Friday, December 31, 2010

Dunia Sophie

Wow!...wow!.. Dua kata itulah yang tampaknya paling tepat untuk mendeskripsikan buku karya Jostein Gaarder ini. Sudah sejak lama aku mencari-cari buku ini, tapi ternyata sulit mendapatkannya. Lalu aku mendengar kabar bahwa penerbit Mizan telah menerbitkannya sebagai Gold Edition. Maksudnya, dengan cover apik dengan efek kilau keemasan serta jenis kertas luks sehingga buku setebal 797 halaman ini layak dijadikan koleksi. Apalagi mengingat isinya yang begitu menakjubkan.

Dunia Sophie adalah pelajaran filsafat yang dikemas ke dalam semacam kisah misteri-fantasi. Kita harus berterima kasih pada Jostein Gaarder karena telah memberi kita cara yang asyik dan tidak membosankan untuk belajar filsafat. Alih-alih menggunakan kalimat dan bahasa yang sulit ditangkap bagi awam seperti kita, Gaarder mendeskripsikan pemikiran filsafat dari mulai ribuan tahun lalu hingga masa kini ke dalam bahasa yang mudah dicerna dan disertai contoh-contoh yang kadang lucu, meski tetap membantu kita memahami suatu pemikiran dengan lebih baik.

Sophie adalah cewek berusia 14 tahun yang tinggal bersama ibunya. Menjelang ulangtahunnya yang ke-limabelas, di suatu siang sepulang sekolah, ia menemukan sebuah surat misterius di kotak surat rumahnya. Surat itu ditujukan pada dirinya. Isinya hanya 2 kata disertai tanda tanya: Siapakah kamu? Amplop surat itu tak menunjukkan nama atau alamat pengirimnya, tak pula ada perangko. Belum sampai pada jawaban yang memuaskan, Sophie lalu menemukan sepucuk surat lainnya di kotak suratnya, yang tentu saja berasal dari si pengirim anonim yang sama. Kali ini pertanyaannya berbeda: Dari mana datangnya dunia?

Dan memang, manusia mulai belajar filsafat dengan kedua pertanyaan mendasar itu. Dua pertanyaan yang hanya terdiri dari beberapa kata, namun butuh 797 halaman untuk membawa kita kepada jawabannya. Apakah pertanyaan itu akhirnya terjawab? Kita harus melalui jalan yang panjang untuk mengetahuinya...

Seolah 2 pucuk surat itu masih belum cukup membngungkan Sophie, datang pula selembar kartu pos yang berperangko Norwegia dan bercap pos Batalyon PBB. Yang lebih aneh lagi, kartu pos itu dialamatkan pada Hilde Moller Knag, d/a Sophie Admundsen. Alamat yang tercantum adalah alamat rumah Sophie. Tapi siapa Hilde yang berulang tahun hanya beda beberapa hari darinya itu? Lebih bingung lagi Sophie membaca isinya, yaitu ucapan selamat ulang tahun seorang ayah kepada putrinya yang bernama Hilde, dan si ayah meminta maaf pada Hilde karena harus mengirim kartu pos itu lewat Sophie. Apa maksud semuanya ini? Dalam sehari saja, hidup Sophie nampaknya akan berubah 180 derajat. Sophie yang dulunya seorang remaja yang ceria dan suka bermain bersama sahabatnya Joanna, kini jadi lebih tertarik untuk berpikir tentang asal usul dirinya dan dunia daripada main badminton.

Surat-surat misterius secara periodik berdatangan ke rumah Sophie. Kini amplopnya berukuran besar, dan isinya beberapa halaman ketikan. Judulnya: Pelajaran Filsafat. Maka kita semua bagaikan murid-murid yang bertemu dalam kelas filsafat bersama dengan Sophie, si gadis cerdas yang baru berusia 15 tahun itu. Filsafat bukanlah ilmu omong kosong yang hanya perlu bagi orang-orang kuper yang kerjanya berpikir. Filsafat membantu mata kita terbuka pada hal-hal yang paling hakiki: keberadaan kita di dalam dunia.

Sophie memiliki tempat persembunyian di antara sesemakan di taman depan rumahnya, dan disitulah ia menyembunyikan kaleng berisi semua materi pelajaran filsafatnya. Namun, meski bahan itu tersembunyi, Sophie tak mampu menyembunyikan sikap anehnya dan omongan seriusnya dari ibunya. Sophie kini bukan hanya seorang gadis lugu yang hanya menerima apapun yang dunia sediakan baginya, namun ia mulai mempertanyakan dunia itu sendiri.

Setelah itu "sang guru" misterius mulai menjabarkan asal-usul filsafat dari 600 ribu tahun sebelum Masehi. Seperti kita tahu, kebanyakan filsuf berasal dari Yunani. Sebelum filsafat murni lahir, keberadaan dunia sering dijelaskan dalam bentuk mitos keagamaan. Tak heran begitu banyak kisah tentang dewa-dewi di Yunani. Kemudian para filsuf mulai melepaskan diri dari agama, dan pemikirannya lebih didasarkan pada aspek ilmiah. Bagaimana tumbuhan dapat hidup? Dan pertanyaan-pertanyaan semacam itu. Mereka sampai pada kesimpulan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini abadi dan kekal sifatnya. Karena tak mungkin ada ketiadaan sebelum semuanya ada. Mereka juga meyakini bahwa dunia ini terus mengalami perubahan hingga masa di mana mereka hidup.

Sementara itu banyak hal aneh terjadi. Misalnya saja, Sophie selalu saja menemukan benda-benda yang bukan miliknya terselip entah di bagian mana kamarnya. Ada selendang sutra merah.... Dari kartu-kartu pos ayah Hilde yang terus datang ke rumahnya, Sophie mengetahui bahwa barang-barang itu adlah milik Hilde. Tapi...bagaimana semua barang itu bisa sampai ke kamar Sophie??

Hal yang tak kalah misteriusnya adalah sang guru filsafat anonim Sophie. Siapakah dia? Setelah beberapa saat sang guru, yang belakangan ia tahu bernama Alberto Knox, mulai mengutus seekor anjing berbulu coklat bernama Hermes untuk menjadi kurir yang mengirim bahan pelajaran filsafat kepada Sophie. Lalu pada suatu saat Sophie memberanikan diri mengikuti Hermes untuk menemukan tempat tinggal Alberto. Ternyata ia tinggal di sebuah gubuk yang, belakangan Sophie tahu, disebut orang "gubuk mayor" karena dulunya pernah ditinggali seorang mayor.

