartney. Tapi mengapa mereka jauh meninggalkan yang lain? Kesuksesan telah membuat mereka berada jauh, terpisah, di luar lingkaran sesamanya, atau yang kita sebut "outlier" (outlier is one that appears to deviate markedly from other members of the sample in which it occurs ~wikipedia).

Lewat buku ini Malcolm Gladwell akan membawa kita, aku dan anda, untuk menelusuri faktor-faktor yang melatarbelakangi kesuksesan seseorang. Tak seperti buku-buku motivasi lain yang hanya berisi tips dan trik serta teori-teori, Gladwell bercerita. Ia bercerita tentang orang-orang yang ia temui, ia wawancarai. Ia bercerita tentang riset yang pernah dilakukan orang. Pendeknya, membaca buku ini bak membaca memoar beberapa orang atau bahkan kisah thriller. Bedanya, di akhir cerita Gladwell akan memaparkan kesimpulannya tentang outlier. Menarik!

Ia mengawali dengan liga hoki di sekolah menengah Kanada. Observasi mengungkapkan bahwa mayoritas atlit hoki yang menanjak karirnya hingga ke liga utama adalah mereka yang lahir antara bulan Januari hingga Maret. Menarik bukan? Apakah ini omong-kosong tentang horoskop? Sama sekali bukan. Gladwell akan memaparkan betapa logisnya kesimpulan yang dapat diambil mengenai kesuksesan para pemain hoki itu.

Di bab selanjutnya, Gladwell mulai bercerita tentang orang-orang terkenal, seperti Bill Gates dan The Beatles. Menarik juga membaca bagaimana awal mula Gates dan The Beatles hingga menjadi amat sukses. Ternyata tak ada sulap atau mukjijat sama sekali. Seperti yang sedari dulu kita ketahui, bakat berpadu dengan banyak latihan akan membuahkan sukses. Practice makes perfect. Tapi, banyak anak yang sedari kecil berlatih, mereka juga tak kunjung menjadi sukses, mengapa?

Gladwell pun mengungkap sebuah prinsip kunci: 10.000 jam. Mengapa 10.000 jam? 10.000 jam untuk apa? Apakah 10.000 itu berlaku untuk semua bidang? Semuanya diceritakan dengan menarik oleh Gladwell. Namun di luar itu, ada lagi hal-hal yang jauh lebih penting daripada bakat dan 10.000 jam.

Kesempatan dan kebudayaan. Masih menggunakan contoh Bill Gates dan The Beatles, Gladwell akan menunjukkan bagaimana kesempatan memegang peranan penting akan sukses tidaknya kita. Konon di tahun berapa kita lahir amat mempengaruhi nasib masa depan kita. Bukankah kapan kita dilahirkan, tak mungkin kita ubah? Memang. Itulah menariknya, jadi…teruslah membaca...

Hal paling menarik di buku ini adalah ketika Gladwell memberikan contoh-contoh di mana warisan kebudayaan yang kita anut juga menentukan kesuksesan kita. Pernahkah anda mendengar tentang Korean Air? Tahukah anda bahwa dulu waktu bernama Korean Airlines, maskapai penerbangan ini pernah dinobatkan sebagai maskapai yang paling banyak "menjatuhkan" pesawat udaranya? Bukan prestasi yang bisa dibanggakan, bukan? Lalu bagaimana maskapai itu bisa berubah dengan drastis?

Di sini Gladwell dengan amat detail mengisahkan kronologi sebuah kecelakaan pesawat tertentu milik Korean Air. Membaca kisah Gladwell membuat kita merasa seolah menonton film tentang pesawat udara, atau bahkan seolah ikut berada di kokpit bersama pilot dan kru-nya. Untuk apa Gladwell susah-susah bercerita tentang kecelakaan pesawat udara? Tak lain dan tak bukan, ia ingin menunjukkan pada kita bagaimana sebuah warisan kebudayaan akan membuat hidup kita sangat berbeda.

Untuk menutup buku ini, Gladwell telah menyiapkan sebuah kejutan. Kejutan manis yang memberikan sentuhan personal pada sebuah buku psikologi. Gladwell akan membuat anda mulai berpikir tentang kehidupan anda. Anda akan mulai mendata semua fakta kehidupan anda, dan bagaimana semua peristiwa yang pernah terjadi, telah atau tidak atau akan mempengaruhi hidup anda. Namun yang jelas, pikiran anda akan lebih terbuka mengenai kesuksesan.

