Thursday, May 28, 2009

Sidney Sheldon: The Other Side Of Me

Roller Coaster. Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan kehidupan seorang Sydney Sheldon. Kalau anda berpikir bahwa Sidney Sheldon hanya seorang penulis yang terkenal, anda salah besar! Kehidupan pribadinya justru lebih seru dari semua kisah hasil rekaannya. Buku ini memang memoar dari sang maestro, yang menggambarkan bakat menulis yang hebat serta sikap pantang menyerah yang dimiliki oleh semua orang sukses. Mari kita baca...

Tak ada garis datar pada grafik yang menggambarkan fase-fase dalam hidup Sidney. Kegagalan dan keberhasilan, keterpurukan dan kegemilangan, semuanya pernah ia rasakan. Dan justru semuanya berawal dari rencana bunuh diri! Ya...saat berusia 17 tahun (tahun 1920-an) Sidney berencana untuk bunuh diri karena kemiskinan keluarganya yang parah. Memiliki ayah salesman yang pemimpi tapi terus-terusan gagal membuat keluarga Sydney (bersama ibu dan adiknya) berpindah-pindah tempat dari apartemen suram satu ke lainnya. Sydney merasa terbelit dalam kemiskinan dan ia tak melihat jalan keluar.

Rencana bunuh diri itu digagalkan ayahnya bukan dengan paksa, namun dengan sebaris kalimat: ‘Bagaimana dengan hari esok? Kau tak tahu apa yang bisa terjadi besok. Hidup seperti novel kan? Penuh ketegangan. Kau tidak tahu apa yang akan terjadi hingga kau buka halamannya’. Sebaris kalimat itu selalu terngiang di telinga Sydney tiap kali ia mengalami kegagalan. Eh...kegagalan? Bukankah ia penulis hebat? Kita mungkin mengenal Sydney Sheldon sebagai pengarang novel-novel best seller seperti: The Other Side Of Midnight, Windmills of The Gods, A Stranger In The Mirror, dll. Namun sebenarnya perjalanan karirnya di Hollywood dan panggung Broadway-lah yang merupakan tempat Sydney mengasah bakatnya, dan mendapat porsi paling besar di memoar ini.

Sydney Schechtel (nama aslinya) mulai terlihat bakatnya ketika berumur 12 tahun, ketika ia menulis cerita detektif dan menampilkannya dalam drama di sekolah yang ia sutradarai dan perankan juga. Drama itu gagal total, dengan cara memalukan pula.

Lalu saat masuk kuliah di universitas yang memberinya beasiswa, Sydney menyambi kerja pada malam hari di bagian penitipan mantel di sebuah hotel di Chicago. Setiap Sabtu ia juga bekerja di apotek sebagai pengantar obat. Saat registrasi di Universitas, ia mengambil mata kuliah dengan jumlah maksimum yang ditawarkan. Belum cukup, ia masih minta tambahan kuliah bahasa Latin.

Kantin universitas itu kebetulan membutuhkan cleaning service, itu berarti satu lagi pekerjaan yang bisa menghasilkan uang bagi Sydney. Dan seakan masih ‘lapar’ akan pelajaran dan pengalaman, Sydney menemui Editor koran kampus, dan minta pekerjaan. Ia ditolak, namun alih-alih kecewa dan pergi, ia malah menantang untuk mengisi (atau lebih tepatnya membuat) kolom ‘dunia hiburan’ yang tidak umum ada di koran kampus. Ia berkoar-koar bisa mewawancarai selebriti terkenal pada masa itu. Apa ia memang kenal dengan mereka? Tidak juga. Namun sang editor tidak tahu itu, dan karena terpesona, ia memberi pekerjaan pada Sydney. Jadi...kuliah, bahasa Latin, juru gantung mantel, kurir apotek, cleaning service, dan terakhir wartawan.

Apa itu sudah cukup bagi seorang Sydney Sheldon? Belum! Ia seolah tertantang untuk mencoba segala sesuatu. Ia lalu mendaftarkan diri ke tim sepak bola. Tapi karena ia tidak berpengalaman sama sekali, ia ditolak. Lalu ia melihat pengumuman tentang audisi debat di kampus. Ia pun ikut! Ia mencoba berpidato dengan berapi-api, namun terhenti di tengah jalan. Ia mengira nasibnya sama dengan sepak bola itu, tapi ternyata keesokan harinya namanya terpampang sebagai anggota tim debat, padahal ia mahasiswa baru yang sebelumnya tak bisa menjadi anggota.