Di sepanjang kisah ini anda akan dijejali, selain dengan penjabaran pemikiran para filsuf dunia, juga dengan misteri ke misteri yang makin misterius saja. Sophie bersama Alberto, yang akhirnya dapat bertatap muka langsung untuk pelajaran filsafat mereka, sering merasa terganggu dengan ulah ayah Hilde, seorang mayor yang bekerja di batalyon PBB di Norwegia. Sang mayor seolah-olah mengikuti mereka kemanapun mereka pergi dan seolah-olah dapat membaca pikiran mereka. Lalu datang juga tokoh-tokoh dongeng seperti Winnie The Pooh, Gadis Korek Api, Snow White dll mengganggu pelajaran mereka.

Lalu siapakah sebenarnya Alberto itu? Apakah Hilde itu benar-benar ada? Bagaimana si mayor bisa mengintervensi kehidupan Sophie dengan ulah-ulah konyol dan menjengkelkan itu? Anda akan mengetahui jawabannya di akhir kisah ini. Namun di sela-sela petualangan Sophie dan Alberto itu, anda juga akan menelusuri bagaimana para ahli filsafat membaktikan hidupnya untuk menjawab satu pertanyaan besar itu: Darimana asal dunia. Ada yang bilang dunia ini kekal dari awalnya, ada yang berpendapat semua berasal dari sebuah sel atom yang terus menerus membelah diri. Berbagai ide ditawarkan, berbagai argumen dikemukakan, namun pada akhrirnya tak seorang pun dapat mengetahui dengan pasti bagaimana dunia ini bisa terbentuk. Dan makin modern sains, manusia juga menemukan bahwa bumi tempat manusia hidup ini bagaikan setitik pasir di tengah samudra nan luas. Bayangkan saja, benda angkasa yang kita sebut matahari adalah pusat bagi planet-planet yang mengelilinginya, yang salah satunya adalah bumi yang kita cintai ini. Di galaksi Bima Sakti ini terdapat 400 milyar matahari seperti matahari kita! Padahal alam raya ini terdiri dari kira-kira seratus milyar galaksi. Bisakah anda membayangkan betapa luasnya alam raya ini? Dan lagi-lagi kita kembali pada satu pertanyaan besar itu? Darimana asalnya alam raya ini? Bagaimana awal mula terbentuknya? Siapa atau apa yang mengatur dan menggerakkan masing-masing elemennya yang total berjumlah...ahh..tak cukup digit di kalkulatorku untuk menghitungnya. Tak cukup otak kecilku untuk memikirkannya.

Semua itu akhirnya hanya menjelaskan satu hal: bahwa ada "sesuatu" yang jauh lebih besar daripada alam raya ini. Suatu kekuatan yang tak mampu kita terima di radar otak kita, namun pastilah ada karena hanya itu yang mampu menjelaskan semua pertanyaan para orang pintar itu. Sesuatu yang akhirnya kita sebut dengan "God" atau "Tuhan".

Ada seorang filsuf yang jadi favoritku (berkat Sophie, Alberto, sang mayor, oh..dan tentu saja Jostein Gaarder--aku yang buta filsafat malah bisa memiliki filsuf favorit!). Si filsuf adalah Soren Kirkegaard dari Denmark. Orangnya ganteng juga loh, at least dari sketsa yang ada di buku ini (tiap filsuf ada sketsa wajahnya loh, dan itu membuat buku ini semakin unik dan keren). Inilah kutipan pemikirannya: yang aku jadikan penutup review panjang ini,

Jika aku dapat menangkap Tuhan secara obyektif, aku tidak akan percaya; tapi justru karena aku tidak dapat melakukannya, maka aku harus percaya.

Jika aku ingin menjaga imanku,aku harus terus menerus berpegang teguh pada ketidakpastian obyektif, agar imanku tetap lestari.

Masuk akal juga, karena kalau kita manusia bisa memahami Tuhan, bagaimana kita akan bisa beriman sungguh-sungguh kepadaNya? Justru karena Ia tak dapat dipahami, maka kita hanya mampu bertekuk lutut di hadapanNya....

Judul: Dunia Sophie
Pengarang: Jostein Gaarder
Penerbit: Mizan

More Book Challenges For 2011!

Menjelang pergantian tahun, tak seperti teman-teman lainnya, aku tak bisa menampilkan daftar bacaanku selama tahun 2010 ini, karena memang tak sempat mencatatnya. Yang jelas, banyaaak deh. Mungkin mulai tahun depan aku akan semakin rajin mencatatnya di blog ini.

Tadi saat jalan-jalan ke blog sesama pecinta buku: mbak Dessy, aku menemukan sebuah book challenge lagi yang mbak Dessy ciptakan sendiri. Tak terlalu sulit, dan yang jelas makin menambah asyik pengalaman membaca buku. Intip yuk book challenge-nya...


5 books, 5 writers, 5 countries

Maksudnya adalah membaca 5 buku dari 5 pengarang yang berasal dari negara yang berbeda-beda. Dengan cara ini kita menjadi semakin mengenal pengarang-pengarang buku. Bukan hanya karyanya saja, tapi juga paling tidak negeri asalnya. Mengikuti mbak Dessy, aku juga sengaja memilih buku-buku yang berbeda dengan book challenge yang lain. Ini dia daftarku:

1. The True Story of Hansel & Gretel
by Louise Murphy --> Skotlandia-Irlandia

READ


-----

2. The Prince and The Pauper
by Mark Twain --> Amerika
READ

-----

3. Water For Elephants
Sara Gruen --> Kanada
READ

-----

4. The Phantom Of The Opera
Gaston Leroux --> Prancis
READ

-------

5. Jerawat Cinta
Fanny Fredlina --> Indonesia
READ

(Yang ini buku pertama soulmate-dunia-mayaku yang sudah diterbitkan. Yipiiiee!! Meski aku tak pernah membaca buku bergenre remaja, tapi karena ini hasil karya seorang sahabat, wajib baca dong!).


------

Dan merasa belum cukup tertantang (belum cukup, Fan?!), aku akan menambah 1 book challenge lagi yang bisa digabung dengan book challenge lainnya. Tantangan ini kudapat sewaktu jalan-jalan ke blognya Aleetha.