Kesuksesan ternyata bukanlah mitos. Tak ada orang yang dilahirkan begitu saja untuk menjadi sukses, bagaikan sulap. Ada banyak faktor yang akhirnya menghantarkannya menjadi sukses. Faktor-faktor itu bisa berasal dari dirinya sendiri, dari nenek moyangnya, atau dari hal-hal di luar seseorang yang tak ada hubungannya sama sekali dengan dirinya.

Karena banyaknya faktor itu, kita bisa agak berbesar hati. Karena, itu berarti kalau kita tak memenuhi sebuah persyaratan, kita mungkin memiliki persyaratan lainnya, atau kita mampu menciptakannya sesuai kebutuhan kita. Nampaknya begitu mudah, padahal tidak.

Lalu pertanyaan terpentingnya... Bagaimana untuk menjadi sukses? Yang jelas, pertama-tama anda harus membaca buku ini dulu!

Yang jelas, Malcolm Gladwell telah berhasil mengajak pembacanya memandang suatu hal dengan cara pandang yang berbeda. Caranya menjabarkan tentang kesuksesan tak terkesan menggurui, dan dengan mengambil kasus-kasus kehidupan orang lain, membuat buku ini enak dibaca. Empat bintang untuk Malcolm Gladwell! Dan aku ingin segera membaca buku-bukunya yang lain…

Judul: Outliers: Rahasia Di Balik Sukses
Penulis: Malcolm Gladwell
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: September 2009
Tebal: 339 hlm

Thursday, September 15, 2011

Arsene Lupin

Mari sejenak mengamati cover buku ini. Topi tinggi, kacamata pince-nez, kumis. Kira-kira bayangan apa yang terbersit di benak anda melihat gabungan ketiga komponen itu? Seorang gentleman? Berarti anda sudah menebak setengah benar. Gambar cover itu sendiri menyiratkan sesuatu yang kocak. Di Goodreads, beberapa orang meletakkan buku ini di shelf misteri, kisah detektif. Apakah itu berarti ini kisah detektif yang kocak? Tiga perempat benar. Yang paling tepat, Arsene Lupin adalah kisah tentang seorang pencuri!

Bukan sembarang pencuri, Arsene Lupin yang tinggal di Prancis adalah pencuri terhebat di dunia. Sesosok karakter yang diciptakan Maurice Leblanc dan mulai diperkenalkan pada tahun 1905 dalam bentuk cerita pendek berseri yang terbit di majalah dan diberi judul Je Sais Tous. Arsene Lupin yang diterjemahkan Penerbit Bukune ini merupakan karya Edgar Jepson, yang menggunakan tokoh ciptaan Maurice Leblanc. Jadi buku yang judul aslinya adalah Arsène Lupin: The Book of the Play ini bukanlah murni karya Maurice Leblanc.

Keunikan Arsene Lupin adalah ia mencuri hanya dari orang-orang kaya yang serakah, kemudian hasil curiannya ia bagikan kepada orang miskin, mirip tokoh Robin Hood. Modal utama Arsene Lupin adalah kepiawaiannya dalam menyamar dan kecepatan tangannya. Modal lainnya adalah seleranya yang tinggi terhadap benda-benda seni dan buku, sehingga ia bisa menilai lukisan mana yang bernilai tinggi, mana yang tidak. Di buku ini banyak bertebaran karya-karya para maestro dunia seperti Rembrandt, Velasques, dll.

Kisah diawali di chateu milik Duke Jacques Charmerace. Sore itu undangan perkawinan sang Duke dengan Germaine, putri jutawan M. Gournay-Martin, sedang dalam pengerjaan. Saat itulah pertama kalinya Germaine dan Sonia, pengurus rumah tangganya, menyadari adanya keanehan di chateu itu. Patung perak yang berpindah tempat, kaca jendela yang dipotong, keanehan-keanehan kecil yang sepele.

