Friday, December 31, 2010

Dunia Sophie

Wow!...wow!.. Dua kata itulah yang tampaknya paling tepat untuk mendeskripsikan buku karya Jostein Gaarder ini. Sudah sejak lama aku mencari-cari buku ini, tapi ternyata sulit mendapatkannya. Lalu aku mendengar kabar bahwa penerbit Mizan telah menerbitkannya sebagai Gold Edition. Maksudnya, dengan cover apik dengan efek kilau keemasan serta jenis kertas luks sehingga buku setebal 797 halaman ini layak dijadikan koleksi. Apalagi mengingat isinya yang begitu menakjubkan.

Dunia Sophie adalah pelajaran filsafat yang dikemas ke dalam semacam kisah misteri-fantasi. Kita harus berterima kasih pada Jostein Gaarder karena telah memberi kita cara yang asyik dan tidak membosankan untuk belajar filsafat. Alih-alih menggunakan kalimat dan bahasa yang sulit ditangkap bagi awam seperti kita, Gaarder mendeskripsikan pemikiran filsafat dari mulai ribuan tahun lalu hingga masa kini ke dalam bahasa yang mudah dicerna dan disertai contoh-contoh yang kadang lucu, meski tetap membantu kita memahami suatu pemikiran dengan lebih baik.

Sophie adalah cewek berusia 14 tahun yang tinggal bersama ibunya. Menjelang ulangtahunnya yang ke-limabelas, di suatu siang sepulang sekolah, ia menemukan sebuah surat misterius di kotak surat rumahnya. Surat itu ditujukan pada dirinya. Isinya hanya 2 kata disertai tanda tanya: Siapakah kamu? Amplop surat itu tak menunjukkan nama atau alamat pengirimnya, tak pula ada perangko. Belum sampai pada jawaban yang memuaskan, Sophie lalu menemukan sepucuk surat lainnya di kotak suratnya, yang tentu saja berasal dari si pengirim anonim yang sama. Kali ini pertanyaannya berbeda: Dari mana datangnya dunia?

Dan memang, manusia mulai belajar filsafat dengan kedua pertanyaan mendasar itu. Dua pertanyaan yang hanya terdiri dari beberapa kata, namun butuh 797 halaman untuk membawa kita kepada jawabannya. Apakah pertanyaan itu akhirnya terjawab? Kita harus melalui jalan yang panjang untuk mengetahuinya...

Seolah 2 pucuk surat itu masih belum cukup membngungkan Sophie, datang pula selembar kartu pos yang berperangko Norwegia dan bercap pos Batalyon PBB. Yang lebih aneh lagi, kartu pos itu dialamatkan pada Hilde Moller Knag, d/a Sophie Admundsen. Alamat yang tercantum adalah alamat rumah Sophie. Tapi siapa Hilde yang berulang tahun hanya beda beberapa hari darinya itu? Lebih bingung lagi Sophie membaca isinya, yaitu ucapan selamat ulang tahun seorang ayah kepada putrinya yang bernama Hilde, dan si ayah meminta maaf pada Hilde karena harus mengirim kartu pos itu lewat Sophie. Apa maksud semuanya ini? Dalam sehari saja, hidup Sophie nampaknya akan berubah 180 derajat. Sophie yang dulunya seorang remaja yang ceria dan suka bermain bersama sahabatnya Joanna, kini jadi lebih tertarik untuk berpikir tentang asal usul dirinya dan dunia daripada main badminton.

Surat-surat misterius secara periodik berdatangan ke rumah Sophie. Kini amplopnya berukuran besar, dan isinya beberapa halaman ketikan. Judulnya: Pelajaran Filsafat. Maka kita semua bagaikan murid-murid yang bertemu dalam kelas filsafat bersama dengan Sophie, si gadis cerdas yang baru berusia 15 tahun itu. Filsafat bukanlah ilmu omong kosong yang hanya perlu bagi orang-orang kuper yang kerjanya berpikir. Filsafat membantu mata kita terbuka pada hal-hal yang paling hakiki: keberadaan kita di dalam dunia.

Sophie memiliki tempat persembunyian di antara sesemakan di taman depan rumahnya, dan disitulah ia menyembunyikan kaleng berisi semua materi pelajaran filsafatnya. Namun, meski bahan itu tersembunyi, Sophie tak mampu menyembunyikan sikap anehnya dan omongan seriusnya dari ibunya. Sophie kini bukan hanya seorang gadis lugu yang hanya menerima apapun yang dunia sediakan baginya, namun ia mulai mempertanyakan dunia itu sendiri.

Setelah itu "sang guru" misterius mulai menjabarkan asal-usul filsafat dari 600 ribu tahun sebelum Masehi. Seperti kita tahu, kebanyakan filsuf berasal dari Yunani. Sebelum filsafat murni lahir, keberadaan dunia sering dijelaskan dalam bentuk mitos keagamaan. Tak heran begitu banyak kisah tentang dewa-dewi di Yunani. Kemudian para filsuf mulai melepaskan diri dari agama, dan pemikirannya lebih didasarkan pada aspek ilmiah. Bagaimana tumbuhan dapat hidup? Dan pertanyaan-pertanyaan semacam itu. Mereka sampai pada kesimpulan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini abadi dan kekal sifatnya. Karena tak mungkin ada ketiadaan sebelum semuanya ada. Mereka juga meyakini bahwa dunia ini terus mengalami perubahan hingga masa di mana mereka hidup.

Sementara itu banyak hal aneh terjadi. Misalnya saja, Sophie selalu saja menemukan benda-benda yang bukan miliknya terselip entah di bagian mana kamarnya. Ada selendang sutra merah.... Dari kartu-kartu pos ayah Hilde yang terus datang ke rumahnya, Sophie mengetahui bahwa barang-barang itu adlah milik Hilde. Tapi...bagaimana semua barang itu bisa sampai ke kamar Sophie??

Hal yang tak kalah misteriusnya adalah sang guru filsafat anonim Sophie. Siapakah dia? Setelah beberapa saat sang guru, yang belakangan ia tahu bernama Alberto Knox, mulai mengutus seekor anjing berbulu coklat bernama Hermes untuk menjadi kurir yang mengirim bahan pelajaran filsafat kepada Sophie. Lalu pada suatu saat Sophie memberanikan diri mengikuti Hermes untuk menemukan tempat tinggal Alberto. Ternyata ia tinggal di sebuah gubuk yang, belakangan Sophie tahu, disebut orang "gubuk mayor" karena dulunya pernah ditinggali seorang mayor.

Di sepanjang kisah ini anda akan dijejali, selain dengan penjabaran pemikiran para filsuf dunia, juga dengan misteri ke misteri yang makin misterius saja. Sophie bersama Alberto, yang akhirnya dapat bertatap muka langsung untuk pelajaran filsafat mereka, sering merasa terganggu dengan ulah ayah Hilde, seorang mayor yang bekerja di batalyon PBB di Norwegia. Sang mayor seolah-olah mengikuti mereka kemanapun mereka pergi dan seolah-olah dapat membaca pikiran mereka. Lalu datang juga tokoh-tokoh dongeng seperti Winnie The Pooh, Gadis Korek Api, Snow White dll mengganggu pelajaran mereka.

Lalu siapakah sebenarnya Alberto itu? Apakah Hilde itu benar-benar ada? Bagaimana si mayor bisa mengintervensi kehidupan Sophie dengan ulah-ulah konyol dan menjengkelkan itu? Anda akan mengetahui jawabannya di akhir kisah ini. Namun di sela-sela petualangan Sophie dan Alberto itu, anda juga akan menelusuri bagaimana para ahli filsafat membaktikan hidupnya untuk menjawab satu pertanyaan besar itu: Darimana asal dunia. Ada yang bilang dunia ini kekal dari awalnya, ada yang berpendapat semua berasal dari sebuah sel atom yang terus menerus membelah diri. Berbagai ide ditawarkan, berbagai argumen dikemukakan, namun pada akhrirnya tak seorang pun dapat mengetahui dengan pasti bagaimana dunia ini bisa terbentuk. Dan makin modern sains, manusia juga menemukan bahwa bumi tempat manusia hidup ini bagaikan setitik pasir di tengah samudra nan luas. Bayangkan saja, benda angkasa yang kita sebut matahari adalah pusat bagi planet-planet yang mengelilinginya, yang salah satunya adalah bumi yang kita cintai ini. Di galaksi Bima Sakti ini terdapat 400 milyar matahari seperti matahari kita! Padahal alam raya ini terdiri dari kira-kira seratus milyar galaksi. Bisakah anda membayangkan betapa luasnya alam raya ini? Dan lagi-lagi kita kembali pada satu pertanyaan besar itu? Darimana asalnya alam raya ini? Bagaimana awal mula terbentuknya? Siapa atau apa yang mengatur dan menggerakkan masing-masing elemennya yang total berjumlah...ahh..tak cukup digit di kalkulatorku untuk menghitungnya. Tak cukup otak kecilku untuk memikirkannya.

Semua itu akhirnya hanya menjelaskan satu hal: bahwa ada "sesuatu" yang jauh lebih besar daripada alam raya ini. Suatu kekuatan yang tak mampu kita terima di radar otak kita, namun pastilah ada karena hanya itu yang mampu menjelaskan semua pertanyaan para orang pintar itu. Sesuatu yang akhirnya kita sebut dengan "God" atau "Tuhan".

Ada seorang filsuf yang jadi favoritku (berkat Sophie, Alberto, sang mayor, oh..dan tentu saja Jostein Gaarder--aku yang buta filsafat malah bisa memiliki filsuf favorit!). Si filsuf adalah Soren Kirkegaard dari Denmark. Orangnya ganteng juga loh, at least dari sketsa yang ada di buku ini (tiap filsuf ada sketsa wajahnya loh, dan itu membuat buku ini semakin unik dan keren). Inilah kutipan pemikirannya: yang aku jadikan penutup review panjang ini,

Jika aku dapat menangkap Tuhan secara obyektif, aku tidak akan percaya; tapi justru karena aku tidak dapat melakukannya, maka aku harus percaya.

Jika aku ingin menjaga imanku,aku harus terus menerus berpegang teguh pada ketidakpastian obyektif, agar imanku tetap lestari.

Masuk akal juga, karena kalau kita manusia bisa memahami Tuhan, bagaimana kita akan bisa beriman sungguh-sungguh kepadaNya? Justru karena Ia tak dapat dipahami, maka kita hanya mampu bertekuk lutut di hadapanNya....

Judul: Dunia Sophie
Pengarang: Jostein Gaarder
Penerbit: Mizan

More Book Challenges For 2011!

Menjelang pergantian tahun, tak seperti teman-teman lainnya, aku tak bisa menampilkan daftar bacaanku selama tahun 2010 ini, karena memang tak sempat mencatatnya. Yang jelas, banyaaak deh. Mungkin mulai tahun depan aku akan semakin rajin mencatatnya di blog ini.

Tadi saat jalan-jalan ke blog sesama pecinta buku: mbak Dessy, aku menemukan sebuah book challenge lagi yang mbak Dessy ciptakan sendiri. Tak terlalu sulit, dan yang jelas makin menambah asyik pengalaman membaca buku. Intip yuk book challenge-nya...