100+ Reading Challenge


Itu tajuknya, dan jelaslah maksudnya adalah menantang kita untuk membaca lebih dari 100+ judul buku dalam tahun 2011. Karena tak ditentukan genre atau jenis bukunya, membuat tantangan ini fleksibel dan bisa digabung dengan book challenge lain yang spesifik. Kita boleh membaca apa saja loh, dari komik, novel gratis, kumcer, novel, non fiksi dst pokoknya yang pernah diterbitkan dan punya ISBN. Yuuk! Siapa mau ikutan? Langsung aja kesini. Book challenge yang diatas boleh, digabung dengan yang ini juga boleh. Ayo giat membaca di tahun 2011!

PS: Kalau mau lebih besar peluang mencapai/melampaui tantangan, mulailah dengan buku pertama tepat pada tgl. 1 Januari 2011 besok. Hari ini aku khusus tidak membaca buku sama sekali, kusimpan untuk besok. Gak boleh curang dong!....

Sunday, December 26, 2010

Ikutan Book Challenge + Giveaway Yuk!

Tak terasa akhir tahun sudah mendekat. Dan berapa buah buku yang sudah anda lahap sepanjang tahun ini? Aku sendiri sudah tak mampu (baca: tak sempat) menghitung lagi, tapi sepertinya sudah melebihi angka 50. Lalu bagaimana dengan tahun 2011? Ah..daripada repot-repot menetapkan target lalu stress sendiri karena tak bisa memenuhinya, untuk tahun depan aku mengganti tantangan. Aku menemukan sebuah book challenge yang keren: What's in a Name 4


Blog itu mengadakan book challenge setiap tahunnya. Siapaun bisa mengikutinya, baik yang punya blog maupun tidak. Aku pikir, asyik juga ya sekali-sekali ikutan book challenge. Menantang diri sendiri untuk membaca buku yang mungkin bukan genre yang selama ini kita sukai, tapi mungkin saja akan kita sukai. Kita tak pernah tahu kalau belum pernah mencoba.

Book challenge ini sebenarnya memberikan tugas pada pesertanya untuk membaca buku-buku yang sesuai dengan persyaratan tertentu, sepanjang tahun. Terserah kita, kapan kita melakukannya, atau judul buku atau genre buku yang kita baca. Pokoknya, judul buku itu bagaimanapun sesuai dengan persyaratannya. Penasaran? Lihat aja disini

Nah, aku sudah mulai mencari-cari buku untuk book challenge itu, ini nih listnya...

1. A book with a number in the title - Kembar Keempat by Sekar Ayu Asmara



2. A book with jewelry or a gem in the title - (belum dapat)

??


3. A book with a size in the title - Mini Shopaholic - by Sophie Kinsella



4. A book with travel or movement in the title - (belum dapat)

??


5. A book with evil in the title - (The Wizard Of Oz) -- eh, wizard kan bisa dikategorikan 'evil' ya?? *maksa dot com*



6. A book with a life stage in the title - The Einstein Girl - by Philip Sington


Sekarang aku ingin mengajak anda, para pecinta buku untuk sama-sama menantang diri sendiri di book challenge ini. Kreatifitas dalam memilih judul bacaan lumayan mengasyikkan loh. Kalau bisa cobalah untuk keluar dari pakem bacaan anda selama ini... Kalau anda memutuskan menemani aku ikutan book challenge ini, jangan lupa posting tentang book challenge ini ya...

O ya, aku juga ingin menantang anda...

Buku apa yang menurut anda bagus dan sesuai dengan tugas nomor 2 dan 4 di atas?

Note:
1. Anda bisa menjawab salah satunya atau keduanya. Pemenang hanya akan mendapat 1 hadiah saja...

2. Peserta harus berdomisili atau memiliki alamat pengiriman di Indonesia.

Silakan anda menjawab lewat komentar blog ini. Buku yang paling menarik akan aku ikutkan dalam list book challenge-ku. Dan pemberi ide yang bukunya aku pilih untuk dibaca, akan mendapat buku itu secara gratis. Mau?? Ayoo..kasih saran dong! Aku memberikan waktu hingga 31 Januari 2011 ya!

Wednesday, December 22, 2010

Tintin Character Book: Kapten Haddock

Sejuta topan badai!...
Kutu busuk!...

Maaf, aku tak hendak memaki-maki anda... Hanya ingin mengingatkan anda pada sebuah sosok istimewa yang tak gampang dilupakan dalam sebuah serial cerita bergambar. Anda sudah ingat sekarang? Ya, dialah Kapten Haddock dalam serial Petualangan Tintin, kisah ciptaan dan hasil goresan tangan Herge.

Dalam banyak kisah heroik, di samping sosok sang pahlawan yang nyaris sempurna (dan seringkali menjadi kurang natural, kurang manusiawi), tampil pula tokoh pendamping yang keahliannya di bawah sang pahlawan, namun kepribadiannya lebih mirip manusia kebanyakan seperti kita. Tokoh pendamping ini akan mengimbangi kesempurnaan sang pahlawan. Ingat Dr. Watson dan Sherlock Holmes? Seperti itulah peran Kapten Haddock dalam sebagian besar petualangan Tintin.


Dalam Petualangan Tintin, sang wartawan muda ini memang serasa bagaikan tokoh khayalan. Tintin terlalu sempurna. Selalu cerdik, jarang membuat kesalahan, hampir tak pernah dikuasai emosi, selalu berpikiran jernih. Sebaliknya, Kapten Haddock adalah orang yang berangasan, emosional dan punya kelemahan yaitu ketergantungan pada minuman keras, meskipun sejatinya Haddock adalah pribadi yang setia kawan, memegang teguh prinsip keadilan dan kebenaran, serta berani berkorban demi sahabatnya.


Character Book yang disusun Michael Farr ini membawa kita lebih mengenal dari dekat sosok Kapten Haddock (juga karakter-karakter lainnya dalam serial Tintin di banyak Character Book yang lain). Kita juga dibawa mengikuti proses penciptaan tokoh ini oleh Herge, sekaligus makna tokoh itu baginya. Kapten Haddock ternyata adalah perwujudan karakter Herge sendiri yang di masa tuanya tenggelam dalam minuman keras, sama seperti Kapten Haddock. Sedangkan Tintin adalah cerminan sosok yang diimpikan Herge di masa mudanya, reporter yang banyak berkeliling dunia. Yang lebih menarik lagi adalah proses peciptaan tokoh ini. Nama Haddock ternyata berasal dari sejenis ikan yang sedang dimasak istrinya suatu hari untuk makan malam!


