Monday, March 22, 2010

Libri Di Luca

Sungguh! Aku sudah jatuh cinta sama buku ini ketika aku membuka bungkus kado ultahku kira-kira sebulan lalu. Pertama, judulnya unik. Kedua, baca tagline buku ini: "novel tentang perkumpulan rahasia pencinta buku". Nah loh...buku ini pasti buku yang tepat banget buat para pecinta buku, kan?

Dan memang...aku akhirnya melalap buku yang tebalnya 587 halaman ini hanya dalam 2 hari. Bandingkan dengan waktu aku baca The Zahir-nya Paulo Coelho, 1 minggu masih dapat separo, dan akhirnya tak kuhabiskan... (jangan tanya kenapa!).

Seperti yang kuduga, tema buku ini adalah orang-orang yang sangat mencintai buku. Bukan hanya kegiatan membacanya saja, tapi mereka menganggap buku adalah barang yang nilainya tinggi, maka harus dirawat dengan baik, dan diperlakukan bak perhiasan mewah. Bahwa membaca buku bukan hanya untuk menyerap ilmunya saja, namun lebih dari itu, ada perasaan yang begitu membahagiakan saat kita membaca lembar demi lembar, bahkan kalimat demi kalimat. Buku seakan membawa kita keluar dari dunia kita, dan masuk ke dunia lain yang tergambar dalam pikiran kita dengan jelas bak menonton film 3D. Kita bisa 'melihat' tokoh-tokohnya, seakan kita berkenalan dengan karakter mereka, kita bisa merasakan suasana yang mereka rasakan, dan kita bisa merasa di tempat yang sama dengan yang mereka alami.

Makanya aku tetap tak setuju bahwa buku bisa dengan mudah diganti oleh e-book. Karena entah bagaimana, sensasi waktu membaca buku, dengan membaca di e-book lewat layar komputer, kok lain banget ya? Apa anda juga merasakannya?

Mungkin perasaan itu pula yang ada pada Mikkel Birkegaard, yang akhirnya menuangkannya ke dalam buku yang ia tulis ini. Libri Di Luca adalah sebuah toko buku antik di sebuah kota di Denmark (aku membayangkan Vixxio adalah versi mini dan virtual dari Libri Di Luca). Mikkel dapat menggambarkan dengan baik suasana toko buku yang cozy, hangat dan tenang itu. Aku bisa membayangkan sensasi tersendiri tiap kali aku melangkah di antara rak-rak bukunya, mencium aroma buku tua, apalagi menemukan buku-buku bagus yang kondisinya masih bagus pula.

Namun pada suatu malam, ketika Luca - sang pemilik Libri di Luca - sedang membaca sebuah buku di balkon lantai 2 tokonya, tiba-tiba ia mengalami gejala serupa serangan jantung. Ia tak dapat mengendalikan dirinya ketika sedang membaca buku itu, dan akhirnya tubuhnya terhempas ke lantai dasar tokonya, dan meninggallah ia...

Adalah Jon Campelli, seorang pengacara yang sukses yang tengah mendapatkan kasus berat. Bila ia memenangkan kasus itu, maka namanya akan melambung tinggi di dunia hukum. Namun, sebuah telepon dari kantor polisi membuyarkan impian itu, sekaligus membawanya ke jalan hidup yang jauh menyimpang dari sebelumnya. Itu semua, karena Jon adalah putra tunggal Luca, dan dengan kematian ayahnya, berarti Jon akan mewarisi Libri di Luca.

Masalahnya...Luca bukan hanya pemilik toko buku, dan Libri di Luca bukan hanya tempat orang membeli buku. Ada sebuah perkumpulan rahasia yang selama ini tak pernah diketahui orang banyak. Anggotanya adalah orang-orang yang punya kemampuan mempengaruhi orang lain lewat aktivitas membaca buku. Kemampuan itu dibagi 2: mereka yang disebut pemancar adalah orang-orang yang saat membaca buku dengan keras, bisa mempengaruhi pendengar untuk memahami bacaan itu sesuai konteks yang diinginkan si pemancar. Sedang mereka yang disebut penerima, bisa "mengakses" teks yang dibaca oleh orang lain, dan bahkan bisa "mengarahkan" pemahaman orang tersebut pada bacaan itu.

Maka mulailah Jon masuk jauh ke dalam organisasi Klub Pembaca Buku (yang bukan sekedar membaca buku bersama dan mendiskusikannya), dan berkenalan dengan teman-teman barunya terutama Iversen - asisten Luca di Libri di Luca, Katherina - gadis dyslexia (tak mampu membaca huruf) yang bekerja di Libri di Luca dan yang akhirnya menjadi kekasih Jon.

Setelah kematian Luca, terjadi beberapa kekacauan. Mulai dari pelemparan bom molotov ke Libri di Luca leh orang tak dikenal hingga ke pembunuhan beberapa anggota perkumpulan. Maka semua anggota sepakat menunjuk Jon untuk menyelidiki kasus ini dan menemukan pengkhianat dalam tubuh organisasi. Jon bersama Katherina akhirnya menemui berbagai kejutan, ketegangan, pengkhianatan, sampai akhirnya mereka masuk perangkap para penjahat.

----

Meski di dunia nyata tak ada kekuatan semacam itu, namun fantasi Mikkel tersebut pasti didasari pengalaman nyatanya dalam membaca buku. Mungkin ia merasa terhanyut ke dalam sebuah setting cerita yang dibacanya, dan sambil membaca kata demi kata, ia lalu seolah membangun setting itu di dalam pikirannya. Sehingga bila kita membaca dengan cepat, maka gambaran di kepala kita bisa membentuk semacam film. Apa anda pernah mengalaminya?