5 books, 5 writers, 5 countries

Maksudnya adalah membaca 5 buku dari 5 pengarang yang berasal dari negara yang berbeda-beda. Dengan cara ini kita menjadi semakin mengenal pengarang-pengarang buku. Bukan hanya karyanya saja, tapi juga paling tidak negeri asalnya. Mengikuti mbak Dessy, aku juga sengaja memilih buku-buku yang berbeda dengan book challenge yang lain. Ini dia daftarku:

1. The True Story of Hansel & Gretel
by Louise Murphy --> Skotlandia-Irlandia

READ


-----

2. The Prince and The Pauper
by Mark Twain --> Amerika
READ

-----

3. Water For Elephants
Sara Gruen --> Kanada
READ

-----

4. The Phantom Of The Opera
Gaston Leroux --> Prancis
READ

-------

5. Jerawat Cinta
Fanny Fredlina --> Indonesia
READ

(Yang ini buku pertama soulmate-dunia-mayaku yang sudah diterbitkan. Yipiiiee!! Meski aku tak pernah membaca buku bergenre remaja, tapi karena ini hasil karya seorang sahabat, wajib baca dong!).


------

Dan merasa belum cukup tertantang (belum cukup, Fan?!), aku akan menambah 1 book challenge lagi yang bisa digabung dengan book challenge lainnya. Tantangan ini kudapat sewaktu jalan-jalan ke blognya Aleetha.


100+ Reading Challenge


Itu tajuknya, dan jelaslah maksudnya adalah menantang kita untuk membaca lebih dari 100+ judul buku dalam tahun 2011. Karena tak ditentukan genre atau jenis bukunya, membuat tantangan ini fleksibel dan bisa digabung dengan book challenge lain yang spesifik. Kita boleh membaca apa saja loh, dari komik, novel gratis, kumcer, novel, non fiksi dst pokoknya yang pernah diterbitkan dan punya ISBN. Yuuk! Siapa mau ikutan? Langsung aja kesini. Book challenge yang diatas boleh, digabung dengan yang ini juga boleh. Ayo giat membaca di tahun 2011!

PS: Kalau mau lebih besar peluang mencapai/melampaui tantangan, mulailah dengan buku pertama tepat pada tgl. 1 Januari 2011 besok. Hari ini aku khusus tidak membaca buku sama sekali, kusimpan untuk besok. Gak boleh curang dong!....

Sunday, December 26, 2010

Ikutan Book Challenge + Giveaway Yuk!

Tak terasa akhir tahun sudah mendekat. Dan berapa buah buku yang sudah anda lahap sepanjang tahun ini? Aku sendiri sudah tak mampu (baca: tak sempat) menghitung lagi, tapi sepertinya sudah melebihi angka 50. Lalu bagaimana dengan tahun 2011? Ah..daripada repot-repot menetapkan target lalu stress sendiri karena tak bisa memenuhinya, untuk tahun depan aku mengganti tantangan. Aku menemukan sebuah book challenge yang keren: What's in a Name 4


Blog itu mengadakan book challenge setiap tahunnya. Siapaun bisa mengikutinya, baik yang punya blog maupun tidak. Aku pikir, asyik juga ya sekali-sekali ikutan book challenge. Menantang diri sendiri untuk membaca buku yang mungkin bukan genre yang selama ini kita sukai, tapi mungkin saja akan kita sukai. Kita tak pernah tahu kalau belum pernah mencoba.

Book challenge ini sebenarnya memberikan tugas pada pesertanya untuk membaca buku-buku yang sesuai dengan persyaratan tertentu, sepanjang tahun. Terserah kita, kapan kita melakukannya, atau judul buku atau genre buku yang kita baca. Pokoknya, judul buku itu bagaimanapun sesuai dengan persyaratannya. Penasaran? Lihat aja disini

Nah, aku sudah mulai mencari-cari buku untuk book challenge itu, ini nih listnya...

1. A book with a number in the title - Kembar Keempat by Sekar Ayu Asmara



2. A book with jewelry or a gem in the title - (belum dapat)

??


3. A book with a size in the title - Mini Shopaholic - by Sophie Kinsella



4. A book with travel or movement in the title - (belum dapat)

??


5. A book with evil in the title - (The Wizard Of Oz) -- eh, wizard kan bisa dikategorikan 'evil' ya?? *maksa dot com*



6. A book with a life stage in the title - The Einstein Girl - by Philip Sington


Sekarang aku ingin mengajak anda, para pecinta buku untuk sama-sama menantang diri sendiri di book challenge ini. Kreatifitas dalam memilih judul bacaan lumayan mengasyikkan loh. Kalau bisa cobalah untuk keluar dari pakem bacaan anda selama ini... Kalau anda memutuskan menemani aku ikutan book challenge ini, jangan lupa posting tentang book challenge ini ya...

O ya, aku juga ingin menantang anda...

Buku apa yang menurut anda bagus dan sesuai dengan tugas nomor 2 dan 4 di atas?

Note:
1. Anda bisa menjawab salah satunya atau keduanya. Pemenang hanya akan mendapat 1 hadiah saja...

2. Peserta harus berdomisili atau memiliki alamat pengiriman di Indonesia.

Silakan anda menjawab lewat komentar blog ini. Buku yang paling menarik akan aku ikutkan dalam list book challenge-ku. Dan pemberi ide yang bukunya aku pilih untuk dibaca, akan mendapat buku itu secara gratis. Mau?? Ayoo..kasih saran dong! Aku memberikan waktu hingga 31 Januari 2011 ya!

Wednesday, December 22, 2010

Tintin Character Book: Kapten Haddock

Sejuta topan badai!...
Kutu busuk!...

Maaf, aku tak hendak memaki-maki anda... Hanya ingin mengingatkan anda pada sebuah sosok istimewa yang tak gampang dilupakan dalam sebuah serial cerita bergambar. Anda sudah ingat sekarang? Ya, dialah Kapten Haddock dalam serial Petualangan Tintin, kisah ciptaan dan hasil goresan tangan Herge.

Dalam banyak kisah heroik, di samping sosok sang pahlawan yang nyaris sempurna (dan seringkali menjadi kurang natural, kurang manusiawi), tampil pula tokoh pendamping yang keahliannya di bawah sang pahlawan, namun kepribadiannya lebih mirip manusia kebanyakan seperti kita. Tokoh pendamping ini akan mengimbangi kesempurnaan sang pahlawan. Ingat Dr. Watson dan Sherlock Holmes? Seperti itulah peran Kapten Haddock dalam sebagian besar petualangan Tintin.


Dalam Petualangan Tintin, sang wartawan muda ini memang serasa bagaikan tokoh khayalan. Tintin terlalu sempurna. Selalu cerdik, jarang membuat kesalahan, hampir tak pernah dikuasai emosi, selalu berpikiran jernih. Sebaliknya, Kapten Haddock adalah orang yang berangasan, emosional dan punya kelemahan yaitu ketergantungan pada minuman keras, meskipun sejatinya Haddock adalah pribadi yang setia kawan, memegang teguh prinsip keadilan dan kebenaran, serta berani berkorban demi sahabatnya.


Character Book yang disusun Michael Farr ini membawa kita lebih mengenal dari dekat sosok Kapten Haddock (juga karakter-karakter lainnya dalam serial Tintin di banyak Character Book yang lain). Kita juga dibawa mengikuti proses penciptaan tokoh ini oleh Herge, sekaligus makna tokoh itu baginya. Kapten Haddock ternyata adalah perwujudan karakter Herge sendiri yang di masa tuanya tenggelam dalam minuman keras, sama seperti Kapten Haddock. Sedangkan Tintin adalah cerminan sosok yang diimpikan Herge di masa mudanya, reporter yang banyak berkeliling dunia. Yang lebih menarik lagi adalah proses peciptaan tokoh ini. Nama Haddock ternyata berasal dari sejenis ikan yang sedang dimasak istrinya suatu hari untuk makan malam!


Hal yang menarik tentang nama Haddock ini, si Kapten yang diceritakan sebagai pensiunan kapten kapal dan pelaut, ternyata memang memiliki 'kembaran' di dunia nyata. Ada beberapa perwira angkatan laut di Inggris yang bernama Haddock. Maka makin sreg-lah Herge dengan tokoh ciptaannya yang akan menemani Tintin dalam banyak petualangannya.


Masih ingatkah anda peran Kapten Haddock dalam beberapa petualangan Tintin? Dia bisa dibilang sosok paling flamboyan di antara rekan-rekan Tintin lainnya seperti Profesor Calculus (Lakmus), Thompson & Thomson (Dupont & Dupond). Kita ingat kembali penampilan-penampilan Kapten Haddock dalam banyak kisah, yang bervariasi dan berbeda, tergantung kondisi dalam kisah itu. Di Tujuh Bola Kristal misalnya, Haddock muncul dalam setelan resmi saat menonton acara sulap, lengkap dengan kacamata berlensa satu. Anggun dan elegan. Padahal saat berpetualang ke luar negeri, ia biasa mengenakan sweater ala pelaut warna biru dengan gambar jangkar di dada, topi pelaut dan celana hitam. Gambaran Kapten Haddock yang fashionable adalah cerminan diri Herge yang juga sangat memperhatikan penampilannya di luar rumah.

Namun keistimewaan yang paling menonjol dari sosok kapten Haddock mungkin adalah...makiannya! "Sejuta topan badai" dan "kutu busuk" telah menemani masa kecil kita dalam cergam-cergam Tintin. Membuat kita selalu paling tidak tersenyum tiap kali mengingat dan membayangkan Kapten Haddock. Darimana Herge mendapat inspirasinya? Ternyata dari pertengkaran seorang penjaga toko dengan pelanggannya yang sempat terdengar oleh Herge. Makin panjang dan variatif isi makian si penjaga toko, makin efektif pula dampaknya pada si pelanggan. Dari situ, Herge lalu menciptakan berbagai variasi makian yang jumlahnya bisa mencapai ratusan di seluruh kisah yang menyertakan Kapten Haddock!


Hal lain yang menarik dari sosok Kapten Haddock adalah minuman keras, terutama wiski. Kenalkah anda dengan merk wiski Loch Lomond? Mungkin anda sering mendengarnya, tapi tahukah anda darimana merk Loch Lomond itu berasal? Eh, whisky Loch Lomond itu benar-benar ada loh! Apakah Herge mencomot brand ini ke dalam cergamnya? Bukan! Justru awal mula brand Loch Lomond adalah brand fiktif untuk wiski yang diciptakan Herge di cergam Tintin. Di kemudian hari, akhirnya brand fiktif itu benar-benar dijadikan sebuah brand untuk Scotch wiski. Menarik bukan?