Selanjutnya banyak hal yang ia coba, namun di tengah-tengah semuanya itu, ia menyadari ada keanehan dalam dirinya. Ia kerap mengalami depresi hebat, yang datang bagaikan terjebak awan hitam yang pekat. Namun di waktu lain, ia bisa merasa gembira begitu rupa hingga hampir histeris. Pada waktu pelajaran olahraga, Sydney pernah jatuh, dan itu mengakibatkan piringan sendinya lepas. Vonis dokter, piringan sendi itu bisa sewaktu-waktu lepas, dan saat itu ia harus istirahat di tempat tidur selama 3 hari, lalu akan sembuh dengan sendirinya.

Lalu saat melihat iklan Kontes Amatir di sebuah radio, perkenalan Sydney dengan dunia hiburan pun dimulai. Sydney tak tahu apa itu kontes amatir, namun demikian ia ingin mencoba. Di sinilah nama Sydney Schechtel berubah menjadi Sydney Sheldon. Tapi sayang, baru saja sekali siaran, ia dipecat. Namun perkenalan singkat itu membuatnya yakin bahwa masa depannya adalah di dunia hiburan. Maka saat iseng-iseng main piano, ia menciptakan sebuah melodi, dan memberinya syair. Saat itu hotel-hotel besar biasanya memiliki orkestra, dan lagunya akan diputar di radio. Maka Sydney memberanikan diri menunjukkan lagunya pada pemimpin orkestra di hotel tempat ia bekerja di penitipan mantel (si pemimpin orkestra sering menyapanya waktu menitipkan mantel). Lagunya memang akhirnya sering diputar di radio dan menjadi beken, tapi sayang ia dicurangi oleh seseorang yang menjanjikan rekaman. Sydney tak memperoleh apapun sebagai royalti...

Kecewakah Sydney? Pasti! Kalau itu anda atau aku, kita pasti menangis marah dan down. Tapi bagi Sydney, itu justru membuktikan bahwa ia mampu menulis lagu yang diterima pasar. Maka berangkatlah ia ke New York. Pekerjaan pertamanya disitu adalah penjaga bioskop (itu loh yang kerjanya bawa senter dan menunjukkan kursi buat penonton). Pekerjaan sepele ya? Benar, tapi itu memberi kesempatan Sydney untuk banyak menonton film. Semuanya tidak sia-sia, mengingat tak lama setelah itu ia memulai debutnya di Hollywood! Jadi aktor? Oh, bukan. Di Hollywood, ia benar-benar mulai dari nol.

Depresinya yang aneh kembali menyerang Sydney pas saat ia mendapat kesempatan berkolaborasi dengan seorang pencipta lagu beken di New York. Ia merasa akan gagal, lalu tiba-tiba memutuskan pulang ke Chicago, dan meninggalkan pertemuan penting dengan pencipta lagu itu begitu saja.

Jalan menuju Hollywood terbuka saat ada sanaknya yang minta diantar kesana. Maka Sydney berjanji kepada ortunya bahwa jika dalam 3 minggu ia gagal, ia harus pulang kembali ke Chicago. Anda pasti penasaran, gimana cara menembus ‘hutan belantara’ orang-orang sukses di Hollywood hanya dalam 3 minggu? Baca terus ya...

Sydney datang saja ke pintu gerbang salah satu studio besar di Hollywood: Columbia Pictures untuk mencari lowongan sebagai penulis. Jawaban kaku penjaganya: Sudah buat janji? Tanpa janji tidak bisa menemui siapa pun. Titik. Itulah yang terjadi di semua studio. Sementara itu waktu berlalu...4 hari lagi, dan Sydney mungkin harus pulang. Tapi ia tak menyerah. Ia baru tahu bahwa ada profesi ‘pembaca’, yaitu penulis sinopsis cerita-cerita agar produser tak perlu repot-repot membaca novel tebal-tebal untuk memilih yang bagus untuk dijadikan film. Teringat bahwa ia baru saja membaca buku bagus, ia langsung mengambil mesin tik, dan voila...jadilah sebuah sinopsis yang segera ia kirimkan ke enam studio. Kalau sampai pada hari ketiga ia tak mendapat jawaban, maka ia harus pulang.

