Friday, February 24, 2012

Kehidupan Abadi Henrietta Lacks

Tiap kali anda melakukan pemeriksaan kesehatan di laboratorium atau Rumah Sakit, pernahkah anda memikirkan jaringan kecil (misalnya darah atau sel) tubuh anda yang diambil oleh pihak medis untuk diperiksa? Aku yakin tidak, karena toh anda tak kehilangan apa pun. Tapi bagaimana perasaan anda kalau suatu hari mendengar bahwa sel yang berasal dari tubuh anda itu telah menjadi sebuah komoditas, tanpa sepengetahuan/seijin anda?

Hal yang sama telah terjadi 51 tahun lalu pada diri Henrietta Lacks, seorang wanita muda Afro-Amerika dari keluarga miskin keturunan budak, yang menderita kanker leher rahim saat berusia 31 tahun. Untuk memeriksa kankernya--demikian yang dikatakan si dokter waktu itu--pihak Rumah Sakit Johns Hopkins mengambil secuil sampel jaringan kanker Henrietta. Namun tanpa sepengetahuan Henrietta dan keluarganya, sel-sel kanker Henrietta ternyata berpindah tangan ke seorang peneliti yang sedang mencoba menumbuhkan sel manusia dalam kultur, dan menggunakannya dalam berbagai percobaan untuk kepentingan medis dan membagi-bagikannya ke banyak peneliti lain di seluruh penjuru dunia.

Berbicara soal sel, tahukah anda bahwa dalam tubuh manusia terdapat seratus triliun sel yang ukurannya sangat kecil, begitu kecil sehingga seribu sel bisa muat ke dalam sebuah tanda titik di ujung kalimat ini. Sel-sel itu selalu membelah diri, yang membuat janin tumbuh menjadi bayi, dan tubuh kita dapat menciptakan sel-sel baru untuk menyembuhkan luka atau mengganti darah yang hilang. Sel-sel kanker--bila ditumbuhkan dalam kultur yang memasok gizi baginya--akan mampu membelah diri tanpa henti, sehingga bisa dikatakan abadi. Salah satu contohnya adalah sel yang diambil dari tumor Henrietta Lacks, yang sel-sel garis keturunannya masih dipakai di seluruh dunia hingga saat ini, 61 tahun setelah ditumbuhkan pertama kalinya! Sel-sel itu dinamakan HeLa--diambil dari 2 huruf dari masing-masing nama Henrietta Lacks (Prolog xxiii).

HeLa telah banyak berjasa dalam bidang medis, ia menjadi bagian riset untuk peredam kanker, membantu pengembangan obat untuk herpes, leukimia, influenza, hemofilia, Parkinson. Ia juga berjasa dalam penelitian pencernaan laktosa, penyakit menular seksual, radang usus buntu, dan masih banyak lagi. Bahkan dosen Rebecca Skloot--penulis buku ini--mengatakan:

"Sel-sel HeLa adalah salah satu hal terpenting yang hadir dalam dunia medis dalam seratus tahun terakhir." ~Prolog xxiii

Kalau begitu, seluruh umat manusia di dunia seharusnya berterima kasih kepada Henrietta Lacks--dari siapa sel-sel HeLa itu berasal. Setiap kali mereka berobat dan sembuh dari penyakit mereka, sel HeLa pernah berperan dalam penemuan obatnya. Namun kalau HeLa sedemikian pentingnya dalam dunia medis, mengapa selama ini kita semua tak pernah mendengar tentang sosok Henrietta Lacks ini? Pertanyaan yang sama juga diajukan kerabat dan keluarga Henrietta. Di sinilah mulai muncul perdebatan abadi tentang salah satu etika medis dan sains yang hingga kini tak pernah terselesaikan, haruskah dokter meminta ijin pasien dan memberitahunya bahwa sel-selnya akan dipakai untuk penelitian medis?