Ngomong-ngomong tentang Loch Lomond wiski, jadi teringat Snowy (atau Milou dalam terjemahan Gramedia), si anjing mungil milik Tintin. Gara-gara Kapten Haddock, Snowy jadi ketagihan wiski Loch Lomond juga…


Begitulah kisah Tintin ini. Seluruh cergamnya benar-benar merasuk ke dalam ingatan dan hati penggemarnya, sehingga bahkan bertahun-tahun setelah kita membacanya, selalu ada potongan-potongan adegan atau kisah yang akan kita ingat saat ada momen serupa yang kita alami. Membaca atau menonton acara tentang Tibet? Pasti aku akan teringat pada Tintin, Chang (Zhang) dan Yetty. Membaca tentang peluncuran roket luar angkasa, pasti terbayang roket kotak-kotak merah-putih karya Profesor Calculus yang sempat amnesia menjelang keberangkatan roket, dsb dsb. Kisah petualangan Tintin ternyata adalah salah satu sahabat yang menemani aku selama aku tumbuh menjadi manusia sekarang ini…

Judul: Kapten Haddock

Pengarang: Michael Farr

Penerbit: Gramedia

Wednesday, December 15, 2010

The Namesake-Makna Sebuah Nama

Apalah arti sebuah nama? Begitu ungkapan yang terkenal dari William Shakespeare dalam novelnya Romeo and Juliet. Namun dalam kenyataannya, nama merupakan simbol penting identifikasi seseorang, yang berarti seseorang yang belum dikenal dapat dinilai salah satunya lewat nama. Mengapa orangtua-baru begitu rebut untuk menentukan nama bagi anaknya yang baru lahir? Karena mereka ingin anak itu kelak tumbuh dengan perasaan bangga menyandang nama itu. Judul buku pun perlu diotak-atik sehingga ia dapat mencerminkan isinya sekaligus mengundang perhatian orang. Demikian pula buku The Namesake karangan Jhumpa Lahiri ini bertutur, yaitu tentang makna di balik nama.

Dalam adat istiadat bangsa India sekitar tahun 1970-1980-an (aku tak tahu apakah saat ini masih relevan), seseorang selalu memiliki 2 nama. Nama pertama adalah nama resmi atau ‘nama bagus’ yang dicatat dalam akte kelahiran, dibubuhkan dalam ijazah, dan didaftarkan di sekolah atau universitas. Nama kedua adalah nama personal, yang digunakan sebagai panggilan dalam pergaulan keluarga dan teman-teman dalam suasana non formal. Dalam masa inilah hidup seorang anak lelaki bernama Ashoke Ganguli yang keranjingan membaca buku sastra Rusia, terutama milik Nikolai Gogol yang telah menghasilkan buku The Overcoat sebagai salah satu tulisannya yang paling terkenal. Suatu saat Ashoke sedang berkendara dengan kereta api yang akhirnya mengalami kecelakaan hebat. Dalam kepanikan dan gelapnya malam, Ashoke malang yang tubuhnya tergencet, hanya mampu menggerakkan tangan kecilnya yang masih memegang buku The Short Stories by Nikolai Gogol. Lambaian helai halaman buku itu menarik perhatian regu penolong yang nyaris saja melewati Ashoke karena menganggap tak ada penumpang di area itu yang bisa diselamatkan. Secara tak langsung, Nikolai Gogol telah menyelamatkan nyawanya.

Sejak saat itu, sedang ia tumbuh dewasa, kenangan akan kecelakaan itu masih terus menghantui Ashoke. Juga setelah ia meminang Ashima menjadi istrinya dan tinggal di apartemen kecil di dekat universitas tempat ia mengajar di kota Boston, Amerika. Dari sini kisah ini bergulir di seputar kehidupan keluarga Ganguli. Dua orang Bengali yang tinggal di Amerika. Budaya yang jauh berbeda, keterasingan karena tinggal jauh dari keluarga, sanak saudara dan sahabat merupakan tantangan-tantangan yang harus dihadapi Ashoke dan Ashima. Lalu tak lama kemudian lahirlah putra pertama mereka. Dan pada hari itu, bayangan kelam yang selama ini menjadi beban berat bagi Ashoke seolah terangkat. Ia bertekad untuk tak lagi hidup demi masa lalu, dan mulai membuka babak kehidupan yang baru.

Di sinilah keruwetan tentang nama mulai masuk. Telah menjadi kebiasaan di India bahwa seorang bayi yang baru lahir akan dinamai oleh orang tua atau orang yang dituakan. Dalam hal ini nenek buyut Ashima yang berusia 90 tahun yang menyandang tugas mulia itu. Namun, karena handphone belum ada, apalagi internet, proses pemberian nama itu harus dilakukan lewat pos. Padahal pihak Rumah Sakit di Amerika mengharuskan seorang bayi memiliki nama sebelum keluar dari RS. Maka tiba-tiba saja benak Ashoke terbuka, dan kelima huruf itu seakan terlihat jelas sekali: Gogol. Itulah nama yang paling tepat bagi putranya, nama yang telah menyelamatkan hidupnya yang dulu, dan kini menandai awal hidup barunya. Dan mulailah si bocah Bengali kecil itu menyandang nama yang bukan nama India dan bukan pula nama Amerika tempatnya lahir: Gogol Ganguli.

Dari awal Gogol kecil sudah tahu bahwa namanya berasal dari nama sastrawan Rusia yang diidolakan ayahnya. Namun yang mengetahui peristiwa kecelakaan itu hanyalah Ashoke dan Ashima. Gogol dengan bangga menyandang nama itu. Saat masuk TK ia minta dipanggil sebagai Gogol, bukannya Nikhil, nama resmi pemberian kedua orangtuanya. Pada ulang tahunnya yang ke 14, Ashoke memberikan hadiah istimewa pada Gogol: sebuah buku tua yang berjudul The Short Stories Of Nikolai Gogol yang lalu ia selisipkan asal saja di rak paling atas begitu ayahnya menutup pintu dan keluar dari kamarnya. Buku itupun terlupakan, dan Ashoke tak pernah sekalipun menanyakan atau menyebut-nyebutnya lagi.

Di kemudian hari saat Gogol mulai dewasa, ia mulai membenci namanya sendiri. Lucu juga rasanya memperkenalkan diri pada cewek cakep dengan nama: Gogol… Dan akhirnya ia pun membulatkan tekad untuk berganti nama menjadi Nikhil, sesuatu yang sah saja dilakukan di Amerika. Tinggal membuat surat dan mengajukan ke pengadilan, maka keluarlah ia dari gedung pengadilan sebagai Nikhil Ganguli. Setelah kejadian itu, barulah Gogol tahu makna sebenarnya namanya selain hanya sebagai sanjungan pada seorang sastrawan. Gogol adalah lambang kematian sekaligus kehidupan bagi ayah tercintanya. Nikolai Gogol yang menghindarkannya dari kematian, dan Gogol Ganguli yang memberinya kehidupan baru.

Kemudian alur cerita bergulir dengan manisnya di seputar kehidupan Gogol alias Nikhil saat menyelesaikan sekolah, kuliah, lalu bekerja serta jatuh cinta, putus cinta hingga akhirnya menikah. Dan di antara rentang masa itu, Ashoke harus meninggalkan Ashima, Gogol dan Sonia (adik perempuan Gogol) selamanya karena serangan jantung mendadak. Dan baru setelahnya Gogol pun untuk pertama kalinya akan membaca buku pemberian ayahnya bertahun-tahun silam. Buku yang membuatnya yakin bahwa Ashoke tak pernah meninggalkan hidupnya….

*****

Membaca buku The Namesake ini mengasyikkan, karena kita akan disuguhi dinamika kehidupan keluarga Bengali yang tinggal di Amerika. Makanan-makanan khas India seperti dal dan samosa, adat wanita India yang langsung menghapus bindi begitu menjadi janda, dan banyak hal-hal lain yang begitu berbeda dengan apa yang biasa kita ketahui. Menarik juga membaca tentang Gogol yang seolah hidupnya selalu terbagi dalam dua negara, kendati seumur hidup ia tinggal di Amerika. Ia tak pernah benar-benar Amerika, sementara ia juga bukan Bengali sepenuhnya.

Unik dan mengesankan, dengan alur cerita yang enak dibaca. Dua jempol untuk buku The Namesake ini, yang meski bukan penghuni rak best-seller di toko buku, namun menyajikan bahan bacaan yang berkualitas dan menghibur!

Judul: The Namesake
Judul terjemahan: Makna Sebuah Nama
Pengarang: Jhumpa Lahiri
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: September 2008

Buat yang berminat edisi bekasnya, bisa beli di Vixxio. E-mail aja ke mail[at]vixxio[dot]com atau komen di posting ini.

Tuesday, December 14, 2010

Old Surehand 2: Di Jefferson City

Setelah sekian lama menunggu buku kedua dari serial Old Surehand ini terbit, aku semakin bersemangat ketika pertama kali membuka buku ini. Meski agak lupa-lupa ingat garis besar cerita di Old Surehand 1, tapi aku tetap ingat kisah terakhir yang terpotong dan (aku harapkan) menyambung di bagian 2, yaitu pencarian atas Old Surehand yang tiba-tiba menghilang setelah petualangan selesai. Tapi, setelah melewati beberapa halaman buku ini, kok aku tak menemukan satupun tanda-tanda munculnya Old Surehand yah?

Tapi, berhubung Karl May adalah seorang yang mahir bercerita, maka dengan nikmatnya kuikuti saja kisah demi kisah, halaman demi halaman meski nampaknya tak ada hubungan sama sekali dengan cerita selanjutnya, hingga akhirnya aku menyadari beberapa hal:

1. Cerita ini adalah cerita berbingkai. Tokoh utama tetaplah Old Shatterhand, yang sedang mengunjungi sebuah kedai minum di kota Jefferson City, di mana ia harus menyelesaikan sebuah urusan dan hendak mencari kabar mengenai keberadaan Old Surehand. Di bagian pertama, kedua tokoh sahabat baik Winnetou ini berjanji akan bertemu lagi di suatu tempat di Jefferson City. Dan di kedai ini, Old Shatterhand mendengarkan seseorang yang tengah menceritakan pengalamannya di padang prairie kepada para pengunjung lainnya. Nah, setelah ia bercerita, maka pengunjung lain akan menimpali cerita itu dengan kisah versi pengalamannya sendiri. Dan hal itu berlangsung terus menerus di sepanjang buku ini. Bahkan ada seseorang yang menceritakan kisah yang didengarnya dari orang lain, hingga cerita itu berbingkai dalam cerita lain dan berbingkai dalam cerita lain lagi hingga 3 tingkat.

2. Hal kedua yang aku sadari belakangan adalah, bahwa meski setting cerita itu berpindah-pindah dari padang prairie satu ke hutan lainnya, hingga sampai ke lautan, namun sebenarnya keseluruhan kisah itu hanya berlokasi di kedai Ibu Thick ketika Old Shatterhand minum-minum dan mendengarkan seluruh cerita itu.

Di halaman akhir buku ini (aku mengintip sebentar ke catatan mengenai kisah ini), aku menemukan fakta menarik bahwa ternyata buku kedua Old Surehand ini memang bukan sambungan langsung dari buku pertamanya. Sejatinya, setelah Karl May meninggal dunia, buku Old Surehand ini dijadikan hanya dua seri. Sedang kisah-kisah lainnya dipenggal dan dijadikan judul lain. Namun, bertahun-tahun kemudian, mereka yang peduli terhadap karya Karl May, termasuk Paguyuban Karl May di Indonesia berinisiatif untuk mengumpulkan banyak kisah-kisah Karl may yang tercecer dan merangkumnya menjadi buku sisipan Old Surehand Di Jefferson City ini. Buku kedua ini dimaksudkan sebagai penyambung antara buku 1 dan buku 3 yang akan terbit setelah ini.