Tepat saat ia sudah berhenti bermimpi, datanglah telepon bersejarah itu! Dari kantor salah seorang produser paling disegani di Hollywood: David Selznick, sekretarisnya menelpon karena butuh jasa ‘pembaca’ freelance yang mampu mengerjakan sinopsis 30 halaman dari novel 400 halaman dalam waktu 8,5 jam! Tentu saja Sydney menerima tantangan itu. Apapun yang terjadi, ia harus bisa! Itu mungkin jalan masuk satu-satunya ke gemerlapnya Hollywood, atau ia harus pulang dan kembali miskin ke Chicago. Apa yang terjadi? Benar-benar bagaikan roller coaster, namun ia berhasil dan mendapat bayaran $10. Dan Sydney pun memutuskan bahwa ia TIDAK akan pulang ke Chicago!

Pekerjaan Sydney berawal dari penulis sinopsis film, lalu setelah sempat menjadi penerbang saat perang, ia menjadi penulis naskah operet Broadway, sampai sebuah operet gagal dan ia pun dicaci maki di koran. Maka kembalilah Sydney ke Hollywood, dan itu tidak sia-sia mengingat David Schelznik kembali menawarkan sebuah proyek menggarap naskah dan skenario film, kali ini dengan bayaran $35.000! Maka Sydney mulai tenar, kekayaan menghampiri, kenalannya bintang-bintang terkenal Hollywood macam Cary Grant, Frank Sinatra maupun Elizabeth Taylor. Dalam waktu 3 tahun, Sydney pun telah memenangkan Oscar-nya yang pertama.

Masih banyak lagi kisah kegagalan bercampur kesuksesan yang diramu dengan nama-nama besar di dunia perfilman Hollywood yang glamour. Bagaikan roller coaster yang terus berputar, kadang di atas, kadang di bawah. Membuat buku ini tetap menarik untuk dibaca, meski pada bagian tengah agak membosankan karena terlalu banyak menceritakan proses pembuatan film (kecuali bagi yang suka film jadul, kali ya?). Yang menarik untuk diperhatikan, adalah fakta bahwa Sydney menulis novel pertamanya baru pada th 1970-an setelah ia memiliki gagasan tentang suatu lakon yang terlalu rumit bila diangkat menjadi drama.

Maka terbitlah The Naked Face, novel pertamanya yang awalnya hanya terjual 17.000 eksemplar, namun membuat Sydney merasa bahwa menulis novel memberinya lebih banyak kebebasan ketimbang terlibat dalam film atau operet, di mana ada banyak komponen dari produser, sutradara, aktor, dll yang sering membuat ruwet suatu proyek.

Catatan Fanda:
Dari hidup seorang Sydney Sheldon, kita bisa belajar untuk tak pernah putus asa. Bahwa roda hidup ini memang selalu berputar, saat anda berada di bawah, selalulah berpikir bahwa setelah ini pasti anda akan menanjak ke atas. Namun semuanya itu akan terjadi hanya apabila anda berani untuk mencoba semua kemungkinan dan berani untuk gagal. Belajarlah seperti Sydney Sheldon yang tak pernah berpikir lama untuk memutuskan menjalani sesuatu meski ia tak tahu pasti bagaimana melakukannya. Ingatlah, hidup itu seperti sebuah novel, kau tidak tahu apa yang akan terjadi hingga kau buka halamannya. Yang penting mencebur dulu, nanti anda akan belajar berenang dengan sendirinya. Dan bagi para penulis, buku ini mungkin bisa membantu memotivasi anda ‘tuk menjadi penulis sukses.

Selamat membaca! ...dan menulis!!




Saturday, May 23, 2009

Awakenings

Biasanya ketika sudah menginjak bulan ke 7 dalam tahun, aku akan mulai berpikir...Ya ampun, cepat sekali ya waktu berlalu, sudah pertengahan tahun lagi. Seringkali hidup ini bergulir begitu saja, bahkan dengan begitu cepatnya bak roller coaster, sehingga ketika akhir tahun kita terengah-engah kelelahan, ingin sekali menutupnya dengan liburan. Lalu kita membuka tahun dengan optimisme tinggi dan segera kembali ke siklus itu, dan begitulah seterusnya. Sadarkah anda bahwa di sepanjang tahun itu begitu banyak hal-hal yang indah dan istimewa terjadi? Kalau anda tidak merasa hidup anda istimewa, atau anda tidak bisa melihat di mana istimewanya, mari kita belajar dari seorang penderita radang otak dalam film 'Awakenings' ini....