Bagaimanapun juga, Libri di Luca tetap bacaan yang menghibur, terutama buat pencinta buku. Meski alurnya tak se'deras' Sidney Sheldon, tetap Mikkel mampu membuatku tak bisa melepaskan mataku dari buku ini hingga usai.

Judul: Libri di Luca
Penulis: Mikkel Birkegaard
Penerbit: Serambi
Harga: ga tau karena dapet kado!

Friday, March 19, 2010

Surat Dari Peking

Kembali aku terpesona pada coretan dan untaian kata Pearl S. Buck di buku ini. Tak seperti buku-buku lainnya yang beralur cenderung lamban sehingga terasa membosankan di tengah, buku ini alurnya stabil hingga akhir buku yang tak terlalu tebal ini. Namun demikian, kekuatan cinta yang ingin ditegaskan oleh Pearl S. Buck tetap dapat disuguhkan dengan apik.

Adalah pasangan Gerald dan Elizabeth McLeod yang menjadi sentral cerita. Kedengarannya mereka seperti nama pasangan suami istri biasa dari Amerika. Namun kenyataannya, Gerald adalah peranakan setengah Amerika dan setengah Cina. Mungkin bagi kita yang hidup di jaman modern, hal itu biasa saja. Bahkan sekarang ini mungkin di dalam tubuh seseorang bisa mengalir beberapa macam darah dari berbagai rasa tau suku. Namun di jaman itu, orang-orang peranakan, apalagi yang bertolak belakang seperti Amerika yang modern dan Cina yang komunis, hidupnya sangat sulit. Mereka tidak diterima dengan baik di masing-masing Negara, karena ‘separuh’ dirinya adalah milik negara lain yang bertolak belakang budaya dan keyakinannya.

Itulah yang terjadi pada Gerald dan Elizabeth. Karena Gerald tak dapat hidup di Amerika tanpa merasa terasing, maka berdua mereka memutuskan tinggal di Peking. Namun gejolak politik yang menguat di Peking membuat Gerald memutuskan untuk mengirim Elizabeth bersama Rennie (putra mereka) kembali ke tanah Amerika.

Komunikasi yang terjalin saat itu adalah lewat surat-menyurat. Namun, tampaknya keadaan negara Cina tak kunjung membaik, sehingga Gerald pun sangsi apakah ia akan pernah bisa keluar dari Cina untuk bersama dengan keluarganya. Surat Gerald yang terakhir yang datang dari Peking menguatkan kesedihan Elizabeth.

Namun bertahun-tahun hidup menyendiri bersama putra dan mertuanya, Elizabeth tetap mencintai Gerald dengan sepenuh hati. Jarak yang membentang di antara mereka berdua rupanya tak mampu menyurutkan cinta sejati mereka. Hingga ketika Gerald menyatakan terus terang bahwa ia tak dapat hidup sendirian tanpa seorang wanita yang mengurusinya, maka ia mengangkat seorang selir, Elizabethpun menyetujuinya. Tanpa pernah merasa cemburu, karena ia yakin bahwa cinta mereka berdua terlalu kuat untuk wanita lain dapat menggantikan tempatnya di hati Gerald.

Dan rupanya, nasib yang sama dialami Rennie yang mulai menanjak dewasa. Ia harus patah hati pada cinta pertamanya hanya karena ia setengah Cina.

Maka membaca buku ini, yang memang kisahnya berlatar belakang tahun 1930-an membuatku merasa amat beruntung dapat hidup di era di mana perbedaan karena alasan geografis sudah semakin ditinggalkan. Apalagi dengan adanya internet, teknologi dan jaringan social media yang tumbuh pesat, semakin melunturkan batas-batas antar manusia di seluruh dunia.

Kalau pada jaman purba dulu, orang hanya mau berinteraksi dengan kaum sesukunya saja, dan cenderung bermusuhan dengan suku lain. Lama-kelamaan transportasi membuat manusia bisa keluar dari tempat tinggal sukunya dan menemukan bagian-bagian dunia lainnya, lalu akhirnya timbullah batas-batas negara, benua dan ras. Seabad lalu manusia masih dikotak-kotakkan oleh ras, agama dan daerah.

Namun sekarang, lihat saja…tak usah jauh-jauh, teman-teman ngeblog kita sendiri saja. Kita bisa menemukan teman dari seluruh pulau di nusantara, dengan budaya masing-masing, bahkan dari luar negeri juga. Kita semua bisa berteman walau berbeda suku, agama, tingkat pendidikan maupun social ekonomi. Hebat bukan?

Semoga saja dengan makin terbukanya pikiran kita, tak perlu sebuah cinta yang murni harus dihancurkan hanya oleh garis keturunan yang tak dapat kita ubah. Tak perlu sepasang suami-istri harus berpisah dan hidup mereka harus berubah hanya lewat selembar surat….

Judul asli: Letter From Peking
Penulis: Pearl S. Buck
Penerbit: PT Gramedia Putaka Utama
Terbitan: Desember 1990

Monday, March 1, 2010

Vixxio Bagi Buku Gratis!

Gratis...GRATIS... Siapa mau?...Siapa mau?...

Mengawali bulan Maret ini Vixxio mengadakan even Bagi Buku Gratis. Ada 3 buku yang akan diberikan secara gratis buat yang berhak mendapatkannya. Syarat-syarat dan judul buku-bukunya bisa anda baca di Vixxio Bagi Buku Gratis.

Aku berharap teman-teman bersedia berpartisipasi dalam even ini. Terima kasih sebelumnya, dan maaf bila aku belum sempat meng-update blog ini....

--VIXXIO Toko Buku Bekas Online--