Jadi, kalau anda sudah membaca buku pertama dan mengharapkan reuni serta petualangan bersama Old Shatterhand, Winnetou dan Old Surehand di buku ini, tunda dulu keinginan anda. Namun, jangan juga kecewa dan menganggap buku ini tak layak dibaca. Justru sebaliknya, buku ini berisi banyak kisah-kisah petualangan yang menarik dan menegangkan khas dunia Wild West dan tokoh-tokoh nyentriknya. Ada perburuan dan usaha perampokan emas milik kulit merah oleh orang kulit putih yang serakah, pembalasan dendam terhadap penjahat dan penipu ulung yang beraksi dengan kedok permainan kartu, juga drama pertempuran ala bajak laut di tengah lautan yang menegangkan (baru kali ini Karl May memasukkan drama-non-prairie di buku yang pernah aku baca). Kisah bajak laut ini menurutku adalah kisah paling keren dan menegangkan di buku ini.

Tokoh Old Shatterhand sendiri juga hadir di beberapa kisah bersama dengan sahabat abadinya Kepala Suku Apache yang agung dan termashyur: Winnetou. Selain itu silakan anda terpingkal-pingkal atau paling tidak tersenyum dengan karakter-karakter nyentrik seperti Sam Fire-Gun, Dick Hammerdull dan sobat kentalnya Pitt Holbers (yang dijuluki Roti Panggang Berpunggungan karena saat bertempur mereka selalu mengambil posisi berpunggungan agar tak ada musuh yang menyerang dari belakang masing-masing). Juga Peter Polter si jurumudi yang paling benci saat harus bertualang di padang prairie dengan mengendarai kuda! Belum lagi tokoh kejutan: Abraham Lincoln! Ya, Abraham Lincoln yang pernah menjadi Presiden AS. Kok bisa? Nah, anda harus membaca sendiri kisahnya, karena kisah-kisah Karl May memang tak mudah untuk diceritakan kembali dengan cara yang sama seperti kisah aslinya. Anda harus membaca dan mengalaminya sendiri.

Seperti biasa, Karl May mampu menyihir para pembacanya sehingga merasa dekat dengan tokoh-tokohnya yang berkarakter unik, juga bagai mengalami sendiri adegan-adegan menegangkan saat pengintaian, pengejaran, penyerbuan atau melawan musuh. Satu hal yang amat aku kagumi adalah bagaimana Karl May menciptakan tokoh Winnetou. Winnetou adalah tokoh yang paling jarang dialognya, paling jarang juga diceritakan dibandingkan tokoh besar lainnya, namun entah bagaimana tetap terasa sebagai tokoh utama dari setiap kisah.

Tak mampu rasanya kita mendeskripsikan seperti apa sebenarnya karakter Winnetou itu, karena anda hanya akan dapat mengenalnya lewat semua tindakannya di semua kisah-kisahnya. Ia tak terasa bagai superhero yang dominan (superman, spiderman dkk) berkat kerendahan hatinya, tapi toh tetap kita sulit untuk mencari kelemahannya sebagai manusia.

Yang agak patut disayangkan dari buku ini adalah ketidak-konsistenan penerjemahan nama beberapa orang suku kulit merah: Dahi Bison, misalnya, di bagian lain buku ini sempat disebut Dahi Banteng (yang membuatku awalnya bingung: apakah ini tokoh baru?). Sedang Jantung Beruang pernah juga disebut Hati Beruang (memang sih jantung sama dengan hati, tapi kalau perubahan itu dalam masalah nama bisa jadi membingungkan)

Dan di akhir review ini, aku ingin mengutip sebuah quote yang bagus:

"Roh Agung telah menciptakan manusia bukan dengan tujuan agar ia kaya, melainkan agar ia menjadi manusia yang baik" --Winnetou

Saya sudah berbicara. Howgh!

Monday, December 6, 2010

Enzo

Buku ini bukanlah otobiografi Enzo Ferrari, sang pendiri perusahaan mobil mewah yang memiliki tim balap Formula One: Ferrari itu. Meski ada kesamaan nama, itu karena yang memilih dan memberikan nama itu adalah tokoh seorang pembalap di buku ini, dan karenanya tak heran bila nama orang yang di sekitar dunia balaplah yang dipilihnya. Ngomong-ngomong…siapa sih Enzo itu? Enzo adalah seekor anjing. Anjing Labrador milik seorang pembalap bernama Denny Swift. Bukan sembarang anjing, Enzo adalah seekor filsuf. Ya! Seperti tertera di sampul buku ini, ini adalah novel tentang seekor filsuf. Dan yang menjadi dasar pemikiran seorang.., eh salah..seekor Enzo adalah: the art of racing in the rain (seni balapan dalam hujan).

Sejak lahir si Labrador kecil ini sudah mengetahui bahwa dirinya unik. Tubuhnya memang seekor anjing, tapi jiwa dan pikirannya adalah milik seorang manusia. Bisa dibilang Enzo adalah manusia yang terperangkap dalam tubuh seekor anjing. Seringkali ia ingin mengemukakan pendapatnya pada manusia, namun ia terpaksa menyimpannya saja karena ia tak dapat berbicara.

Denny sendiri adalah seorang pria yang dianugerahi talenta untuk membalap mobil. Ia boleh dibilang seorang pembalap natural, yang tanpa dipoles pun memiliki insting membalap yang hebat. Namun karena keterbatasan dana, ia pun hanya sesekali mendapat kesempatan mempertontonkan kebolehannya di sirkuit, di sela-sela pekerjaannya sebagai karyawan di toko onderdil mobil. Ya, itulah wajah dunia balap mobil, mulai dari Formula One yang canggih dan prestisius hingga balap ketahanan (enduro) yang mengutamakan keberanian dan skill, di mana Denny sangat berbakat. Uang dan keberuntungan, bukannya bakat, yang seringkali menentukan apakah seorang pembalap dapat bersinar atau tidak.

Enzo sendiri ternyata peminat balap mobil juga. Ia sering ditinggal Denny seorang diri di apartemen, dan cukup Denny menyetelkan video balapan atau acara balapan di TV, maka Enzo akan duduk manis di depan televisi seharian hingga Denny pulang kerja. Di sinilah salah satu keunikan buku ini yang membuatnya sangat menghibur terutama bagi penyuka (acara) balapan, karena Denny sering menjelaskan strategi dan tips/trik menggeber mobil balap pada Enzo. Ya, Denny memperlakukan Enzo lebih sebagai sahabat daripada hewan peliharaan.

Selain balapan, Enzo juga penyuka filsafat. Discovery Channel dan National Geography adalah beberapa channel kesukaannya di televisi. Enzo belajar tentang banyak hal dari acara-acara itu, termasuk bahwa orang Mongolia percaya bahwa arwah seekor anjing yang meninggal kelak akan berinkarnasi ke dalam tubuh seorang manusia….

Namun ketenangan yang dirasakan Enzo sedikit terusik ketika Denny menikahi Eve. Enzo merasa tersaingi dalam mendapatkan kasih dan perhatian Denny. Maka wajarlah kalau Enzo agak tak suka pada Eve, dan begitu juga sebaliknya. Lalu hadirlah Zoe, putri Denny-Eve. Meski perhatian Denny akan makin terbagi lagi, namun Enzo sangat menyayangi si kecil Zoe. Ia bertekad akan melindungi Zoe meski harus mempertaruhkan nyawanya. Saat itu sebenarnya lengkaplah kebahagiaan keluarga Swift. Namun takdir berkata lain. Pada suatu hari Enzo mencium bau busuk dari hidung Eve yang membuatnya tahu bahwa ada sesuatu yang buruk tengah terjadi, sayang ia tak dapat mengatakannya pada siapapun. Akhirnya terbukti bahwa memang ada sesuatu yang sedang tumbuh di dalam batok kepala Eve, yaitu sebuah tumor....

Gara-gara penyakit Eve ini sempat terjadi beberapa prahara di keluarga kecil Swift. Suatu hari Denny mengikuti balapan hingga 4 hari, dan justru pada saat itu tumor yang mengendon di kepala Eve mulai memberinya rasa sakit. Eve mengungsi bersama Zoe ke rumah orang tuanya tanpa ingat untuk mengurusi Enzo. Enzo yang malang memang dapat bertahan hidup selama 3 hari, namun ketika Denny pulang, ia marah besar. Lalu keadaan menjadi makin rumit ketika Eve harus dirawat di rumah sakit selama berminggu-minggu. Masa-masa itu adalah masa yang berat bagi Denny, dan juga Enzo. Namun dalam setiap kejadian, Enzo membuktikan bahwa ia bukan hanya anjing penjaga rumah. Ia adalah sahabat. Sahabat yang mau mendengarkan, yang mau berempati, bahkan mau menghibur kala majikannya tertimpa musibah. Enzo yang baik, selalu dapat menguasai diri karena mampu berpikiran dan membuat pertimbangan layaknya seperti manusia.

Segala kisah dan liku-liku perjalanan hidup Enzo selama bersama dengan keluarga Swift tersaji dengan indah namun natural di buku ini. Dan seperti biasanya semua kisah tentang anjing atau hewan peliharaan lainnya, endingnya sudah dapat diduga. Ada orang yang berpikiran skeptis: “Percuma membaca buku tuntang anjing, pasti akhirnya sedih waktu si anjing mati”. Menurutku, membaca bukanlah mencapai sebuah tujuan (endingnya), namun lebih pada prosesnya. Jangan membaca karena ending sebuah cerita, namun pada apa yang ada di antara prolog dan epilog buku itu. Bukankah saat kita menangisi kematian sosok anjing, seperti juga pada buku Enzo ini, yang kita tangisi bukanlah kematian itu sendiri, melainkan apa yang si anjing telah tunjukkan semasa hidupnya: kesetiaan, keberanian, dan cinta tanpa pamrih. Semua nilai-nilai itulah yang membuat kita menangisi si anjing sekaligus mengagumi kepribadiannya (yang seringkali bahkan lebih luhur daripada manusia…)

Akhirnya, buku ini benar-benar nikmat dan menghibur untuk dibaca siapa saja. Dan jangan khawatir bahwa endingnya sudah terduga, karena Garth Stein – penulisnya, telah menyiapkan sebuah kejutan pada endingnya!

Penerbit: Serambi

Wednesday, December 1, 2010

Firebelly

Pelajaran tidak hanya kita peroleh dari lembaga pendidikan dan dari orang yang lebih tua atau yang lebih berpengalaman saja. Seringkali pelajaran, terutama pelajaran tentang hidup, justru kita dapat dari makhluk kecil yang sederhana dan tak pernah kita perhatikan seperti seekor katak. Begitu jugalah buku ini ditulis, menggunakan seekor katak sebagai tokohnya, namun di dalamnya terkandung filosofi hidup yang mengagumkan. Seperti sub titel buku Firebelly ini: Novel Perjalanan Menuju Inti Pemikiran.

Firebelly adalah katak yang berasal dari daratan Asia. Ciri khasnya, punggungnya berwarna hijau bertotol-totol hitam, namun bagian perutnya berwarna merah menyala. Ketika katak jenis ini terancam bahaya, ia akan menelentangkan diri dan menggelembungkan perut merahnya sedemikian rupa sehingga tampak seperti bola api kecil yang menyala. Karena itulah katak jenis ini disebut Firebelly.

Tapi pada buku ini, kita berikan nama Firebelly khusus pada katak "perut-api" yang kaki depan dan kaki belakangnya tidak tumbuh sempurna. Bisa dibilang kaki katak itu buntung, karena alih-alih berjari dan berselaput, ujung kakinya hanya berupa puntung kecil. Firebelly adalah katak unik, bukan hanya karena kecacatannya, namun lebih pada pemikirannya.