Film ini film jadul, diangkat dari sebuah kisah nyata, dan diedarkan pertama kali tahun 2000-an namun bersetting tahun 1969. Dibintangi oleh Robin Williams yang berperan sebagai seorang dokter peneliti penyakit syaraf yang kuper dan pemalu bernama Dr. Malcolm Sayer, dan Robert De Niro yang dengan apik memerankan Leonard, si pasien penyakit syaraf kronis.

Film dibuka dengan Leonard kecil yang sedang bermain-main di taman. Lalu tiba-tiba jari-jari tangan Leonard kecil kaku, tak bisa digerakkan. Di rumah, Leonard yang biasanya lincah dan sehat tiba-tiba menjadi apatis, seperti tidak merespon keadaan sekitarnya. Di sekolah, kecepatan menulisnya semakin lamban dan akhirnya tangannya begitu kaku sehingga ia tak dapat menulis. Dan puncaknya, ibunya menemukan Leonard kaku sekujur tubuhnya tak dapat bergerak sedikitpun.

30 tahun setelah kejadian itu, datanglah seorang dokter berewok berkaca mata yang kelihatan rikuh dan pemalu melamar pekerjaan ke sebuah Rumah Sakit tempat dirawat bermacam-macam pasien dengan penyakit syaraf kronis yang tak dapat disembuhkan. Para perawat di situ menyebut tempat itu sebagai 'taman', karena yang mereka lakukan setiap hari hanyalah memberi makan dan minuman. Hampir semua pasien itu boleh dibilang tak punya kehidupan lagi. Ibaratnya tanaman yang ada di taman, yang hanya perlu disirami dan diberi pupuk.

Pasien pertama yang ditangani Dr. Sayer adalah wanita tua bernama Lucy. Duduk di kursi roda dan berkaca mata, Lucy layaknya patung. Tak ada gerakan, tak ada tanda-tanda kehidupan, bahkan matanya pun tak bergerak saat Dr. Sayer menyapanya. Maka Dr. Sayerpun mendiamkannya. Namun betapa terkejutnya ia saat menoleh kembali, tubuh Lucy dalam keadan membungkuk ke bawah dengan kacamata di tangannya. Rupanya kacamatanya jatuh dan ia mengambilnya. Maka Dr. Sayer menemukan bahwa, meski mematung, Lucy memiliki reflek yang bagus ketika ada benda dilemparkan ke arahnya. Sebagai seorang peneliti, ia tertantang untuk mempelajari penyakit aneh itu dan mencari obatnya.

Saat ia melaporkan kepada dokter Kepala Bagiannya bahwa ada sedikitnya 5 orang pasien dengan gejala aneh yang sama, si Kabag tidak tertarik dan cenderung mencemooh. Baginya mereka pasien kronis yang sudah tak ada harapan lagi. Beri saja mereka makan dan tidur, itu sudah lebih dari cukup. Buat apa susah-susah meneliti segala? Namun Dr. Sayer tidak putus asa. Dan kebetulan proyek itu disambut baik oleh para perawat di situ. Mereka lalu mengamati bahwa masing-masing pasien mempunyai stimulus berbeda-beda yang membuat para pasien itu dapat sedikit melakukan gerakan. Ada yang dengan musik klasik mendayu-dayu, ada yang dengan musik rock n roll yang dinamis, ada yang dengan sentuhan orang lain. Salah satu pasien berusia 37 tahun yang selalu dirawat oleh ibunya yang sudah tua, adalah Leonard, tokoh kita.

Dengan berbekal wawancaranya dengan ibu Leonard, dan hasil riset di perpustakaan, Dr. Sayer menyimpulkan bahwa para pasien pernah terkena radang otak, lalu mengalami kelumpuhan syaraf termasuk syaraf otak. Sang dokter jenius ini lalu menemukan suatu obat yang biasanya diberikan pada pasien Parkinson, yang mungkin dapat menyembuhkan penyakit aneh itu. Ia minta ijin pada Kabagnya untuk mencobanya pada Leonard. Awalnya para perawat skeptis bahwa obat itu akan berguna, hanya seorang perawat wanita bernama Eleanor yang percaya kepada Dr. Sayer dan mendukungnya.