Hal yang menarik tentang nama Haddock ini, si Kapten yang diceritakan sebagai pensiunan kapten kapal dan pelaut, ternyata memang memiliki 'kembaran' di dunia nyata. Ada beberapa perwira angkatan laut di Inggris yang bernama Haddock. Maka makin sreg-lah Herge dengan tokoh ciptaannya yang akan menemani Tintin dalam banyak petualangannya.


Masih ingatkah anda peran Kapten Haddock dalam beberapa petualangan Tintin? Dia bisa dibilang sosok paling flamboyan di antara rekan-rekan Tintin lainnya seperti Profesor Calculus (Lakmus), Thompson & Thomson (Dupont & Dupond). Kita ingat kembali penampilan-penampilan Kapten Haddock dalam banyak kisah, yang bervariasi dan berbeda, tergantung kondisi dalam kisah itu. Di Tujuh Bola Kristal misalnya, Haddock muncul dalam setelan resmi saat menonton acara sulap, lengkap dengan kacamata berlensa satu. Anggun dan elegan. Padahal saat berpetualang ke luar negeri, ia biasa mengenakan sweater ala pelaut warna biru dengan gambar jangkar di dada, topi pelaut dan celana hitam. Gambaran Kapten Haddock yang fashionable adalah cerminan diri Herge yang juga sangat memperhatikan penampilannya di luar rumah.

Namun keistimewaan yang paling menonjol dari sosok kapten Haddock mungkin adalah...makiannya! "Sejuta topan badai" dan "kutu busuk" telah menemani masa kecil kita dalam cergam-cergam Tintin. Membuat kita selalu paling tidak tersenyum tiap kali mengingat dan membayangkan Kapten Haddock. Darimana Herge mendapat inspirasinya? Ternyata dari pertengkaran seorang penjaga toko dengan pelanggannya yang sempat terdengar oleh Herge. Makin panjang dan variatif isi makian si penjaga toko, makin efektif pula dampaknya pada si pelanggan. Dari situ, Herge lalu menciptakan berbagai variasi makian yang jumlahnya bisa mencapai ratusan di seluruh kisah yang menyertakan Kapten Haddock!


Hal lain yang menarik dari sosok Kapten Haddock adalah minuman keras, terutama wiski. Kenalkah anda dengan merk wiski Loch Lomond? Mungkin anda sering mendengarnya, tapi tahukah anda darimana merk Loch Lomond itu berasal? Eh, whisky Loch Lomond itu benar-benar ada loh! Apakah Herge mencomot brand ini ke dalam cergamnya? Bukan! Justru awal mula brand Loch Lomond adalah brand fiktif untuk wiski yang diciptakan Herge di cergam Tintin. Di kemudian hari, akhirnya brand fiktif itu benar-benar dijadikan sebuah brand untuk Scotch wiski. Menarik bukan?


Ngomong-ngomong tentang Loch Lomond wiski, jadi teringat Snowy (atau Milou dalam terjemahan Gramedia), si anjing mungil milik Tintin. Gara-gara Kapten Haddock, Snowy jadi ketagihan wiski Loch Lomond juga…


Begitulah kisah Tintin ini. Seluruh cergamnya benar-benar merasuk ke dalam ingatan dan hati penggemarnya, sehingga bahkan bertahun-tahun setelah kita membacanya, selalu ada potongan-potongan adegan atau kisah yang akan kita ingat saat ada momen serupa yang kita alami. Membaca atau menonton acara tentang Tibet? Pasti aku akan teringat pada Tintin, Chang (Zhang) dan Yetty. Membaca tentang peluncuran roket luar angkasa, pasti terbayang roket kotak-kotak merah-putih karya Profesor Calculus yang sempat amnesia menjelang keberangkatan roket, dsb dsb. Kisah petualangan Tintin ternyata adalah salah satu sahabat yang menemani aku selama aku tumbuh menjadi manusia sekarang ini…

Judul: Kapten Haddock

Pengarang: Michael Farr

Penerbit: Gramedia

Wednesday, December 15, 2010

The Namesake-Makna Sebuah Nama

Apalah arti sebuah nama? Begitu ungkapan yang terkenal dari William Shakespeare dalam novelnya Romeo and Juliet. Namun dalam kenyataannya, nama merupakan simbol penting identifikasi seseorang, yang berarti seseorang yang belum dikenal dapat dinilai salah satunya lewat nama. Mengapa orangtua-baru begitu rebut untuk menentukan nama bagi anaknya yang baru lahir? Karena mereka ingin anak itu kelak tumbuh dengan perasaan bangga menyandang nama itu. Judul buku pun perlu diotak-atik sehingga ia dapat mencerminkan isinya sekaligus mengundang perhatian orang. Demikian pula buku The Namesake karangan Jhumpa Lahiri ini bertutur, yaitu tentang makna di balik nama.

Dalam adat istiadat bangsa India sekitar tahun 1970-1980-an (aku tak tahu apakah saat ini masih relevan), seseorang selalu memiliki 2 nama. Nama pertama adalah nama resmi atau ‘nama bagus’ yang dicatat dalam akte kelahiran, dibubuhkan dalam ijazah, dan didaftarkan di sekolah atau universitas. Nama kedua adalah nama personal, yang digunakan sebagai panggilan dalam pergaulan keluarga dan teman-teman dalam suasana non formal. Dalam masa inilah hidup seorang anak lelaki bernama Ashoke Ganguli yang keranjingan membaca buku sastra Rusia, terutama milik Nikolai Gogol yang telah menghasilkan buku The Overcoat sebagai salah satu tulisannya yang paling terkenal. Suatu saat Ashoke sedang berkendara dengan kereta api yang akhirnya mengalami kecelakaan hebat. Dalam kepanikan dan gelapnya malam, Ashoke malang yang tubuhnya tergencet, hanya mampu menggerakkan tangan kecilnya yang masih memegang buku The Short Stories by Nikolai Gogol. Lambaian helai halaman buku itu menarik perhatian regu penolong yang nyaris saja melewati Ashoke karena menganggap tak ada penumpang di area itu yang bisa diselamatkan. Secara tak langsung, Nikolai Gogol telah menyelamatkan nyawanya.