Firebelly mengingatkan kita pada diri kita sendiri yang pastilah memiliki sebuah kelemahan. Seperti Firebelly, banyak di antara kita yang biasa merenungi kelemahan kita sambil berharap kita adalah orang lain yang lebih baik, cantik, tampan, tinggi, langsing, dsb. Kita lantas menjalani saja kehidupan kita biasa-biasa saja, kita berkubang dalam rasa nyaman karena toh kita memiliki kelemahan. Firebelly pun dulunya merasa hidup itu indah tatkala ia bisa menemukan tempat persembunyian yang nyaman di akuarium di toko hewan peliharaan, dengan suplai jangkrik (oh ya, Firebelly doyan sekali makan jangkrik!) yang berkelimpahan, dan sinar matahari yang menghangatkan punggungnya. Semuanya itu membuatnya puas, karena bagaimana pun ia sadar bahwa jangkrik terbesar dan tergurih adalah milik katak-katak lain yang bisa melompat lebih gesit daripada dirinya yang buntung.

Namun seekor katak tua membuka matanya dan menyadarkannya tentang keinginan dan harapan. Apa sih beda keinginan dan harapan? Bukannya sama saja? Ayo kita simak kutipan nasihat sang katak tua yang berharga itu untuk Firebelly, dan untuk kita semua tentunya...

..Berharap itu berbeda dengan berkeinginan. Kalau kamu tidak mendapatkan apa yang kamu inginkan, hal itu tidak terlalu menjadi masalah. Keinginan hanyalah pikiran kosong--tidak penting, seperti melemparkan uang logam ke kolam air mancur atau mengucapkan keinginan pada bintang-bintang. Tapi jika kamu tidak pernah mendapatkan apa yang kamu harapkan, itu akan mempengaruhi pilihan-pilihan yang kamu ambil, dan dapat mengubah dirimu nantinya di masa depan. Kalau kamu menghabiskan terlalu banyak waktu dengan berharap tanpa sebab, mungkin akhirnya kamu akan tergelincir ke dalam ketiadaan harapan, ke dalam kehampaan...

...Berharap adalah keputusan yang kita buat untuk diri kita sendiri; tak seorang pun bisa mengabulkannya. Berharaplah akan hal-hal yang dapat kamu capai dengan usahamu sendiri...

Setelah mendapatkan banyak pemcerahan dari si katak tua, pada suatu hari Firebelly dibeli oleh seorang gadis kecil untuk dijadikan katak peliharaannya. Maka kini Firebelly harus mengarungi hidup seorang diri dan harus mengambil keputusan sendiri. Sudah menjadi kodrat seekor katak untuk hidup bebas di alam liar, dan hal itulah yang diimpikan Firebelly selama ini. Namun, beberapa kali kesempatan untuk meloloskan diri itu tiba, Firebelly tak jua menemukan keberanian atau tekad yang cukup kuat untuk mengambil satu lompatan panjang menuju alam kebebasan. Hingga akhirnya takdir mempertemukannya dengan seorang gadis bernama Claire yang, seperti dirinya, tengah mencari jati diri. Akhirnya, bersama mereka berdua, meski tak direncanakan, tiba pada pemahaman akan siapa dirinya, dan untuk apa ia hidup.

Novel Firebelly ini adalah novel filosofis yang dibungkus dalam kisah fabel yang kadang lucu, polos namun juga bisa serius. Firebelly si katak buntung mengingatkan pada kita untuk melihat diri sendiri dan kemampuan kita sebelum kita berharap. Ingat, menghabiskan terlalu banyak waktu dengan berharap tanpa sebab, mungkin akhirnya kamu akan tergelincir ke dalam ketiadaan harapan, ke dalam kehampaan, dan berharaplah akan hal-hal yang dapat kamu capai dengan usahamu sendiri...

Basketball Could Be Enjoyable!

Actually I am a truly bookaholic. Sitting in a comfortable sofa and reading books are two things I love in the world. Guess what can make me forget about my books lately? Basketball. Yeah, it was when my friend ask me to accompany her to watch a basketball game. Well, at first she only asked my favor to buy her and her boy friend Wake Forest Demon Deacons tickets. So I did it. But two days before the game, her boy friend told her that he couldn't make it, so my friend 'forced' me to accompany her. And hey...basketball is not that bad at all!...

So now me and my friend often go to watch basketball game together. Today I have booked Boston College Eagles tickets for both of us on December. And during the Christmas holiday my friend's boyfriend might want to join us to one or two basketball games. I have prepared three Ohio State Buckeyes tickets just now. And...hmm after thinking about it, perhaps two Clemson Tigers tickets would be a perfect Christmas gift for my friend.

Well, in the past I used to buy books for Christmas presents. I think books are wonderful, but maybe a little surprise will be good too. So how about basketball tickets? It's a good idea, don't you think?...

Tuesday, November 30, 2010

Comanche Moon

Tak seperti biasanya, aku membaca buku yang bergenre historical romance atau roman yang ber-setting jadul. Apa pasal? Karena aku menemukan bahwa buku Comanche Moon (atau Ramalan Cinta dalam terjemahannya) ini tak seperti novel-novel roman (termasuk historical romance) lainnya. Kalau novel roman biasanya berfokus pada kisah cintanya, buku Comanche Moon ini lebih menitik beratkan pada masalah humanisme. Lebih tepatnya pada permusuhan dua ras: ras kulit putih (dalam hal ini diwakili bangsa Amerika) dan ras kulit merah (diwakili oleh suku Indian Comanche). Buku ini mau menekankan bahwa cinta bisa melampaui perbedaan.

Ada sebuah ramalan di suku Comanche, bahwa pemimpinnya kelak akan tertambat hatinya pada wanita berkulit putih yang tak dapat bersuara. Meski dipisahkan jurang luas yang tak dapat terseberangi, namun si wanita akan mendatangi sang Comanche, dan bahwa mereka berdua akan memisahkan diri dari kaumnya.

Adalah Hunter, pemimpin suku Comanche pada saat itu, seorang pria muda yang kuat, dalam fisik maupun karakter. Ia disegani rakyatnya, dan ditakuti lawannya. Di sisi lain adalah Loretta, gadis Amerika yatim piatu karena kedua orangtuanya dibunuh dengan keji oleh suku Comanche. Ia kini tinggal bersama paman, bibi dan sepupunya. Karena trauma saat menjadi saksi pembunuhan brutal itu, Loretta mendadak jadi bisu. Suatu hari datanglah kawanan suku Comanche dipimpin oleh Hunter ke pondokan paman dan bibi Loretta untuk meminang Loretta menjadi istri sang kepala suku. Tentu saja awalnya mereka tak mau dengan sukarela memberikan Loretta pada orang Indian, karena sudah banyak desas-desus tentang kekejaman ras berkulit merah ini. Namun karena takut para Comanche akan melukai keluarganya, Loretta pun terpaksa menyerahkan diri pada para Comanche.

Ternyata Loretta adalah gadis yang tegar, pemberani, dan keras kepala. Dan sebenarnya Hunter adalah lelaki yang ideal baginya, karena ternyata, meski dari luar tampak garang dan menakutkan, Hunter adalah sosok pria yang gentleman, jujur dan lembut. Menarik mengikuti usaha Hunter yang tak sudah-sudahnya untuk menaklukkan hati Loretta meski si gadis yang dipanggilnya dengan nama Mata Biru itu membencinya setengah mati, dan kalau perlu bahkan menolak untuk makan makanan yang diberikannya. Namun bagaimanapun di hati Loretta sendiri mulai tumbuh benih-benih simpatik pada Hunter. Ia pun akhirnya dapat bersuara kembali ketika ia terpaksa berteriak saat ada ular derik yang nyaris menggigit lengan Hunter.

Dengan berlalunya waktu, Hunter sadar bahwa ada sesuatu yang tidak pas dilakukannya berdasarkan ramalan itu. Ramalan itu mengatakan bahwa sang wanita haruslah berjalan sendiri menemuinya, padahal ia dulu bisa dibilang mengambil paksa Loretta. Yakin bahwa ramalan itu harus dipenuhi dengan tepat agar semuanya berjalan lancer, maka Hunter rela mengantarkan Loretta kembali ke rumah paman dan bibinya. Apakah keputusan itu membuat Loretta bahagia? Awalnya memang ya, tapi setelah ia pulang ia menyadari bahwa pandangan orang-orang di sekitarnya menjadi berbeda terhadapnya, karena ia pernah hidup di perkampungan Indian. Mulailah terjadi pergolakan batin di hatinya. Sampai suatu saat ada sekelompok orang jahat membawa lari Amy, adik tirinya. Tak ada pilihan lain bagi Loretta selain berkuda kembali ke hutan yang lebat untuk meminta bantuan pada Hunter, karena hanya kepala suku Apache itulah yang mampu menyelamatkan Amy-nya yang amat disayanginya.

Hati Loretta makin tertawan pada Hunter ketika menyaksikan bagaimana lembut, sabar dan penuh kasihnya Hunter memperlakukan Amy setelah menyelamatkannya dari para penjahat yang telah memperkosanya dengan keji. Amy yang trauma akhirnya pulih sedikit demi sedikit semata-mata berkat kepercayaan yang tumbuh antara dirinya dengan Hunter yang merawatnya dengan penuh kasih.

Akhir ceritanya, wah…lebih baik tidak aku beberkan di sini. Yang jelas, banyak yang kemudian terjadi, membuat buku Comanche Moon ini tak seperti novel percintaan lainnya. Tegang dan menarik. Yang lebih menarik lagi adalah penuturan penulisnya, Catherine Anderson, tentang bagaimana ia mengadakan riset selama bertahun-tahun untuk menulis kisah yang menghibur sekaligus menyisipkan pesan moral di dalamnya. Saat itu banyak penerbit menolak naskahnya karena dianggap karyanya “tidak memenuhi genre manapun”. Namun bagiku, justru karena itulah buku ini menjadi sangat mengesankan ketika dibaca. Ah…lagi-lagi kita diingatkan oleh Catherine Anderson, untuk tidak menjatuhkan stigma pada sekelompok orang atau suku tertentu. Kita hanya bisa menilai orang dari karakter dan hatinya masing-masing, bukan secara umum.

Monday, November 22, 2010

Harry Potter 7: The Deathly Hallows

Dapat dikatakan ini adalah ulasan yang tertunda. Yah...amat tertunda. Karena, aku telah tamat membaca seri terakhir Harry Potter sekitar 3 tahun lalu. Itu yang pertama kali. Baru-baru ini aku membaca buku seri ke 7 ini untuk yang kedua kalinya. Dan menulis ulasan ini pada saat ini rasanya pas sekali, karena saat ini sedang heboh-hebohnya film bagian pertama The Deathly Hallows diputar di bioskop-bioskop di Indonesia.

Sebenarnya aku sudah pernah menulis tentang Harry Potter di sini, namun tulisan itu menyoroti Harry Potter secara keseluruhan, dan pesan terbesar yang terkandung dalam kisah fiksi yang digandrungi dari anak-anak hingga orang dewasa ini. Nah, di tulisan kali ini aku ingin menulis khusus tentang bagian terakhir yang penuh ketegangan, yang sudah mulai terasa bahkan pada halaman pertama. Selain itu, pesan tentang kemanusiaan, cinta, persahabatan serta kesetiaan begitu kental terasa di buku ini. Bagi yang belum pernah membaca, semoga akan mulai terpikat membaca buku Harry Potter, dan bagi yang sudah membaca, semoga tersegarkan ingatan anda setelah membaca ulasan ini...