Opini pro dan kontra langsung mengemuka. Banyak yang menginginkan keterbukan semacam itu, tapi di sisi peneliti, mereka menganggap keterbukaan itu akan menghambat kemajuan sains. Bagi mereka jaringan yang diambil dari tubuh kita saat pemeriksaan adalah sampah yang kita anggap terbuang. Mereka bebas menggunakannya untuk apapun. Toh kita tak kehilangan/rugi apapun. Kalau itu yang selama ini terjadi, orang bahkan akan merasa bangga bahwa entah bagaimana mereka telah turut berjasa bagi dunia. Namun saat uang mulai berbicara, perdebatan jadi semakin sengit dan seolah tak berujung. Orang jadi merasa bahwa miliknya dikomersialkan pihak lain, sementara dirinya sendiri tak mendapat apa-apa.

Di tengah-tengah perdebatan dan geliat penemuan medis dan riset genetika itulah, kisah Henrietta Lacks dan keluarganya dianyam dengan indah oleh Rebecca Skloot, seorang penulis sains yang membutuhkan waktu sepuluh tahun untuk menyelesaikan buku ini. Rebecca telah menelusuri jejak almarhumah Henrietta Lacks hingga ke kota kelahirannya Clover, Virginia. Ia lalu dengan sabar terus mendekati suami dan anak-anak Henrietta untuk mendapatkan kisahnya, selain dari para dokter dan peneliti yang terlibat dalam proyek sel HeLa. Dan hasilnya adalah buku yang sangat menakjubkan ini.

Rebecca menuliskan kisah ini dengan sangat detil dan kronologis. Kisahnya dibuka dengan awal ketertarikannya pada sel HeLa di kelas Biologinya, hingga saat-saat ia mulai menelusuri keberadaan keluarga Henrietta Lacks. Banyak ilmuwan yang sebelumnya pernah menghubungi keluarga Lacks dan meminta supaya mereka dites. Meski maksud mereka adalah untuk belajar lebih banyak tentang sel-sel HeLa dari keturunannya, namun yang ditangkap oleh keluarga Lacks yang notabene tidak terpelajar, adalah bahwa mereka ingin melihat apakah ada keturunan Henrietta yang menderita kanker. Kesalahpahaman ini memuncak ketika keluarga Lacks membaca atau mendengar berita bagaimana sel-sel HeLa terlah diperjual-belikan ke seluruh dunia.

"Saya selalu pikir, kok aneh, kalau sel ibu kami udah banyak jasanya buat kedokteran, kenapa keluarga kami nggak mampu bayar biaya dokter? Nggak masuk akal. Orang jadi kaya karena ibu saya tapi kami nggak tahu mereka ambil sel dia, sekarang kita nggak dapat duit sepeser pun." ~Debora (putri Henrietta).


Rebecca akhirnya menemukan tempat tinggal keluarga Lacks setelah bersusah-payah, hanya untuk menemukan bahwa mereka tak mau berbicara lagi karena sudah muak dengan banyak orang yang menghubungi mereka, yang--mereka merasa--hanya untuk mengeksploitasi mereka. Hanya dengan kesabaran dan ketulusan hati saja Rebecca perlahan-lahan melunakkan hati mereka: Lawrence--putra tertua, Sonny, Zakkariya--dulunya Joseph Lacks sebelum menjadi muslim, dan Deborah--putri kesayangan Henrietta yang saat itu berusia limapuluh tahun. Ada lagi putri Henrietta yang menderita epilepsi dan keterbelakangan mental bernama Elsie, yang sebelum ibunya meninggal, dititipkan ke Rumah Sakit untuk Negro Gila.

Deborah, yang awalnya tetap menolak berbicara kepada Rebecca meski saudara-saudara lainnya sudah mulai terbuka, akhirnya malah bersahabat akrab dengan Rebecca. Ia banyak memberikan sentuhan personal dan emosional dalam buku ini, dan membuat buku ini terasa "sangat Deborah". Apalagi karena Rebecca mengutip langsung gaya bahasa Deborah yang cuek dan tak berpendidikan. Saat-saat ketika Deborah terserang kepanikan juga tergambar dengan sangat jelas lewat buku ini, hingga seringkali aku lupa bahwa ini adalah buku non fiksi.

Tapi saat paling emosional rasanya adalah ketika dengan ditemani Rebecca, Deborah--yang hingga saat itu tak pernah mengetahui keberadaan Elsie--akhirnya mendatangi Rumah Sakit untuk Negro Gila tempat terakhir Elsie menghabiskan hidupnya. Di sana barulah terungkap kenyataan pahit yang dialami Elsie malang sebelum ia meninggal di usia limabelas tahun.