Sejak saat itu, sedang ia tumbuh dewasa, kenangan akan kecelakaan itu masih terus menghantui Ashoke. Juga setelah ia meminang Ashima menjadi istrinya dan tinggal di apartemen kecil di dekat universitas tempat ia mengajar di kota Boston, Amerika. Dari sini kisah ini bergulir di seputar kehidupan keluarga Ganguli. Dua orang Bengali yang tinggal di Amerika. Budaya yang jauh berbeda, keterasingan karena tinggal jauh dari keluarga, sanak saudara dan sahabat merupakan tantangan-tantangan yang harus dihadapi Ashoke dan Ashima. Lalu tak lama kemudian lahirlah putra pertama mereka. Dan pada hari itu, bayangan kelam yang selama ini menjadi beban berat bagi Ashoke seolah terangkat. Ia bertekad untuk tak lagi hidup demi masa lalu, dan mulai membuka babak kehidupan yang baru.

Di sinilah keruwetan tentang nama mulai masuk. Telah menjadi kebiasaan di India bahwa seorang bayi yang baru lahir akan dinamai oleh orang tua atau orang yang dituakan. Dalam hal ini nenek buyut Ashima yang berusia 90 tahun yang menyandang tugas mulia itu. Namun, karena handphone belum ada, apalagi internet, proses pemberian nama itu harus dilakukan lewat pos. Padahal pihak Rumah Sakit di Amerika mengharuskan seorang bayi memiliki nama sebelum keluar dari RS. Maka tiba-tiba saja benak Ashoke terbuka, dan kelima huruf itu seakan terlihat jelas sekali: Gogol. Itulah nama yang paling tepat bagi putranya, nama yang telah menyelamatkan hidupnya yang dulu, dan kini menandai awal hidup barunya. Dan mulailah si bocah Bengali kecil itu menyandang nama yang bukan nama India dan bukan pula nama Amerika tempatnya lahir: Gogol Ganguli.

Dari awal Gogol kecil sudah tahu bahwa namanya berasal dari nama sastrawan Rusia yang diidolakan ayahnya. Namun yang mengetahui peristiwa kecelakaan itu hanyalah Ashoke dan Ashima. Gogol dengan bangga menyandang nama itu. Saat masuk TK ia minta dipanggil sebagai Gogol, bukannya Nikhil, nama resmi pemberian kedua orangtuanya. Pada ulang tahunnya yang ke 14, Ashoke memberikan hadiah istimewa pada Gogol: sebuah buku tua yang berjudul The Short Stories Of Nikolai Gogol yang lalu ia selisipkan asal saja di rak paling atas begitu ayahnya menutup pintu dan keluar dari kamarnya. Buku itupun terlupakan, dan Ashoke tak pernah sekalipun menanyakan atau menyebut-nyebutnya lagi.

Di kemudian hari saat Gogol mulai dewasa, ia mulai membenci namanya sendiri. Lucu juga rasanya memperkenalkan diri pada cewek cakep dengan nama: Gogol… Dan akhirnya ia pun membulatkan tekad untuk berganti nama menjadi Nikhil, sesuatu yang sah saja dilakukan di Amerika. Tinggal membuat surat dan mengajukan ke pengadilan, maka keluarlah ia dari gedung pengadilan sebagai Nikhil Ganguli. Setelah kejadian itu, barulah Gogol tahu makna sebenarnya namanya selain hanya sebagai sanjungan pada seorang sastrawan. Gogol adalah lambang kematian sekaligus kehidupan bagi ayah tercintanya. Nikolai Gogol yang menghindarkannya dari kematian, dan Gogol Ganguli yang memberinya kehidupan baru.

Kemudian alur cerita bergulir dengan manisnya di seputar kehidupan Gogol alias Nikhil saat menyelesaikan sekolah, kuliah, lalu bekerja serta jatuh cinta, putus cinta hingga akhirnya menikah. Dan di antara rentang masa itu, Ashoke harus meninggalkan Ashima, Gogol dan Sonia (adik perempuan Gogol) selamanya karena serangan jantung mendadak. Dan baru setelahnya Gogol pun untuk pertama kalinya akan membaca buku pemberian ayahnya bertahun-tahun silam. Buku yang membuatnya yakin bahwa Ashoke tak pernah meninggalkan hidupnya….

*****

Membaca buku The Namesake ini mengasyikkan, karena kita akan disuguhi dinamika kehidupan keluarga Bengali yang tinggal di Amerika. Makanan-makanan khas India seperti dal dan samosa, adat wanita India yang langsung menghapus bindi begitu menjadi janda, dan banyak hal-hal lain yang begitu berbeda dengan apa yang biasa kita ketahui. Menarik juga membaca tentang Gogol yang seolah hidupnya selalu terbagi dalam dua negara, kendati seumur hidup ia tinggal di Amerika. Ia tak pernah benar-benar Amerika, sementara ia juga bukan Bengali sepenuhnya.

Unik dan mengesankan, dengan alur cerita yang enak dibaca. Dua jempol untuk buku The Namesake ini, yang meski bukan penghuni rak best-seller di toko buku, namun menyajikan bahan bacaan yang berkualitas dan menghibur!

Judul: The Namesake
Judul terjemahan: Makna Sebuah Nama
Pengarang: Jhumpa Lahiri
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: September 2008

Buat yang berminat edisi bekasnya, bisa beli di Vixxio. E-mail aja ke mail[at]vixxio[dot]com atau komen di posting ini.

Tuesday, December 14, 2010

Old Surehand 2: Di Jefferson City

Setelah sekian lama menunggu buku kedua dari serial Old Surehand ini terbit, aku semakin bersemangat ketika pertama kali membuka buku ini. Meski agak lupa-lupa ingat garis besar cerita di Old Surehand 1, tapi aku tetap ingat kisah terakhir yang terpotong dan (aku harapkan) menyambung di bagian 2, yaitu pencarian atas Old Surehand yang tiba-tiba menghilang setelah petualangan selesai. Tapi, setelah melewati beberapa halaman buku ini, kok aku tak menemukan satupun tanda-tanda munculnya Old Surehand yah?