Harry Potter. Menyebutkan nama ini, tak lengkap rasanya kalau tak menyebutkan juga Lord Voldemort, musuh bebuyutannya. Harry dan Voldemort bagaikan dua kutub yang berbeda, meski kalau didekatkan juga akan saling menarik satu sama lain, persis seperti dua kutub magnet. Harry dan Voldemort sama-sama yatim piatu dan sama-sama sekolah di Hogwarts. Harry mewakili sosok manusia yang baik, Voldemort semenjak kecil memang punya sifat jahat. Dalam buku ke-7 ini Harry mengemban tugas dari Profesor Dumbledore untuk mengenyahkan si duri-dalam-daging di jagad sihir ini: Voldemort.

Namun tugas itu tidak gampang karena Voldemort telah membagi dan menyimpan jiwanya ke dalam 7 benda yang disebut Horcrux. Tak ada yang tahu benda apa saja Horcrux-Horcrux itu, dan di mana letak persembunyiannya, selain Voldemort sendiri. Harry Potter bersama kedua sobatnya: Ron dan Hermione harus menemukannya sebelum Voldemort dan pasukan Pelahap Mautnya menguasai dunia sihir dan membawa bencana bagi, bukan saja para penyihir, namun juga para Muggles (manusia biasa yang bukan penyihir).

Aku membayangkan begitu besar dan beratnya beban yang ditanggung oleh seorang remaja berusia 17 tahun. Ia tak punya keluarga, menjadi buronan Kementrian Sihir karena Kementrian itu sudah dikuasai Voldemort yang ingin membunuhnya, sementara ia harus melakukan sebuah tugas maha berat dengan hanya sedikit sekali petunjuk akan apa yang harus ia cari, dan di mana ia harus mulai mencari.

Putus asa tampaknya adalah reaksi yang logis. Pada titik tertentu bahkan Harry sendiri mulai meragukan "kewarasan" Dumbledore. Mengapa ia memberikan tugas tanpa petunjuk yang memadai? Namun tampaknya sang takdir memang membawanya ke berbagai peristiwa dan tempat yang berbahaya, yang berkali-kali membawa Harry, Ron dan Hermione pada petualangan yang mendebarkan tapi sekaligus mencerahkan. Satu persatu Horcrux itu mulai terungkap, dan makin dekatlah mereka pada tujuan akhir. Namun, tentu saja semuanya tak begitu saja dengan mudahnya terungkap.

Yang paling menarik bagiku, terutama saat membaca kedua kalinya ini, bukan lagi pada perburuan Horcrux itu sendiri, tapi lebih pada pergolakan batin Harry, Ron dan Hermione ketika menghadapi segala masalah. Yang paling ekstrim adalah ketika Ron kecewa setelah (ia merasa) mereka tak mengalami kemajuan sedikit pun, lalu pergi meninggalkan Harry dan Hermione. Betapa nampak di situ emosi sekaligus pikiran Harry dan Hermione menjadi kacau. Bagaimana reaksi mereka bertiga saat akhirnya bertemu kembali, dan bagaimana perpisahan sementara itu lebih mengentalkan persahabatan mereka, pantas kita ukir dalam sanubari kita. Sahabat yang baik bukan sahabat yang terus menguntit kita walaupun mereka tak sependapat dengan kita, tapi mereka yang tetap kembali pada kita setelah berselisih paham, karena mereka menyayangi kita.

Harry Potter juga mengajarkan pada kita untuk memperlakukan semua orang, baik yang sama maupun yang berbeda dari kita secara sama dan sejajar. Perhatikan di buku ini, sosok-sosok lain di dunia sihir: peri rumah dan goblin tetap diperlakukan sama oleh Harry, meski secara umum mereka adalah masyarakat kasta rendah di dunia sihir. Bahkan saat salah satu peri rumah itu meninggal, Harry dengan susah payah menggali kubur untuknya, padahal sesama penyihir saja biasa menggunakan mantra sihir untuk menguburkan teman mereka. Harry menunjukkan bahwa ia menghargai sahabatnya bukan karena siapa dia, tetapi karena apa yang telah diperbuatnya.

Kita juga belajar tentang ekses yang ditimbulkan oleh ejekan, pelecehan dan semua bentuk perilaku yang merendahkan sesama. Severus Snape adalah contoh penyihir berdarah campuran yang miskin dan ‘aneh’ sehingga menjadi obyek bullying oleh James Potter & the gang. Lihat bagaimana Snape menjadi demikian benci pada James sehingga kebencian itu akhirnya ditimpakan pada Harry. Lihat pula bagaimana peristiwa masa lalu itu dapat menjadikan kegetiran pada seseorang, yang bahkan akan membuat seorang yang sesungguhnya berhati emas dapat tampak menjadi begitu jahat. Kalau anda bertanya padaku, siapa yang baik dan siapa yang jahat: James Potter atau Severus Snape? Maka aku akan menjawab: James Potter itu si jahat dan Severus Snape itu si baik. Karena mempermainkan orang lain dan menjadikannya tertawaan menurutku adalah perbuatan jahat yang kejam. Sedangkan melakukan perbuatan baik secara diam-diam meski harus disangka jahat, itulah ‘the real golden’ !

Kita juga belajar tentang kekuatan terbesar yang mampu mengalahkan kejahatan yang sejahat apapun: CINTA. Cinta mampu membuat seorang dengan keterbatasan seperti Harry berani menghadapai penyihir paling pandai: Voldemort >> Cinta itu berani. Cinta juga mampu membuat seorang yang dilahirkan dan hidup di lingkungan hitam tetap setia menjalankan tugas demi kebaikan >>Cinta itu setia.

Akhirnya kita belajar, bahwa dalam hidup ini selalu ada yang putih dan yang hitam, yang baik dan yang jahat. Manusia selalu memiliki kesempatan untuk memilih. Seperti juga halnya si kecil Albus Severus yang kebingungan menghadapi The Sorting Hat. Tak ada Sorting Hat manapun yang bisa menjadikan kita baik atau jahat. Hanya kita sendirilah yang memutuskan, apakah kita mau menjadi baik atau menjadi jahat. Severus Snape sudah memilih jalannya, dan pasti begitulah juga yang terjadi dengan si kecil Albus Severus…

*sudah tak sabar untuk menonton filmnya dalam minggu ini…*

Online Vinyl Banners

Advertising is one of the most important aspects in marketing. Don’t you agree? Sometimes it doesn’t matter what kind of product you sell, your success or failure of promoting it depends on the kind of your advertising choice. Maybe it’s too extreme, but I truly believe in it.

While organizing an expo or event, vinyl banners are always my best choice for promotion. You know, you can design our own promotional graphics, to be printed on a vinyl banner. Printed vinyl banners can be stored for next events or exhibitions without worrying the colors will be faded. You don’t have to create new designs or print new vinyl banners every time you participate in an event. If you clean and store your vinyl banners properly, you can re-use it for several times.

Although getting new vinyl banners are not difficult. All you must do is designing the graphics, and then send the file to be digitally printed onto best quality vinyl banners material. You can do all of that without leaving your office, or even your desk. In the next 24 hours, you will receive your printed vinyl banners ready to use! Thanks to the online vinyl banners printing services!

Monday, November 15, 2010

Bulan Dingin

Judulnya menarik ya? Cold Moon alias Bulan Dingin. Satu lagi karya Jeffery Deaver yang telah habis kulahap. Akhir-akhir ini aku jadi keranjingan baca bukunya Deaver. Setelah The Vanished Man beberapa waktu lalu, aku langsung membeli Bulan Dingin, novelnya yang paling akhir diterbitkan oleh Gramedia. Padahal novel-novel Jeffery Deaver ini harusnya dibaca secara urut, karena ada tokoh di novel yang lalu bisa muncul di novel lain.

Di Bulan Dingin ini, si pakar forensik yang mengalami quadriplegic (lumpuh hampir seluruh tubuh kecuali jari tangan dan leher ke atas karena kecelakaan), Lincoln Rhyme. Seperti biasa ditemani kekasih sekaligus asistennya: Amelia Sachs. Lalu ada beberapa anggota kepolisian yang membantu mereka. Kali ini kasus yang mereka hadapi adalah pembunuhan berantai dengan sebuah jam antik bergambarkan wajah bulan, yang ditinggalkan pelakunya di tempat kejadian.

Seperti biasa, Jeffery Deaver selalu membagi kisahnya ke dalam dua frame besar, yaitu dari sisi si pembunuh dan para penyelidik. Jadi, tak ada banyak misteri yang menggantung, karena dari semula kita sudah diajak mengenal karakter pelaku kejahatan itu. Inilah yang menarik dari novel-novel Deaver. Semua pelakunya memiliki karakter yang unik. Dan si pembuat jam (julukan pelaku buku ini) adalah seseorang yang sangat terobsesi pada waktu dan keteraturan, dan punya minat pada segala macam jam, terutama yang kuno dan unik. Si pembuat jam memiliki partner yang suka memperkosa wanita.

Dari satu kematian ke kematian lainnya, Rhyme, Sachs dkk seakan-akan berlomba dengan sang waktu untuk menyelidiki dan mengejar pelaku melalui bukti-bukti mikro yang didapat di masing-masing TKP. Karena, kalau mereka berlama-lama, pelaku akan segera membunuh sasaran berikutnya. Asyik jua mengikuti deduksi Rhyme dalam menghubungkan bukti-bukti sepele yang seolah tak ada artinya itu menjadi lokasi di mana pelaku pernah berada atau kecenderungan yang dimiliki pelaku, dsb.

Tak perlu deh kujabarkan dengan lengkap seluruh alur ceritanya, karena lebih asyik buku ini dinikmati langsung. Ketegangan demi ketegangan, bahkan alur yang twisted membuat kita makin penasaran untuk terus hingga ke halaman terakhir buku ini. Satu hal, kalau membaca kisah thriller macam Bulan Dingin ini, jangan percaya pada pemecahan yang terjadinya di pertengahan cerita. Pasti itu palsu! Pasti akan ada twist di endingnya. Jadi...berdebarlah dan penasaranlah terus hingga akhir cerita. Siapa bilang, pelaku harus diketahui di halaman akhir? Bahkan saat anda sudah tahu pelakunya, Deaver masih menyimpan beberapa kejutan yang membuat anda tarik napas hingga halaman terakhir anda lahap!!

Computer Problem? No Problem!

One of the most irritable things that ever happened to me is: computer problem. Since most of my jobs are online job, I lost hours of my working time without any job done at all when my computer crashed. Has it ever happened to you?

Anyway, it should not become that great problem if I knew at that time how to handle it. Of course I cannot do any repair, but I’m thinking of paying someone else to do the repair while I can do some other offline tasks. San Diego computer repair is one of those guys who provide helps in computer problems. That way, you can be sure to leave your computer in the hand of the expert, while you are doing your own job.

But sometime, repairing the computer doesn’t mean your problems are completely solved. People often lose their data after a hard drive crash or virus attack. Most of computer services I know do not have any services to handle these things. If you have similar problem, you can count on San Diego Data Recovery to get your important data back safely. They can repair your hardware AND recover your data. You only have to wait for several days to receive your computer back just like when you send it for repair!