Dari sejarah sel HeLa dan nasib Elsie, mataku menjadi terbuka pada kenyataan pahit dalam sejarah, di mana dokter dan dunia medis sering mempergunakan (atau lebih tepatnya mengeksploitasi) orang-orang kulit hitam sebagai obyek percobaan, tanpa penjelasan yang memadai. Bukan itu saja, para dokter sering menyuntikkan virus atau substansi lain ke tubuh mereka untuk diteliti. Praktik ini terutama dilakukan di rumah sakit atau klinik-klinik gratis bagi kaum kulit hitam. Mungkin dengan pemikiran bahwa pengobatan digratiskan dengan ganti obyek manusia untuk penelitian? Hal yang lebih tak manusiawi lagi adalah yang terjadi pada anak-anak kulit hitam penderita epilepsi seperti Elsie...yang tak tega rasanya aku membeberkannya di sini...

Pada akhirnya, pertanyaan apakah untuk mengambil jaringan tubuh pasien demi penelitian dokter harus minta persetujuan, tetaplah tak terjawab dengan pasti. Yang ada hanyalah etika, bukan hukum. Paling tidak ini yang terjadi di Amerika--setting kisah ini, entah di negara-negara lain. Menurutku pribadi, pihak medis wajib menjelaskan kepada pasien apa yang akan dilakukan dengan sampel darah atau jaringan yang diambil dari kita, karena kita memiliki hak untuk mengetahuinya. Paling tidak, itu berarti mereka menghargai pasien. Kurasa, uang bukanlah subyek utama dari perdebatan ini, melainkan penghargaan, seperti yang pada akhirnya diakui oleh Deborah. Siapa sih yang tak bangga kalau dirinya turut menyumbang bagi keselamatan banyak orang? Henrietta Lacks memang telah meninggal 61 tahun lalu, namun bagian kecil dirinya telah menyumbangkan sesuatu yang berharga bagi umat manusia, warisannya akan hidup selamanya. Semoga dengan terbitnya buku ini, makin banyak orang di dunia yang akan memberikan penghargaan kepada Henrietta dan seluruh keluarga Lacks.

Lima bintang untuk buku yang menambah wawasan, mengaduk-aduk emosi, sekaligus menyentuh rasa kemanusiaan kita. Sungguh, setelah membaca buku ini, pengalaman memeriksakan diri ke laboratorium atau Rumah Sakit takkan pernah sama lagi bagiku...



Video wawancara Rebecca Skloot tentang buku ini:



Judul: Kehidupan Abadi Henrietta Lacks
Judul Asli: The Immortal Life of Henrietta Lacks
Penulis: Rebecca Skloot
Penerjemah: Zia Anshor
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: 2011
Tebal: 385 hlm

Tuesday, February 21, 2012

Suddenly Supernatural #3: Medium Yang Tidak Bahagia

Sekitar pertengahan abad 19, ada sepasang kakak beradik Margareth ‘Maggie’ dan Catherine Fox yang mengaku mampu berkomunikasi dengan arwah orang yang meninggal (medium). Karena keahlian ini mereka jadi terkenal di seluruh Amerika, di mana aliran Spiritualisme sedang marak. Namun pada tahun 1888 Maggie membuat pengakuan yang mengejutkan, bahwa apa yang dilakukan Fox Bersaudari selama ini adalah kebohongan—akting semata—yang mereka lakukan karena dorongan kakak tertua mereka Leah, demi mencari keuntungan. Anehnya, tak lama kemudian Maggie meralat pengakuannya, dan pada pengakuan kedua ini ia menandaskan bahwa Fox Bersaudari memang medium yang bisa berkomunikasi dengan arwah—suatu misteri yang tak pernah terpecahkan…

Hingga di sini anda tidak salah baca! Aku bukan hendak mereview sebuah novel historical fiction, melainkan kisah tentang seorang remaja yang menjadi ‘medium’. Masih ingat petualangan Kat dan sahabatnya Jac di Suddenly Supernatural #2 kan? Nah, di sekuel ketiga ini Kat mulai menghadapai bahaya yang sebenarnya dalam ‘profesi’ seorang medium. Kalau di buku kedua Kat masih terasa main-main, kini Kat menghadapi sesuatu yang lebih “gelap”. Yuk intip sedikit kisahnya..