Tapi, berhubung Karl May adalah seorang yang mahir bercerita, maka dengan nikmatnya kuikuti saja kisah demi kisah, halaman demi halaman meski nampaknya tak ada hubungan sama sekali dengan cerita selanjutnya, hingga akhirnya aku menyadari beberapa hal:

1. Cerita ini adalah cerita berbingkai. Tokoh utama tetaplah Old Shatterhand, yang sedang mengunjungi sebuah kedai minum di kota Jefferson City, di mana ia harus menyelesaikan sebuah urusan dan hendak mencari kabar mengenai keberadaan Old Surehand. Di bagian pertama, kedua tokoh sahabat baik Winnetou ini berjanji akan bertemu lagi di suatu tempat di Jefferson City. Dan di kedai ini, Old Shatterhand mendengarkan seseorang yang tengah menceritakan pengalamannya di padang prairie kepada para pengunjung lainnya. Nah, setelah ia bercerita, maka pengunjung lain akan menimpali cerita itu dengan kisah versi pengalamannya sendiri. Dan hal itu berlangsung terus menerus di sepanjang buku ini. Bahkan ada seseorang yang menceritakan kisah yang didengarnya dari orang lain, hingga cerita itu berbingkai dalam cerita lain dan berbingkai dalam cerita lain lagi hingga 3 tingkat.

2. Hal kedua yang aku sadari belakangan adalah, bahwa meski setting cerita itu berpindah-pindah dari padang prairie satu ke hutan lainnya, hingga sampai ke lautan, namun sebenarnya keseluruhan kisah itu hanya berlokasi di kedai Ibu Thick ketika Old Shatterhand minum-minum dan mendengarkan seluruh cerita itu.

Di halaman akhir buku ini (aku mengintip sebentar ke catatan mengenai kisah ini), aku menemukan fakta menarik bahwa ternyata buku kedua Old Surehand ini memang bukan sambungan langsung dari buku pertamanya. Sejatinya, setelah Karl May meninggal dunia, buku Old Surehand ini dijadikan hanya dua seri. Sedang kisah-kisah lainnya dipenggal dan dijadikan judul lain. Namun, bertahun-tahun kemudian, mereka yang peduli terhadap karya Karl May, termasuk Paguyuban Karl May di Indonesia berinisiatif untuk mengumpulkan banyak kisah-kisah Karl may yang tercecer dan merangkumnya menjadi buku sisipan Old Surehand Di Jefferson City ini. Buku kedua ini dimaksudkan sebagai penyambung antara buku 1 dan buku 3 yang akan terbit setelah ini.

Jadi, kalau anda sudah membaca buku pertama dan mengharapkan reuni serta petualangan bersama Old Shatterhand, Winnetou dan Old Surehand di buku ini, tunda dulu keinginan anda. Namun, jangan juga kecewa dan menganggap buku ini tak layak dibaca. Justru sebaliknya, buku ini berisi banyak kisah-kisah petualangan yang menarik dan menegangkan khas dunia Wild West dan tokoh-tokoh nyentriknya. Ada perburuan dan usaha perampokan emas milik kulit merah oleh orang kulit putih yang serakah, pembalasan dendam terhadap penjahat dan penipu ulung yang beraksi dengan kedok permainan kartu, juga drama pertempuran ala bajak laut di tengah lautan yang menegangkan (baru kali ini Karl May memasukkan drama-non-prairie di buku yang pernah aku baca). Kisah bajak laut ini menurutku adalah kisah paling keren dan menegangkan di buku ini.

Tokoh Old Shatterhand sendiri juga hadir di beberapa kisah bersama dengan sahabat abadinya Kepala Suku Apache yang agung dan termashyur: Winnetou. Selain itu silakan anda terpingkal-pingkal atau paling tidak tersenyum dengan karakter-karakter nyentrik seperti Sam Fire-Gun, Dick Hammerdull dan sobat kentalnya Pitt Holbers (yang dijuluki Roti Panggang Berpunggungan karena saat bertempur mereka selalu mengambil posisi berpunggungan agar tak ada musuh yang menyerang dari belakang masing-masing). Juga Peter Polter si jurumudi yang paling benci saat harus bertualang di padang prairie dengan mengendarai kuda! Belum lagi tokoh kejutan: Abraham Lincoln! Ya, Abraham Lincoln yang pernah menjadi Presiden AS. Kok bisa? Nah, anda harus membaca sendiri kisahnya, karena kisah-kisah Karl May memang tak mudah untuk diceritakan kembali dengan cara yang sama seperti kisah aslinya. Anda harus membaca dan mengalaminya sendiri.

Seperti biasa, Karl May mampu menyihir para pembacanya sehingga merasa dekat dengan tokoh-tokohnya yang berkarakter unik, juga bagai mengalami sendiri adegan-adegan menegangkan saat pengintaian, pengejaran, penyerbuan atau melawan musuh. Satu hal yang amat aku kagumi adalah bagaimana Karl May menciptakan tokoh Winnetou. Winnetou adalah tokoh yang paling jarang dialognya, paling jarang juga diceritakan dibandingkan tokoh besar lainnya, namun entah bagaimana tetap terasa sebagai tokoh utama dari setiap kisah.

Tak mampu rasanya kita mendeskripsikan seperti apa sebenarnya karakter Winnetou itu, karena anda hanya akan dapat mengenalnya lewat semua tindakannya di semua kisah-kisahnya. Ia tak terasa bagai superhero yang dominan (superman, spiderman dkk) berkat kerendahan hatinya, tapi toh tetap kita sulit untuk mencari kelemahannya sebagai manusia.

Yang agak patut disayangkan dari buku ini adalah ketidak-konsistenan penerjemahan nama beberapa orang suku kulit merah: Dahi Bison, misalnya, di bagian lain buku ini sempat disebut Dahi Banteng (yang membuatku awalnya bingung: apakah ini tokoh baru?). Sedang Jantung Beruang pernah juga disebut Hati Beruang (memang sih jantung sama dengan hati, tapi kalau perubahan itu dalam masalah nama bisa jadi membingungkan)

Dan di akhir review ini, aku ingin mengutip sebuah quote yang bagus:

"Roh Agung telah menciptakan manusia bukan dengan tujuan agar ia kaya, melainkan agar ia menjadi manusia yang baik" --Winnetou

Saya sudah berbicara. Howgh!