You want to repair your computer but don’t live near San Diego? No problem, as they provide a remote support for all area in the United States. All you have to do is just calling them…

Thursday, October 28, 2010

The Joshua Files: Kota Yang Hilang


Lagi-lagi sebuah cerita fiksi seru yang tokoh utamanya seorang bocah laki-laki berusia 13 tahun. Kisah ini jelas kisah fiksi, namun menggunakan latar belakang konflik yang sedang marak sekarang, yaitu ramalan suku Maya bahwa dunia akan berakhir pada bulan Desember 2012. Lalu apa hubungannya dengan Joshua, si bocah laki-laki sang tokoh utama buku ini?

Joshua adalah remaja Inggris biasa, yang sedang belajar seni bela diri ala Brazil, Capoeira, dan memiliki sebuah blog tempat ia mengekspresikan dirinya. Ayahnya seorang arkeolog yang sering bepergian ke negeri-negeri eksotis di mana banyak terdapat situs purbakala. Saat itu Joshua mengetahui bahwa ayahnya sedang berada dalam sebuah proyek yang maha penting.

Dan....tiba-tiba saja, dunia Joshua bagai terbalik 180 derajat, ketika suatu sore ia ditelpon untuk segera pulang, ketika ia sedang berlatih Capoeira. Ternyata, ibunya baru mendapat kabar bahwa ayahnya telah tiada, terbunuh dalam kecelakaan pesawat di Meksiko. Tubuh dan wajahnya hancur, sehingga tak dapat dikenali. Namun Josh tak dapat menerima begitu saja bahwa ayahnya telah tiada. Bagaimana kalau mayat itu mayat orang lain? Bukannya Josh dilanda histeria, justru sebaliknya ia memakai akal sehatnya untuk mengurutkan segala fakta yang ada, dan menurutnya ada sesuatu yang tak pada tempatnya. Banyak pertanyaan yang membutuhkan jawaban. Maka semua kegalauannya itu ia tuangkan ke dalam blognya, dan mendapat tanggapan (komentar) dari seseorang berjulukan TopShopPrincess. Lewat blognya, mereka berdua akhirnya menjadi teman.

Selain itu ada teori yang lebih tak masuk akal lagi, yang mengasumsikan ayah Josh berselingkuh dengan wanita Meksiko, lalu suami wanita itu mengamuk dan membunuh ayah Josh. Merasa bingung, Josh mulai membongkar komputer ayahnya di rumah, membaca e-mail-e-mailnya. Ada sebuah komunikasi mengenai 'codex Ix', inskripsi bangsa Maya persis sebelum kepergian ayah Josh ke Meksiko. Josh pun tanpa pikir panjang me-reply e-mail itu kepada orang yang berhubungan dengan ayahnya, untuk minta penjelasan lebih detil.

Lalu keesokan harinya Joshua menangkap basah seorang penyelundup di rumahnya, yang mencuri komputer ayah Josh. Jelaslah bagi Josh, apapun yang sedang diselidiki atau diburu oleh ayahnya sebelum kematiannya, adalah sesuatu yang sangat berbahaya. Sesuatu yang telah mengakibatkan kematian seorang arkeolog, dan sesuatu yang ada hubungannya dengan sejarah bangsa Maya. Apakah itu? Siapa dalang di balik semuanya ini?

Dari situ kehidupan Josh langsung berlari cepat. Ia membuat blog khusus yang diberi password dan hanya dirinya saja yang diberi ijin mengaksesnya. Ia sadar bahwa urusan Codex Ix ini adalah rahasia dan berbahaya. Dan akhirnya, keinginannya untuk mencari tahu kebenaran perselingkuhan ayahnya, yang menjadikan ibunya linglung, membawa Josh, TopShopPrincess (nama aslinya Ollie), dan Tyler (teman kursus Capoeira-nya) pergi menyelidiki kasus itu hingga ke Meksiko.

Namun ternyata 'petualangan ala detektif' tiga ABG ini dengan cepat berubah menjadi sebuah kasus yang serius dan penuh bahaya, bahkan meminta nyawa. Josh akhirnya terseret pada apa yang telah dilakukan oleh ayahnya, yaitu menemukan kembali kitab bangsa Maya yang hilang itu: Codex Ix.

Mengapa Codex Ix begitu penting bagi dunia? Karena di sana tercantum bagaimana dunia akan berakhir pada akhir tahun 2012 serta teknologi yang harus dikembangkan untuk melindungi umat manusia dari bencana yang menghancurkan itu. Dan tugas mulia itu terletak di pundak Josh. Ya, Josh, seorang bocah Inggris biasa yang sedang menikmati dunia remajanya.... Setelah misi itu selesai, Josh takkan pernah menjadi seorang remaja biasa lagi!

Yang amat menarik dari buku ini, selain petualangannya yang seru, tegang dan mendebarkan, adalah teori khayalan pengarang tentang kehancuran umat manusia di tahun 2012. Yaitu bahwa saat itu sebuah benda angkasa di inti galaksi ini akan meledak hebat, lalu gelombangnya masuk ke atmosfer bumi. Gelombang itu adalah gelombang elektromagnetik yang akan mampu melumpuhkan seluruh jaringan komputer di seluruh dunia. Kelihatannya sih bukan bencana yang mematikan, tapi kalau kita bayangkan lagi dampak lumpuhnya semua sistem komputerisasi di dunia itu memang mengerikan. Bayangkan! Data warganegara, data bank, data karyawan hilang, alat-alat di rumah sakit tak berfungsi, lift macet, kendaraan umum semacam kereta api bawah tanah lumpuh, distribusi makanan terhambat. Bisa dibilang, setelah semua data komputer itu terhapus, anda tiba-tiba bukan diri anda lagi, bahkan anda bukan siapa-siapa. Tak ada data kewarganegaraan, nama anda tak ada di daftar gaji, bahkan uang anda pun lenyap karena semuanya tersimpan sebagai data-data di bank. Mau membeli makanan, anda tak punya uang. Mau mengambil uang, data di bank ludes. Orang akan saling membunuh untuk berebut makanan, dan di mana-mana akan terjadi chaos. Akhirnya dunia akan kembali seperti abad 19 namun dengan populasi abad 21. Mengerikan bukan? Tapi semoga-oh-semoga...semuanya ini hanyalah khayalan kreatif seorang penulis kisah fiksi thriller.....

Di luar itu, kisah ini enak untuk dinikmati dengan alur yang semakin lama semakin cepat. Ide ceritanya sendiri unik dan sesuai dengan topik yang sedang banyak dibicarakan: ramalan suku Maya tentang 2012. Lagipula, buku ini juga layak dikoleksi karena cover depannya yang unik. Ada gambar motif khas suku Maya menghiasi seluruh cover, lalu di atasnya ditambahkan cover berwarna putih yang dipotong tengahnya menjadi bentuk huruf J (Joshua?). Keren kan? Kalau anda ingin memiliki buku ini, silakan memesan di Vixxio Buku Online. Anda bisa mendapat diskon 15% di sana!

Monday, October 25, 2010

The Boy In The Striped Pyjamas

“Buku berjudul menggelikan!”, begitu pikirku sewaktu aku pertama kali menemukan buku ini entah di toko buku mana. Gambar sampulnya membosankan, bukannya menggambarkan seorang bocah, tapi malah tanpa gambar dan hanya garis-garis melintang berwarna biru muda-abu-abu dan putih. Sungguh, aku takkan pernah bisa meng-klaim telah membeli buku ini karena judging this book from its cover! Kalau buku ini begitu tak menarik dari sisi luarnya, bagaimana dengan isinya? Jumlah halamannya “hanya” 240, dan pengarangnya tak terkenal. Sinopsisnya? Lebih tidak menggambarkan isi bukunya karena yang akan anda temukan di sinopsisnya adalah kalimat-kalimat ini…

Kisah tentang Anak Lelaki Berpiama Garis-Garis ini sulit sekali digambarkan. Biasanya kami memberikan ringkasan cerita di sampul belakang buku, tapi untuk kisah yang satu ini sengaja tidak diberikan ringkasan cerita, supaya tidak merusak keseluruhannya. Lebih baik Anda langsung saja membaca, tanpa mengetahui tentang apa kisah ini sebenarnya.

Lengkap sudah alasanku TIDAK membeli buku ini bertahun-tahun lalu. Dengan isi yang serba tak jelas begitu, bagaimana mungkin kita meraba-raba isi bukunya? Tapi untunglah sekarang ada internet dan situs semacam Goodreads yang bisa memberi kita informasi tentang buku apa saja, asal yang pernah dibaca orang lain!

Untuk tidak menjadi penyebar spoiler, aku akan berusaha melegakan sedikit rasa penasaran anda tanpa mengungkapkan isi sesungguhnya kisah yang, ternyata, sangat menggugah hati ini.

Tokoh utama kisah ini adalah bocah lelaki berusia 9 tahun yang berkebangsaan Jerman dan tinggal di Berlin sekitar tahun 1920-an. Bruno, nama bocah itu, tinggal bersama ayahnya yang merupakan pejabat tinggi militer, ibunya, dan kakak perempuannya yang ia gambarkan sebagai kakak yang amat payah. Kisah ini sebenarnya berlatar belakang sejarah, walaupun detil sejarah tak pernah diungkapkan secara gamblang. Apa yang kita baca seolah-olah memang datang dari pemahaman anak innocent usia 9 tahun yang tak mungkin diharapkan untuk memahami situasi dan konflik yang terjadi di sekitarnya.

Hidup dalam kebahagiaan keluarga kaya dan mewah (rumahnya saja terdiri dari 5 lantai!), tiba-tiba pada suatu hari Bruno mendapati dirinya harus meninggalkan rumah mereka dan pindah ke sebuah rumah yang lebih jelek dan lebih kecil yang letaknya jauh dari kota. Semua itu terjadi setelah kunjungan heboh seorang tokoh penting yang disebut “The Furry” ke kediaman keluarga Bruno. The Furry memberikan penugasan baru bagi ayah Bruno., dan mereka sekeluarga harus pindah dalam waktu singkat ke sebuah tempat yang disebut “Out-With”.

Bruno sungguh merana dan kesepian tinggal di rumah itu, karena di sekitarnya tak ada bocah lain yang bisa menjadi temannya. Dan bukan itu saja, ia juga amat terganggu dengan pemandangan yang ia lihat dari jendela kamarnya di lantai atas. Beberapa meter dari rumah mereka, ada pagar tinggi yang membentang amat jauh. Dan di seberang pagar itu ada begitu banyak orang berkumpul dan melakukan kegiatan aneh. Ada sekelompok orang yang membawa senjata dan tampak jahat dan kerjanya membentak-bentak sekelompok orang lainnya. Mereka ini jelas berasal dari militer, sama seperti ayah Bruno. Kelompok kedua tampak selalu ketakutan, kurus seperti kurang makan, dan banyak bekerja keras. Namun yang paling aneh adalah semua orang di kelompok kedua mengenakan seragam (kalau kelompok militer sih wajar kalau mengenakan seragam). Dan seragam kelompok kedua itu: piama bergaris-garis dan topi dari kain. Siapa mereka? Dan mengapa mereka tampak ketakutan dan tidak bahagia begitu?