Maka dengan seijin ibunya, Leonard mulai minum obatnya yang dilarutkan ke dalam segelas susu. Lalu terjadilah keajaiban, Leonard 'hidup' kembali layaknya putri yang tertidur bertahun-tahun lalu dan tiba-tiba terjaga (dalam dongeng Sleeping Beauty). Hanya bedanya, Leonard 'tidur' saat ABG, lalu 'terbangun' pada saat sudah menjadi pria berusia 37 tahun. Begitu mengharukan melihat betapa gembira dan bahagianya Leonard menemukan kembali hidup yang telah dirampas darinya selama hampir 30 tahun terakhir!

Begitu tahu bahwa obatnya sukses menyembuhkan Leonard, Dr. Sayer mengajukan dana ke Kabagnya untuk membeli obat untuk semua pasien lainnya. Awalnya terjadi perdebatan karena si Kabag melihat proyek itu sia-sia, sedang Dr. Sayer ngotot karena obat itu bukan hanya menyembuhkan, namun terlebih-lebih memberikan 'kehidupan', kehidupan yang telah lama dirampas dari mereka. Saat si Kabag tak bergeming, berduyun-duyun para perawat termasuk Eleanor, menunjukkan dukungan mereka pada proyek Dr. Sayer itu, dengan masing-masing menyerahkan selembar cek sebagai donasi. Sukses! Si Kabag akhirnya menyetujui.

Maka sama seperti kasus Leonard, para pasien segera 'bangun' setelah minum obat. Senang rasanya melihat vitalitas para lansia ini! Bayangkan mereka telah kehilangan masa muda mereka... Leonard yang paling muda, bertemu dengan seorang gadis manis yang sederhana dan baik. Ayahnya yang Parkinson juga pasien di RS itu, dan ia tiap hari datang untuk membacakan cerita bagi sang ayah. Leonard tertarik pada si gadis dan mengajaknya ngobrol. Si gadis sangsi apakah ayahnya mendengar atau tahu bahwa ia tiap hari datang untuknya. Leonard meyakinkannya bahwa ayahnya pasti tahu, meski ia Parkinson.

Dipacu oleh keinginannya untuk merasakan hidupnya yang baru saja ia temukan kembali, Leonard mengajukan permohonan untuk bisa merasakan hidup di luar RS. Bisa dibayangkan bahwa pihak RS, juga Dr. Sayer tidak mengijinkannya karena tak ada yang dapat memastikan kemanjuran atau efek obat baru yang ia minum itu. Mungkin dipengaruhi juga oleh perasaan cinta pada si gadis, Leonard menjadi marah dan meluap-luap emosinya sampai gejala kaku yang dulu pernah menyerangnya kini mulai tampak lagi! Dan gejala itu makin lama makin parah. Syarafnya membuat seluruh tubuhnya bergerak-gerak tak terkendali. Ia bahkan tak bisa lagi mambaca (yang menjadi kegemarannya) karena kepalanya bergerak-gerak terus ke kiri-kanan persis seperti orang menggeleng-geleng. Maka sadarlah semua orang bahwa obat itu hanya memberikan keajaiban sesaat. Meski Dr. Sayer menambah dosisnya, keadaan Leonard makin parah saja.

Adegan yang menguras air mata adalah ketika Leonard bertemu dengan gadis pujaannya di kantin RS. Dengan seluruh tubuh bergerak-gerak liar dan lidah agak pelo, ia harus mengucapkan selamat tinggal pada si gadis. Ketika itu lagu lembut mengalun, maka si gadis pelan-pelan membimbing Leonard untuk berdansa bersamanya, di bawah tatapan haru semua pasien yang ada di ruangan itu. Aku tak tahan melihat tatapan sedih di mata Leonard ketika dengan tubuh terguncang-guncang menyaksikan kepergian kekasihnya dari antara kisi-kisi jendela RS. Kekasih dan kehidupan cinta yang takkan pernah ia rasakan...

Apakah kemunduran fisik itu membuat Leonard marah pada Dr. Sayer? Tidak! Ia justru mendorong sang dokter untuk terus meneliti, dan memikirkan pengobatan penyakit aneh itu. Namun pelajaran yang paling berharga yang Dr. Sayer peroleh dari pasiennya ini, adalah bahwa hidup ini menawarkan begitu banyak keindahan yang sering dilupakan orang. Dan keindahan itu justru terletak pada hal-hal sepele seperti berjalan-jalan dengan teman, makan-makan, mengerjakan sesuatu bersama anak anda atau bersantai dengan keluarga. Banyak orang tenggelam dalam pekerjaannya sehingga semua keindahan itu terlewatkan, dan saat kehidupan ini terenggut dari anda, seperti yang dialami Leonard, barulah anda akan menghargainya.