Liburan musim panas kali ini Kat ikut Jac dan mamanya menghadiri konvensi musisi muda yang diadakan di rumah tua bergaya abad 19 yang bernama Whispering Pines Mountain House. Tentu saja Jac yang menghadiri acara-acara bagi para musisi itu, sementara Kat menghabiskan banyak waktunya sendirian. Dan saat pertama kali masuk kamar, Kat sudah berjumpa dengan arwah seorang wanita tua berserban yang memakai pakaian ala jaman Victoria. Wanita itu adalah Madame Serena. Si madame (dulunya) seorang medium juga, dan tak menyadari bahwa dirinya telah meninggal. Lucunya, ia malah mengira Kat lah yang berada di ‘dunia lain’, bukan kebalikannya…

Madame Serena dulu tinggal di Whispering Pines, dan menempati kamar yang saat ini ditempati Kat. Ia masih terobsesi untuk membantu kliennya, istri Kolonel, untuk “menghubungi” Loretta tercintanya. Berkali-kali ia mencoba, namun Madame Serena selalu gagal. Ia sedih, karena saat itu hanya istri Kolonel lah yang percaya kepadanya, sementara orang-orang lain menganggapnya medium bohongan. Mengapa? Kembali lagi, semuanya karena ribut-ribut pengakuan Maggie Fox yang membuat Spiritualisme dicemooh dan dianggap penipuan. Dan kini, tugas Kat lah untuk “mengirim” Madame Serena ke jalur ke mana ia seharusnya menuju.

Andai hanya sesederhana itu, pasti buku ini akan super duper membosankan. Untungnya, Kat menemukan tantangan lain. Kali ini bukan sekedar arwah orang meninggal, namun lebih dahsyat dari itu: sebuah entitas kegelapan yang cenderung merasuki dan mengendalikan manusia untuk berbuat jahat. Entitas itu berbentuk awan hitam nan pekat—mengingatkanku pada dementor di kisah Harry Potter—yang menyedot habis dan mencuri energi makhluk yang dirasukinya. Dan saat ini Kat sendirian di hotel, tanpa ibunya dan tanpa Orin (semacam guru dan teman ibunya) di sampingnya. Ia harus berjuang sendirian melawan si entitas gelap. Atau... apakah ia benar-benar sendirian?

Sampai sini anda merasa buku ini terlalu “gelap”? Jangan khawatir, Elizabeth Cody Kimmel tetap menyisipkan hal-hal khas remaja, terutama lewat sosok Jac. Di konvensi ini Jac—yang masih tetap tak akur dengan ibunya—asyik menikmati perhatian dari seorang cowok sesama peserta konvensi, sampai-sampai mengacuhkan Kat dan bahkan bertengkar dengannya. Sekali lagi tersisip indahnya persahabatan di kisah ini.

Ada hal yang menarik bagiku—selain secuplik fakta sejarah yang terselip di sini—yaitu nasihat dari Orin saat Kat harus menghadapi bahaya si entitas jahat:

“Segala bentuk cahaya terang adalah musuh makhluk ini. Energi terang adalah energi cinta, kebaikan, dan kemurahan hati. Energi gelap adalah energi kebencian dan kehancuran.” ~hlm. 153.

“Seorang manusia, tak peduli selemah apa pun, bisa melindungi dirinya dari kerasukan fisik dengan doa sederhana atau dengan memanggil kekuatan apa pun yang mereka yakini, jika mereka tahu caranya. …Pikirkan sebuah bintang yang akan meledak menjadi supernova. Tambahkan dengan cinta. Setiap emosi kepedulian dan kasih sayang yang bisa kau bangkitkan.” ~hlm. 153.