Monday, December 6, 2010

Enzo

Buku ini bukanlah otobiografi Enzo Ferrari, sang pendiri perusahaan mobil mewah yang memiliki tim balap Formula One: Ferrari itu. Meski ada kesamaan nama, itu karena yang memilih dan memberikan nama itu adalah tokoh seorang pembalap di buku ini, dan karenanya tak heran bila nama orang yang di sekitar dunia balaplah yang dipilihnya. Ngomong-ngomong…siapa sih Enzo itu? Enzo adalah seekor anjing. Anjing Labrador milik seorang pembalap bernama Denny Swift. Bukan sembarang anjing, Enzo adalah seekor filsuf. Ya! Seperti tertera di sampul buku ini, ini adalah novel tentang seekor filsuf. Dan yang menjadi dasar pemikiran seorang.., eh salah..seekor Enzo adalah: the art of racing in the rain (seni balapan dalam hujan).

Sejak lahir si Labrador kecil ini sudah mengetahui bahwa dirinya unik. Tubuhnya memang seekor anjing, tapi jiwa dan pikirannya adalah milik seorang manusia. Bisa dibilang Enzo adalah manusia yang terperangkap dalam tubuh seekor anjing. Seringkali ia ingin mengemukakan pendapatnya pada manusia, namun ia terpaksa menyimpannya saja karena ia tak dapat berbicara.

Denny sendiri adalah seorang pria yang dianugerahi talenta untuk membalap mobil. Ia boleh dibilang seorang pembalap natural, yang tanpa dipoles pun memiliki insting membalap yang hebat. Namun karena keterbatasan dana, ia pun hanya sesekali mendapat kesempatan mempertontonkan kebolehannya di sirkuit, di sela-sela pekerjaannya sebagai karyawan di toko onderdil mobil. Ya, itulah wajah dunia balap mobil, mulai dari Formula One yang canggih dan prestisius hingga balap ketahanan (enduro) yang mengutamakan keberanian dan skill, di mana Denny sangat berbakat. Uang dan keberuntungan, bukannya bakat, yang seringkali menentukan apakah seorang pembalap dapat bersinar atau tidak.

Enzo sendiri ternyata peminat balap mobil juga. Ia sering ditinggal Denny seorang diri di apartemen, dan cukup Denny menyetelkan video balapan atau acara balapan di TV, maka Enzo akan duduk manis di depan televisi seharian hingga Denny pulang kerja. Di sinilah salah satu keunikan buku ini yang membuatnya sangat menghibur terutama bagi penyuka (acara) balapan, karena Denny sering menjelaskan strategi dan tips/trik menggeber mobil balap pada Enzo. Ya, Denny memperlakukan Enzo lebih sebagai sahabat daripada hewan peliharaan.

Selain balapan, Enzo juga penyuka filsafat. Discovery Channel dan National Geography adalah beberapa channel kesukaannya di televisi. Enzo belajar tentang banyak hal dari acara-acara itu, termasuk bahwa orang Mongolia percaya bahwa arwah seekor anjing yang meninggal kelak akan berinkarnasi ke dalam tubuh seorang manusia….

Namun ketenangan yang dirasakan Enzo sedikit terusik ketika Denny menikahi Eve. Enzo merasa tersaingi dalam mendapatkan kasih dan perhatian Denny. Maka wajarlah kalau Enzo agak tak suka pada Eve, dan begitu juga sebaliknya. Lalu hadirlah Zoe, putri Denny-Eve. Meski perhatian Denny akan makin terbagi lagi, namun Enzo sangat menyayangi si kecil Zoe. Ia bertekad akan melindungi Zoe meski harus mempertaruhkan nyawanya. Saat itu sebenarnya lengkaplah kebahagiaan keluarga Swift. Namun takdir berkata lain. Pada suatu hari Enzo mencium bau busuk dari hidung Eve yang membuatnya tahu bahwa ada sesuatu yang buruk tengah terjadi, sayang ia tak dapat mengatakannya pada siapapun. Akhirnya terbukti bahwa memang ada sesuatu yang sedang tumbuh di dalam batok kepala Eve, yaitu sebuah tumor....

Gara-gara penyakit Eve ini sempat terjadi beberapa prahara di keluarga kecil Swift. Suatu hari Denny mengikuti balapan hingga 4 hari, dan justru pada saat itu tumor yang mengendon di kepala Eve mulai memberinya rasa sakit. Eve mengungsi bersama Zoe ke rumah orang tuanya tanpa ingat untuk mengurusi Enzo. Enzo yang malang memang dapat bertahan hidup selama 3 hari, namun ketika Denny pulang, ia marah besar. Lalu keadaan menjadi makin rumit ketika Eve harus dirawat di rumah sakit selama berminggu-minggu. Masa-masa itu adalah masa yang berat bagi Denny, dan juga Enzo. Namun dalam setiap kejadian, Enzo membuktikan bahwa ia bukan hanya anjing penjaga rumah. Ia adalah sahabat. Sahabat yang mau mendengarkan, yang mau berempati, bahkan mau menghibur kala majikannya tertimpa musibah. Enzo yang baik, selalu dapat menguasai diri karena mampu berpikiran dan membuat pertimbangan layaknya seperti manusia.

Segala kisah dan liku-liku perjalanan hidup Enzo selama bersama dengan keluarga Swift tersaji dengan indah namun natural di buku ini. Dan seperti biasanya semua kisah tentang anjing atau hewan peliharaan lainnya, endingnya sudah dapat diduga. Ada orang yang berpikiran skeptis: “Percuma membaca buku tuntang anjing, pasti akhirnya sedih waktu si anjing mati”. Menurutku, membaca bukanlah mencapai sebuah tujuan (endingnya), namun lebih pada prosesnya. Jangan membaca karena ending sebuah cerita, namun pada apa yang ada di antara prolog dan epilog buku itu. Bukankah saat kita menangisi kematian sosok anjing, seperti juga pada buku Enzo ini, yang kita tangisi bukanlah kematian itu sendiri, melainkan apa yang si anjing telah tunjukkan semasa hidupnya: kesetiaan, keberanian, dan cinta tanpa pamrih. Semua nilai-nilai itulah yang membuat kita menangisi si anjing sekaligus mengagumi kepribadiannya (yang seringkali bahkan lebih luhur daripada manusia…)

Akhirnya, buku ini benar-benar nikmat dan menghibur untuk dibaca siapa saja. Dan jangan khawatir bahwa endingnya sudah terduga, karena Garth Stein – penulisnya, telah menyiapkan sebuah kejutan pada endingnya!