Dr. Sayer pun tersadar apa yang selama ini 'kurang' dalam hidupnya, yakni hubungan dengan seorang wanita. Maka, ia pun memberanikan diri mengajak Eleanor untuk kencan, yang tentu saja ditanggapi dengan gembira karena wanita itupun sangat terkesan oleh keluhuran budi si dokter. Sementara itu, sang inspirator yang membuka mata semua orang itu kembali pada keadaannya selama 30 tahun sebelumnya. Bergantung pada sang ibu, yang dengan setia menyuapinya, juga memasangkan pampers layaknya bayi ketika Leonard hendak pergi tidur…..

Pelajaran yang aku dapat dari film ini:

Hidup itu indah – Jangan menunggu sampai anda tak dapat lagi menikmatinya karena sesuatu hal, dan jangan membiarkan kesibukan anda menjauhkan anda dari hidup anda sendiri. Aturlah pekerjaan anda dan ambillah cuti beberapa hari untuk bersantai bersama keluarga. Di sela-sela kesibukan, luangkan waktu tuk melakukan hal-hal spontan yang selalu anda inginkan. Pernah nonton film Shall We Dance? Ingat ketika Richard Gere yang menjalani hidup rutin dan membosankan tiba-tiba ingin belajar dansa? Dan lebih daripada itu, bertemulah dan buatlah persahabatan dengan banyak orang. Keberadaan orang lain akan memperkaya hidup anda dan seringkali merupakan pelangi yang cantik yang membias di langit polos nan monoton hidup kita.

Perlakukan semua orang dengan cinta – Cinta dan perhatian memiliki kekuatan yang dahsyat dan mampu mengubah hidup seseorang. Perlakukan semua orang setara, jangan sampai perbedaan menghalangi cinta untuk tumbuh.

Kebaikan yang kita lakukan tidak sia-sia – Kebaikan, sekecil apapun, yang kita lakukan tidak pernah sia-sia, meski kita mungkin mengira begitu. Membacakan cerita pada orang lumpuh syaraf, apakah berguna? Ya, karena mungkin orang itu tak dapat memahami isi cerita, namun suara kita yang penuh cinta bisa jadi menyentuh hati orang itu. Ingat teori Dr. Masaru Emoto tentang the Power of Water? Air saja mampu menangkap energi yang kita keluarkan, apalagi manusia!

Kekurangan kita menjadi inspirasi bagi orang lain – Jika anda memiliki kekurangan, apapun bentuknya, contohlah pribadi Leonard. Ia begitu menghargai hidup, dan bahkan hidupnya yang singkat ia abdikan untuk penelitian penyakitnya. Saat orang lain yang mengalami anfal penyakit tertentu biasanya tak akan memikirkan orang lain (diri sendiri lagi menderita, ngapain mikir orang lain?), Leonard justru menyuruh Dr. Sayer memotret dirinya saat kejang-kejang hebat datang. Leonard mungkin hanya ‘hidup lagi’ dalam hitungan hari, namun kisah hidupnya dapat terus menginspirasi banyak orang hingga bertahun-tahun lagi…..



Thursday, May 14, 2009

The Starbucks Experience

Siapa yang tidak mengenal Starbucks, kedai kopi paling terkenal di dunia? Paling tidak anda pernah melihat tempatnya, atau paling tidak mendengar tentangnya. Judul posting ini bukan berarti aku melulu menceritakan pengalamanku ngopi di Starbucks, melainkan ulasan sebuah buku yang mengupas tuntas keberhasilan Starbucks mendunia hanya dengan menjual kopi! Mari kita ngopi sebentar yuk...[mbak Elly pasti suka nih...].

Buat yang belum pernah ngopi di Starbucks, coba aku gambarkan sedikit ya. Di Surabaya Starbucks pertama kali buka di Tunjungan Plaza. Dari jarak beberapa meter sebelum pintu depan kedaipun, aroma kopi yang harum sudah langsung menyeruak, membuat kita langsung tahu di mana letak kedainya. Itu dia! Kedai dengan penataan interior yang nyaman dan eksklusif, cahaya yang soft, musik yang mengalun pelan. Beberapa sofa empuk untuk pengunjung yang datang berombongan, maupun meja-meja kecil buat yang ingin menikmati kopinya sambil mengetik laporan atau membaca buku sendirian, semuanya ditata dengan rapi dan memberi kesan luas.