Kali ini secara keseluruhan, Kat sudah lebih dewasa dari petualangannya yang terakhir, dengan problema yang lebih “nyata” juga. Karena masalah kerasukan itu adalah masalah yang nyata, kadang dalam bentuk ekstrem yang membuatnya si manusia menjerit-jerit atau lainnya, namun kadang bentuknya lebih pasif—membuat seseorang terdorong untuk bunuh diri. Pada saat-saat itulah, seperti nasihat Orin, yang harus dilakukan hanya satu: berdoa sambil tetap percaya bahwa Yang Baik lah yang akan menang.

Lalu, akankah Kat berhasil mengusir si entitas jahat untuk selamanya? Apakah Jac berhasil mencuri hati si cowok? Dan mengapa sekuel ini diberi judul medium yang tidak bahagia? Kau harus menemukan jawabannya sendiri deh...

Tiga bintang untuk buku ini!

Judul: Suddenly Supernatural #3: Medium Yang Tidak Bahagia
Penulis: Elizabeth Cody Kimmel
Penerjemah: Barokah Ruziati
Penerbit: Atria
Terbit: Desember 2011
Tebal: 217 hlm

Tuesday, February 14, 2012

[Valentine Giveaway] Confessions of A Cal Center Gal by Lisa Lim

--GIVEAWAY SUDAH DITUTUP, PENGUMUMAN PEMENANG DAPAT DILIHAT DI SINI--


Menjelang Valentine, kali ini aku mau berbagi sebuah novel :


Confessions of A Cal Center Gal by Lisa Lim


Caranya gampang kok:

1. Baca review Confessions of A Cal Center Gal by Lisa Lim
2. Setelah membaca review itu, apakah kamu tertarik untuk membaca buku tsb? Sebutkan alasannya!
3. Jawaban silakan dipost di kotak komentar posting ini atau posting review-nya, beserta alamat e-mail untuk konfirmasi apabila menang.
4. Giveaway ditutup tgl. 26 Februari 2012 pk. 24:00 WIB.
5. Peserta dengan jawaban terbaik akan memenangkan 1 (satu) exp novel Confessions of A Cal Center Gal.
6. Pemenang harus berdomisili di Indonesia.
7. Pengumuman pemenang akan diumumkan di blog ini tgl. 27 Februari 2012 pk. 09:00.
8. Aku akan mengirim e-mail untuk konfirmasi, jadi pastikan kamu mencantumkan alamat e-mail di komentarmu.
9. Semoga beruntung!

The Penderwicks

Selamat datang di keluarga yang paling aneh yang pernah kutahu, Keluarga Penderwick! The Penderwicks terdiri dari 5 orang. Mari kita berkenalan dengan mereka: Yang tertua (tentu saja) Martin Penderwick--ayah dan sarjana Botani yang suka tiba-tiba menyisipkan kalimat bahasa Latin ke dalam percakapan. Rosalind adalah si sulung cantik dari 4 bersaudara perempuan Penderwick, usia 12 tahun dan lebih dewasa dari usianya karena harus mengurus ketiga adiknya setelah ibu mereka meninggal. Nomor dua adalah Skye "langit biru-mata biru", maksudnya agar kau mudah mengingat namanya dengan menatap matanya yang sebiru langit. Si mata biru ini yang paling bengal, paling tomboy, dan paling jago matematika di antara saudara-saudaranya.

Nomor tiga adalah Jane, sang penulis dan pemimpi keluarga Penderwick. Di usia 10 tahun ia sudah menulis beberapa buku fantasi anak-anak berkat imajinasinya yang tinggi--bahkan seringkali kelewat tinggi sehingga membuat kesal yang lain. Terakhir adalah si bungsu Batty, anak berusia 4 tahun yang pemalu dan suka memakai sayap kupu-kupu kemana-mana. Oh...bukan terakhir sebetulnya, kalau Hound dapat dimasukkan menjadi anggota keluarga Penderwick. Dari namanya, kau pasti sudah menebak kan makhluk apakah Hound yang paling sayang kepada Batty ini? Yup, ia adalah seekor anjing!