Lalu masuklah ke dalam kisah ini, Duke Charmerace yang eksotis dan tampan, baru saja pulang dari petualangan Kutub Selatan. Malam itu ia menghadiahkan kalung dengan bandul mutiara kepada Germaine, tunangannya yang judes dan manja. Namun di sisi lain sang Duke malah mulai memperhatikan Sonia-si pengurus rumah tangga cantik yang rapuh, dengan ketertarikan yang lebih daripada seorang majikan kepada pelayan…

Malam itu pula pertama kalinya Duke mendengar kisah tentang seorang Arsene Lupin, yang pernah merampok lukisan dan benda berharga milik M. Gournay-Matin tiga tahun lalu. Tepat setelah itu datanglah bapak dan anak-anak keluarga Charolais yang ingin membeli mobil yang diiklankan oleh M. Gournay-Martin. Salah satu anak laki-lakinya tertangkap basah ketika menyambar kotak berisi kalung berbandul mutiara yang dihadiahkan Duke untuk Germaine. Untungnya usaha pencurian itu digagalkan sang Duke.

Namun, ketika M. Gournay-Martin lagi-lagi menerima surat dari Arsene Lupin yang mengatakan dirinya akan datang ke rumahnya di Paris untuk “mengambil” lukisan-lukisan sekaligus mahkota Princesse de Lamballe yang amat bernilai, otomatis para Charolais yang pernah mencuri itu patut dicurigai. Apakah salah satu dari mereka adalah Lupin?

Sesungguhnya Arsene Lupin memiliki musuh bebuyutan. Seorang Kepala Kepolisian bernama Guerchard telah sepuluh tahun lamanya selalu gagal meringkus Lupin, yang membuat Guerchard akhirnya terobsesi pada Lupin. Sebagai reaksi surat terakhir Lupin, Duke mengajukan diri untuk bermobil ke Paris dan memanggil polisi untuk melindungi rumah M. Gournay-Martin. Sementara itu calon mertuanya, Germaine dan Sonia akan menyusulnya kemudian.

Betapa terkejutnya Duke, Hakim Pemeriksa Formery dan Guerchard sendiri ketika menemukan bahwa mereka datang terlambat. Rumah M. Gournay-Martin telah dijarah oleh Arsene Lupin! Belum puas ia mempermalukan polisi, Arsene Lupin pun mengirim telegram yang mengatakan bahwa ia akan datang keesokan harinya pukul dua belas malam untuk mengambil mahkota yang berharga itu.

Kini para polisi dan Guerchard beradu kecerdikan dengan Arsene Lupin. Penyelidikan terus berlangsung, namun keberadaan Lupin belum jua ditemukan, sementara jarum jam semakin merambat ke arah pukul dua belas malam. Siapakah yang akan menang, Guerchard atau Arsene Lupin? Dan siapakah sebenarnya Arsene Lupin yang menurut Guerchard memiliki kelemahan terhadap wanita? Akankah ia akhirnya tertangkap?

Arsene Lupin di beberapa film, pencuri yang ganteng seperti ini lebih tepat mencuri hati ya?


Begitu banyak kisah detektif yang telah kubaca, sungguh menarik bisa membaca kisah seorang pencuri. Dari biasanya “mengejar”, kini pembaca diajak menikmati sensasi “dikejar”. Dan kisah ini menjadi lebih berwarna karena hadirnya sepercik romansa di tengah serunya pengejaran.

Terus terang saja, aku masih penasaran dengan versi Arsene Lupin yang asli, karangan Maurice Leblanc. Kisah yang kubaca ini kurang tepat disebut kisah misteri, karena dalam kenyataannya aku –mungkin anda juga—langsung bisa menebak sosok Lupin ini ketika masih di pertengahan cerita. Endingnya tak menyisakan misteri, hanya tegangnya pengejaran dan duel Lupin vs Guerchard saja. Bagaimana pun ini kisah yang unik dan nikmat dibaca. Tiga bintang kusediakan untuk dicuri Arsene Lupin!

----

Sedikit catatan untuk penerbit Bukune, aku suka dengan desain sampul yang ringkas tapi lucu ini. Hanya saja aku agak terganggu dengan banyaknya typo yang bertebaran di sana-sini. Semoga Bukune tak berhenti menerbitkan kisah Arsene Lupin lainnya, yang pastinya akan jauh lebih baik dari yang sekarang.

Judul: Arsene Lupin
Penulis: Edgar Jepson & Maurice Leblanc
Penerjemah: Sissy Jaslim
Penerbit: Bukune
Terbit: Juli 2011
Tebal: 304 hlm