Begitu datang aku langsung menghampiri konter untuk memesan. Para stafnya begitu ramah dan bersahabat membantuku memilih menu. Meski saat pertama kesana aku agak bingung juga pilih-pilih, namun mereka dengan sabar membimbing aku sehingga akhirnya aku bisa memilih minuman yang benar-benar sesuai dengan seleraku (kopinya pake yang decaf dan jangan banyak-banyak, esnya jangan terlalu dingin, ga pake krim, dll). Setelah membayar, maka jadilah kopiku. Aku menuju ke tempat gula, topping, dsb, mengambil gula sesuai keinginan, sedotan, dan...mencari tempat yang enak. Saat itu aku sendirian, aku bawa buku dari rumah, dan dengan segelas besar Frappucino dingin lalu duduk di salah satu meja kecil itu, dan membaca dengan tenang. Tak perlu tergesa-gesa menghabiskan minuman, karena toh tak ada yang mengusirku meski gelasku sudah kosong.

Saat aku keluar dari situ, dengan isi dompet berkurang sekitar 25ribu (itu beberapa tahun lalu ya!), aku merasa puas dan bahagia. Anda mungkin akan bilang, ‘Gila! Ngopi saja 25ribu? Malah merasa bahagia?’. Anda salah, karena uang 25ribu tadi bukan melulu untuk membeli kopi. ‘Loh, katanya Starbucks itu kedai kopi? Beli apa lagi dong kalo bukan kopi?’....

-----

Berterima kasihlah pada Joseph A. Mitchelli, yang telah merangkum bagi kita 5 prinsip dalam bisnis untuk mengubah hal biasa menjadi luar biasa, yang telah ia pelajari dari seluruh mitra (bagi kita artinya karyawan) Starbucks di berbagai kota. 5 prinsip itulah yang telah mengubah Starbucks dari sebuah kedai kopi menjadi jaringan cafe yang mendunia dan mengubah gaya hidup kita. Uniknya lagi, Mitchelli menyediakan pertanyaan refleksif pada akhir setiap pembahasan agar kita dapat menciptakan pengalaman kita sendiri.

Prinsip 1 – Lakukan Dengan Cara Anda

Di Starbucks, karyawan merupakan aset yang sangat penting. Mereka disebut sebagai ‘mitra’. Mereka diharapkan tidak sekedar menjalankan tugas, namun didorong oleh perusahaan untuk mengeluarkan gairah dan bakat masing-masing. Karena dengan begitu mereka akan memberikan dampak terhadap orang-orang yang mereka layani. Manajemen Starbucks membuat konsep yang disebut Green Apron Book (Kitab Celemek Hijau), sebuah pamflet yang dapat dimasukkan ke dalam celemek para mitra berisi 5 kiat: ramah, tulus, perhatian, berwawasan, peduli. Itulah panduan singkat yang dapat diterjemahkan dan dikembangkan sendiri oleh para mitra agar dapat menciptakan Starbucks Experience secara unik dengan cara mereka masing-masing.

Prinsip 2 – Semuanya Penting

Bisnis ritel adalah tentang detail. Kesuksesan Starbucks-pun datang dari perhatian para mitra tentang detail-detail terkecil yang sangat penting bagi konsumen. Detail itu antara lain atmosfer di tiap-tiap kedai yang harus punya citra dan karakter yang konsisten. Arsitektur bisa disesuaikan dengan kekhasan kedai tsb, misalnya kedai di kota Paris yang mempertahankan langit-langit bergaya abad 19 sesuai bentuk aslinya. Detail yang lain adalah prosedur dalam pengoperasian sehari-hari yang meliputi kualitas kesegaran kopi dan cara penyimpanannya. Begitu juga cara mitra memperlakukan pelanggan. Untuk hal ini manajemen menciptakan permainan simulasi yang diberi nama Starbucks Experience From the Inside Out, yakni permainan yang mengharuskan seorang barista melayani pelanggan yang diperankan mitra lainnya. Pendek kata, konsistensi akan detail yang dijalankan di Starbucks bertujuan untuk menyediakan kehangatan, kenyamanan dan kesenangan bagi setiap orang yang datang.