Hal itu adalah misteri yang tak pernah terjawab bagi Bruno, bahkan hingga akhir cerita. Hingga suatu hari Bruno yang setengah mati bosan dan kesepian, ingin bermain menjadi petualang. Ia ingin tahu apa yang terjadi di balik pagar tinggi yang sering ia saksikan dari jendela kamarnya. Maka ia pun berjalan menyusuri pagar yang terbentang hampir tak terlihat batasnya. Dan di sanalah ia lalu berkenalan dengan seorang bocah kurus kering dan berwajah sedih, mengenakan piama garis-garis yang selalu menunduk lesu. Perkenalan itu berlanjut ke pertemuan-pertemuan berikutnya dan berikutnya lagi, hingga tanpa terasa Bruno dan bocah yang bernama Shmuel itu akhirnya menjadi sahabat. Keduanya selalu menantikan kesempatan untuk dapat bercakap-cakap dengan dibatasi pagar.

Tentu saja, Bruno harus merahasiakan persahabatan ini, karena pernah waktu ia menanyakan perihal orang-berpiama-garis-garis itu kepada ayahnya, sang ayah memberi jawaban yang amat aneh: “Mereka itu bukan orang!” dan melarang Bruno untuk berada dekat-dekat pagar itu dan bergaul dengan orang-orang itu. Sama sekali Bruno tak bisa memahaminya, namun toh ia sangat menikmati setiap waktu pertemuannya dengan Shmuel. Apalagi setelah menemukan bahwa mereka berdua lahir tepat pada hari yang sama.

Sebuah perbedaan nampak pada diri keduanya setelah beberapa saat, terutama pada Shmuel yang kini makin terlihat segar karena makanan-makanan yang sering dibawakan Bruno dari rumahnya, dan karena persahabatan mereka. Keduanya tahu bahwa mereka berdua berbeda (pagar itu selalu menjadi penghalang bagi keduanya untuk dapat bermain bersama), meski begitu pertemuan singkat dibatasi pagar itupun mampu membahagiakan mereka.

Suatu hari Shmuel menemui Bruno dengan terisak menangis. “Ayahku menghilang”, katanya. Maka Bruno mendapat akal cemerlang. Kebetulan saat itu baru saja ada wabah kutu di rumah Bruno sehingga kepalanya harus dicukur habis. Hal ini menjadikan penampilan mereka berdua hampir mirip. Hanya piama garis-garis itu yang membedakan mereka. Ya, piama garis-garis itu! Maka rencana pun dibuat. Keesokan harinya Shmuel membawakan sebuah seragam piama garis-garis. Bruno berganti piama itu dan menyeberang ke daerah seberang pagar. Menyamar menjadi orang-berpiama-garis-garis, dan bermain bersama Shmuel serta membantunya mencari ayahnya yang hilang. Kedua anaka itu tampak gembira dapat bersama-sama setelah sekian lama, namun sayang... kegembiraan itu tak berlangsung lama.

Saat senja menjelang, tiba-tiba terdengar bel meraung-raung, dan kelompok militer menyuruh orang-orang berbaris. Bruno dan Shmuel terhimpit kerumunan orang yang berbaris itu dan akhirnya ikut tergiring menuju sebuah bangunan. Bruno tak mengerti apa yang sedang, dan yang akan terjadi, namun Shmuel bilang bahwa biasanya orang-orang yang dibawa ke bangunan itu tak pernah lagi kembali, menghilang bagai ditelan bumi, persis seperti ayahnya. Dan belum juga Bruno memahami apapun, kegelapan pun menyeruak ketika pintu bangunan sempit itu tertutup!....

Dan seperti yang dikatakan Shmuel, orang-orang yang disekap, termasuk dirinya dan Bruno akhirnya tak pernah ditemukan kembali setelah peristiwa itu. Ayah dan ibu Bruno panik ketika anaknya tidak pulang malam itu. Sang ayah mengerahkan semua bawahannya untuk mencari anak lelakinya, namun si bocah bagai hilang ditelan bumi. Yang dapat ditemukan hanyalah pakaian dan sepatu Bruno yang teronggok di sebelah pagar yang bagian bawahnya sedikit terkuak…

Penemuan itu mampu membuat ayah Bruno akhirnya memahami apa yang mungkin telah dialami putranya….

-------

Kisah ini, lagi-lagi, menyoroti tentang bagaimana perbedaan di antara umat manusia memiliki dua dimensi yang berbeda. Perbedaan bisa berubah menjadi kebencian saat segolongan manusia merasa sombong dan merasa lebih tinggi serta lebih baik, lebih benar daripada golongan manusia lainnya. Manusia macam ini memandang dunia dengan sempit. Sementara di lain pihak, perbedaan juga bisa mendatangkan persahabatan dan cinta kasih apabila kedua golongan manusia itu mau mencari persamaan dalam dirinya.

Bruno dan Shmuel, dalam segala perbedaan mereka (kaya dan miskin, merdeka dan terjajah, juga perbedaan ras) menjadi contoh yang pas, bahwa perbedaan akan selalu ada, dan bahwa perbedaan tak menghalangi mereka untuk bersahabat dan saling menyayangi. Oh…betapa indahnya dunia ini saat semua orang dewasa yang (harusnya) lebih pandai dan bijak, dapat meneladan kesahajaan si kecil Bruno dan Shmuel dalam memandang perbedaan.

Kita harus mengakui, barangkali “pagar” akan selalu ada dalam hidup kita. Pagar yang tak nampak namun bisa kita rasakan. Perbedaan memang ada, dan akan tetap apa. Namun yang terpenting, bukanlah menghindar dari kenyataan bahwa pagar itu ada, atau berusaha menumbangkan pagar dan membuat semua orang menjadi sama. Yang terpenting adalah bagaimana kita melampaui pagar itu dengan membawa CINTA. Mampukah kita?....

Wednesday, October 13, 2010

Giveaway Buku

Teman-teman...

Masih berminat kah pada buku GRATIS?
Kebetulan aku sedang mengadakan giveaway buku di salah satu blogku: Fanda and Fitness. Segera deh menuju ke sana untuk mengintip DUA buku yang akan dibagikan secara GRATIS buat para pemenang. Syarat-syaratnya gampang banget kok, terutama buat para blogger.

Ayo..ayoo... jangan ketinggalan ya! Giveawaynya ditutup tanggal 30 Oktober 2010 loh!

Sunday, October 10, 2010

The Horse Whisperer

Aku menemukan buku ini di sebuah lapak buku bekas. Tadinya aku tak tertarik untuk membelinya karena bukunya kumal, sampulnya juga sudah tak mulus lagi (yah..namanya juga buku bekas..). Tapi setelah melihat nama pengarangnya, aku jadi berpikir dua kali. Si pengarang adalah Nicholas Evans, yang menulis buku The Smoke Jumper. Aku langsung jatuh cinta pada si penulis ini begitu membaca The Smoke Jumper itu. Keunikannya terletak pada background cerita yang banyak berlatar belakang alam sehingga menyediakan imajinasi yang lebih luas bagi seorang 'wanita kota' sepertiku.

Anyway, karena faktor pengarang itulah akhirnya aku membeli buku ini. Belakangan aku mengetahui dari internet bahwa buku ini telah di-layar-lebarkan dengan Robert Redford menjadi salah satu pemeran utamanya (jadi tak salah kan pilihanku?..).

Sang Penakluk sebenarnya kurang mencerminkan isi buku ini, tidak seperti judul aslinya dalam bahasa Inggris, The Horse Whisperer. Horse whisperer adalah sebuah karir yang digeluti oleh hanya segelintir orang di dunia karena pekerjaan itu membutuhkan jauh lebih banyak bakat daripada ketrampilan yang dapat dilatih. Horse whisperer bukan hanya membutuhkan kemampuan untuk melatih kuda, tapi justru membutuhkan bakat untuk memahami si kuda, sama seperti psikolog yang harus mampu memahami apa yang dirasakan pasiennya untuk dapat menyelesaiakn masalahnya.

Horse whisperer biasanya dicari orang-orang yang memiliki kesulitan dengan kuda peliharaannya. Kebanyakan kesulitan atau masalah bukan terletak pada kuda itu sendiri, tapi justru karena si pemilik tidak memahami kudanya sendiri. Dengan membaca buku ini kita diajak untuk semakin menyadarai bahwa hewan juga makhluk yang memiliki perasaan. Dan bagaimana ia akan bersikap pada manusia, tergantung pada bagaimana manusia memperlakukannya. Sama persis seperti cara manusia menjalin hubungan dengan sesamanya, kan?

Tom adalah 'the best horse whisperer' yang bisa didapatkan Annie setelah putrinya, Grace mengalami kecelakaan hebat yang membuatnya kehilangan salah satu kakinya, dan kudanya Pilgrim berubah menjadi kuda yang amat liar dan setengah gila. Sebelum kecelakaan itu Pilgrim adalah kuda yang fit dan hebat. Namun di suatu hari yang dingin di awal musim salju, Grace berkuda bersama dengan sahabat karibnya. Tentu saja Grace menunggangi Pilgrim-nya, yang sudah menjadi bagian dari dirinya, cinta pertamanya saat membeli Pilgrim. Hubungan batin kuda dan pemiliknya memang amat penting.

Anyway, Grace dan sahabatnya begitu gembira bisa berkuda menyusui padang rumput di pagi yang dingin itu, dalam suasana yang tenang, tanpa kehadiran manusia lain dan terutama tanpa kendaraan bising dan polusi di kota besar. Dan seperti halnya pada semua kecelakaan, suasana menyenangkan itu berubah seketika hanya dalam beberapa detik, yaitu saat sebuah truk kontainer melaju dengan cepat di jalanan. Kecelakaan itu takkan pernah terjadi kalau saja sahabat Grace tidak membawa mereka menyusuri jalan sempit yang licin yang langsung memotong jalanan yang akan dilewati turk itu. Kedua kuda tergelincir di salju yang licin itu, merosot tak terkendali, dan akhirnya menghantam truk yang juga tak mampu melakukan pengereman mendadak. Semuanya berlangsung begitu cepat, dan secepat itulah semuanya berubah. Si sahabat langsung meninggal di tempat, kudanya terjepit truk dan meninggal juga. Pilgrim terluka parah tubuhnya, namun tak separah luka pada hatinya akibat shock.

Grace sendiri harus merelakan kakinya diamputasi, dan hal itu membuatnya uring-uringan. Annie mengambil insisiatif menemui Tom, the horse whisperer untuk menyembuhkan Pilgrim. Namun keadaannya yang parah membuat Tom mundur teratur. Annie, merasa entah bagaimana kesembuhan Pilgrim akan berpengaruh pada kesembuhan jiwa Grace, akhirnya ngotot mengajak Grace dan Pilgrim menemui Tom di ranch-nya.

Dan pertemuan itu memang akhirnya mengubah hidup semua orang yang terlibat dengan caranya sendiri-sendiri. Tak ada yang sama dengan sewaktu Annie, Grace dan Pilgrim menemui Tom. Dan semua yang terjadi digambarkan dengan sangat detail dan indah oleh Evans. Kita akan merasa seperti diajak memasuki dunia lain. Dunia yang membuat kita begitu dekat dengan alam sekitar, dunia di mana kuda dan hewan ternak lainnya diperlakukan bak sahabat. Membaca buku ini membuatku merasa bahagia, membuatku merasakan ada kasih yang tulus antara manusia dan hewan yang di era modern ini jarang kita temui. Mungkin itulah daya tarik utama buku ini buatku. Akhirnya, aku menutup buku ini dengan perasaan puas. Tak sia-sia aku membeli buku kusam ini, karena isinya justru secemerlang buku baru manapun!