Penerbit: Serambi

Wednesday, December 1, 2010

Firebelly

Pelajaran tidak hanya kita peroleh dari lembaga pendidikan dan dari orang yang lebih tua atau yang lebih berpengalaman saja. Seringkali pelajaran, terutama pelajaran tentang hidup, justru kita dapat dari makhluk kecil yang sederhana dan tak pernah kita perhatikan seperti seekor katak. Begitu jugalah buku ini ditulis, menggunakan seekor katak sebagai tokohnya, namun di dalamnya terkandung filosofi hidup yang mengagumkan. Seperti sub titel buku Firebelly ini: Novel Perjalanan Menuju Inti Pemikiran.

Firebelly adalah katak yang berasal dari daratan Asia. Ciri khasnya, punggungnya berwarna hijau bertotol-totol hitam, namun bagian perutnya berwarna merah menyala. Ketika katak jenis ini terancam bahaya, ia akan menelentangkan diri dan menggelembungkan perut merahnya sedemikian rupa sehingga tampak seperti bola api kecil yang menyala. Karena itulah katak jenis ini disebut Firebelly.

Tapi pada buku ini, kita berikan nama Firebelly khusus pada katak "perut-api" yang kaki depan dan kaki belakangnya tidak tumbuh sempurna. Bisa dibilang kaki katak itu buntung, karena alih-alih berjari dan berselaput, ujung kakinya hanya berupa puntung kecil. Firebelly adalah katak unik, bukan hanya karena kecacatannya, namun lebih pada pemikirannya.

Firebelly mengingatkan kita pada diri kita sendiri yang pastilah memiliki sebuah kelemahan. Seperti Firebelly, banyak di antara kita yang biasa merenungi kelemahan kita sambil berharap kita adalah orang lain yang lebih baik, cantik, tampan, tinggi, langsing, dsb. Kita lantas menjalani saja kehidupan kita biasa-biasa saja, kita berkubang dalam rasa nyaman karena toh kita memiliki kelemahan. Firebelly pun dulunya merasa hidup itu indah tatkala ia bisa menemukan tempat persembunyian yang nyaman di akuarium di toko hewan peliharaan, dengan suplai jangkrik (oh ya, Firebelly doyan sekali makan jangkrik!) yang berkelimpahan, dan sinar matahari yang menghangatkan punggungnya. Semuanya itu membuatnya puas, karena bagaimana pun ia sadar bahwa jangkrik terbesar dan tergurih adalah milik katak-katak lain yang bisa melompat lebih gesit daripada dirinya yang buntung.

Namun seekor katak tua membuka matanya dan menyadarkannya tentang keinginan dan harapan. Apa sih beda keinginan dan harapan? Bukannya sama saja? Ayo kita simak kutipan nasihat sang katak tua yang berharga itu untuk Firebelly, dan untuk kita semua tentunya...

..Berharap itu berbeda dengan berkeinginan. Kalau kamu tidak mendapatkan apa yang kamu inginkan, hal itu tidak terlalu menjadi masalah. Keinginan hanyalah pikiran kosong--tidak penting, seperti melemparkan uang logam ke kolam air mancur atau mengucapkan keinginan pada bintang-bintang. Tapi jika kamu tidak pernah mendapatkan apa yang kamu harapkan, itu akan mempengaruhi pilihan-pilihan yang kamu ambil, dan dapat mengubah dirimu nantinya di masa depan. Kalau kamu menghabiskan terlalu banyak waktu dengan berharap tanpa sebab, mungkin akhirnya kamu akan tergelincir ke dalam ketiadaan harapan, ke dalam kehampaan...

...Berharap adalah keputusan yang kita buat untuk diri kita sendiri; tak seorang pun bisa mengabulkannya. Berharaplah akan hal-hal yang dapat kamu capai dengan usahamu sendiri...

Setelah mendapatkan banyak pemcerahan dari si katak tua, pada suatu hari Firebelly dibeli oleh seorang gadis kecil untuk dijadikan katak peliharaannya. Maka kini Firebelly harus mengarungi hidup seorang diri dan harus mengambil keputusan sendiri. Sudah menjadi kodrat seekor katak untuk hidup bebas di alam liar, dan hal itulah yang diimpikan Firebelly selama ini. Namun, beberapa kali kesempatan untuk meloloskan diri itu tiba, Firebelly tak jua menemukan keberanian atau tekad yang cukup kuat untuk mengambil satu lompatan panjang menuju alam kebebasan. Hingga akhirnya takdir mempertemukannya dengan seorang gadis bernama Claire yang, seperti dirinya, tengah mencari jati diri. Akhirnya, bersama mereka berdua, meski tak direncanakan, tiba pada pemahaman akan siapa dirinya, dan untuk apa ia hidup.

Novel Firebelly ini adalah novel filosofis yang dibungkus dalam kisah fabel yang kadang lucu, polos namun juga bisa serius. Firebelly si katak buntung mengingatkan pada kita untuk melihat diri sendiri dan kemampuan kita sebelum kita berharap. Ingat, menghabiskan terlalu banyak waktu dengan berharap tanpa sebab, mungkin akhirnya kamu akan tergelincir ke dalam ketiadaan harapan, ke dalam kehampaan, dan berharaplah akan hal-hal yang dapat kamu capai dengan usahamu sendiri...

Basketball Could Be Enjoyable!

Actually I am a truly bookaholic. Sitting in a comfortable sofa and reading books are two things I love in the world. Guess what can make me forget about my books lately? Basketball. Yeah, it was when my friend ask me to accompany her to watch a basketball game. Well, at first she only asked my favor to buy her and her boy friend Wake Forest Demon Deacons tickets. So I did it. But two days before the game, her boy friend told her that he couldn't make it, so my friend 'forced' me to accompany her. And hey...basketball is not that bad at all!...

So now me and my friend often go to watch basketball game together. Today I have booked Boston College Eagles tickets for both of us on December. And during the Christmas holiday my friend's boyfriend might want to join us to one or two basketball games. I have prepared three Ohio State Buckeyes tickets just now. And...hmm after thinking about it, perhaps two Clemson Tigers tickets would be a perfect Christmas gift for my friend.

Well, in the past I used to buy books for Christmas presents. I think books are wonderful, but maybe a little surprise will be good too. So how about basketball tickets? It's a good idea, don't you think?...