Nah, mereka berlima.. ups..maksudku berenam sedang berlibur ke sebuah villa indah bernama Arundel yang mereka sewa selama liburan musim panas. Di sana mereka berkenalan dengan teman-teman baru yang mengasyikkan. Ada cowok tukang kebun ganteng yang suka cerita-cerita sejarah bernama Cagney, lalu juru masak ramah bernama Crunchie, dan....anak cowok putra pemilik villa tersebut yang suka main musik bernama Jeffrey. Tapi, ada juga makhluk-makhluk menyebalkan yang harus mereka hadapi, yaitu Mrs. Tifton--ibu Jeffrey sekaligus pemilik villa, dan pacarnya yang angkuh Dexter.

Dan bisa kau bayangkan kalau ada 5 orang anak bersama-sama saat liburan di lingkungan mansion yang besar dan kebun yang luas. Oh.. 5 orang anak dan 1 ekor anjing (jangan lupakan itu!)...pastilah keributan yang bakal terjadi. Masalahnya, Mrs. Tifton itu tipe wanita kaya yang (sok) anggun, yang jelas takkan suka pada orang-orang yang "tidak se-level" dengannya, apalagi anak-anak yang suka ribut-ribut di taman kesayangannya. Banyak kejadian super kocak yang bakal membuatmu tertawa ngakak di sepanjang kisah ini, mulai dari kelinci yang lepas dari kandangnya hingga Batty hampir diseruduk sapi. Pokoknya, kocak dan seru!

Tapi bukan hanya kelucuan saja yang ada di buku ini, kau juga akan menemukan persahabatan dan kesetiakawanan, juga keteguhan anak-anak Penderwick dalam menjaga kehormatan keluarga mereka yang senantiasa kompak. Bukan hanya bersenang-senang, anak-anak Penderwick juga membantu memecahkan masalah Jeffrey yang diharuskan ibunya bersekolah di sekolah militer Pencey seperti kakeknya, padahal Jeffrey sendiri memiliki minat di bidang musik. Keempat gadis Penderwick juga memberikan keceriaan pada Jeffrey si anak tunggal yang dididik dengan cara kolot dan membosankan oleh ibunya.

Kisah bertambah seru ketika akan ada kontes Klub Berkebun dan Mrs. Tifton berambisi untuk memenangkan kontes itu dengan kebunnya yang indah. Kira-kira apa ya yang akan terjadi kalau tak jauh dari sana ada anak-anak Penderwick, seekor anjing, dua ekor kelinci dan seorang anak laki-laki? Hmmm....kau akan tahu dengan membaca buku ini. Yang jelas, ini buku yang memang cocok dibaca saat liburan atau saat kau membutuhkan bacaan yang ringan dan membuatmu ceria.

Tiga bintang untuk Keluarga Penderwick!

Buku ini adalah pemberian #secretsanta ku, si manis Alvina...Thanks ya Vina, sudah menceriakan hariku dengan buku ini!

Judul: The Penderwicks: A Summer Tale of Four Sisters, Two Rabbits, and a Very Interesting Boys
Penulis: Jeanne Birdsall
Penerjemah: Poppy Damayanti Chusfani
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Maret 2008
Tebal: 292 hlm

Monday, February 13, 2012

Books In English Reading Challenge 2012


Tahun 2012 ini aku menantang diriku sendiri untuk membaca sedikitnya 1 buku berbahasa Inggris setiap bulannya. Kebetulan, blog Surgabukuku milik @melmarian mengadakan challenge yang sama, jadi aku ikutan deh. Ini daftar buku berbahasa Inggris yang akan kubaca sepanjang 2012:

Januari : Alice’s Adventures in Wonderland by Lewis Caroll - DONE

Februari: Doctor Zhivago by Boris Pasternak - DONE

Maret: Love in the Time of Cholera by Gabriel Garcia Marquez - DONE

April: L’Assommoir by Emile Zola - DONE

Mei: Charles Dickens: The Dickens Bicentenary 1812-2012 by Lucinda Dickens Hawksley - DONE

Juni: The Man In The Iron Mask by Alexandre Dumas - DONE

Juli: The Old Curiosity Shop by Charles Dickens

Agustus: Germinal by Emile Zola

September: Lord of the Flies by William Golding

Oktober: The Picture of Dorian Gray by Oscar Wilde - DONE

November: Gone With The Wind by Margareth Mitchell

Desember: Vivaldi’s Virgins by Barbara Quick