Prinsip 3 – Surprise And Delight

Apa yang anda rasakan saat seseorang memberikan sesuatu di luar kebiasaannya dan melebihi ekspektasi anda, dan itu diberikan secara alami dan spontan? Surprise and delight, kejutan dan kegembiraan. Itulah yang diberikan Starbucks secara berkala untuk memanjakan pelanggan. Bayangkan jika suatu hari anda pergi ke kedai Starbucks dan ditawari seporsi es krim gratis? Padahal selama ini produk tak dijual di kedai, dan hanya di supermarket? Ketika anda bertanya, dalam rangka apa nih? Lalu dijawab: semata-mata untuk menyenangkan pelanggan....Apa yang terjadi? Rasa es krim itu mungkin hanya melekat di bibir anda hingga 5 menit berikutnya, namun pengalaman yang berkesan mendapat es krim gratis secara tak terduga mungkin akan melekat di hati anda, bahkan sampai ke telinga orang lain sampai waktu yang lama. Anda yang hanya pelanggan kecil akan merasa diperhatikan oleh perusahaan yang begitu besar. Dan untuk itu semua yang diperlukan hanyalah sikap tulus dan penuh makna dari para mitra yang kreatif... Akan lebih hebat lagi kalau anda bisa menyenangkan pelanggan saat ada masalah!

Prinsip 4 – Terbuka Terhadap Kritik

Menurut Starbucks, kritik perlu didengarkan secara aktif. Dan bukan hanya menanggapi masalah, kadangkala mereka bahkan mengundang pengkritik dalam sebuah diskusi pemecahan masalah. Membuat pengkritik berbalik menjadi rekan, itulah prinsip keterbukaan terhadap kritik. Jangan berusaha mengalahkan mereka, bersahabatlah dengan mereka! Karena bila kritik didiamkan atau justru direspon secara reaktif, maka image perusahaan akan semakin jatuh. Maka yang dibutuhkan adalah mendengarkan dan mengambil tindakan dengan cepat.

Prinsip 5 – Tinggalkan Jejak Anda (Leave Your Mark)

Masih menurut Starbucks, kesuksesan bisnis mereka terkait dengan dampak kuat dan positif yang mereka berikan pada komunitas dan lingkungan. Lewat program CSR-nya (Corporate Social Responsibility), Starbucks antara lain berkomitmen untuk menggunakan produk yang ramah lingkungan, bekerja sama dengan perusahaan yang peduli lingkungan dan memiliki latar belakang sosial yang kuat, seperti pemasok yang lebih dari 51% pemiliknya adalah wanita atau kelompok minoritas. Starbucks juga ‘menantang’ para mitranya untuk meninggalkan jejaknya sendiri dengan menciptakan program Make Your Mark. Caranya, Starbucks menyediakan kontribusi sebesar $10 per jam sampai $1000 per proyek pada organisasi yang memenuhi syarat, di mana sang mitra akan menjadi sukarelawan/wati.

Di mata Starbucks, program CSR bukan melulu mem-budgetkan sejumlah dana untuk dibagi-bagikan kepada masyarakat, namun memulai menjadi pelayan masyarakat, melibatkan diri dalam masyarakat.

Hebat ya perusahaan seperti Starbucks ini, yang mengajarkan pegawainya bagaimana cara menjadi, bukan sekedar melakukan sesuatu yang paling berharga bagi bisnisnya. Dan semua itu memiliki sebuah tujuan besar, yakni membuat hari-hari pelanggan lebih baik dan membuat mereka merasa nyaman berada di Starbucks. Itulah rangkuman ‘apa yang seharusnya dilakukan oleh sebuah bisnis’. Bukan begitu?

Lalu, sudah siapkah anda mengaplikasikannya dalam bisnis/karir anda?



Monday, May 11, 2009

The Tales Of Beedle The Bard

Finally, buku yang membuat banyak muggle yang menderita Pottermania penasaran, terbit juga dalam bahasa Indonesia! Mereka semua tersihir, bukan oleh tongkat sihir para guru di sekolah sihir Hogwarts, atau para pejabat di Kementrian Sihir, melainkan oleh pesona tulisan JK Rowling di ke-7 buku fenomenal abad ini: Harry Potter. Akhirnya, sindrom ‘membeli hanya karena nama pengarangnya’ pun menyerang aku, yang selama ini begitu pilih-pilih soal buku yang akan dibeli dan dibaca. Dan kali ini aku terkena batunya!!

Mengapa? Karena buku ini tidaklah semengagumkan yang aku bayangkan. Jujur aku memang membayangkan buku ini tidak mungkin sebagus Harry Potter, tapi pasti tetap mengasyikkan, mengingat gembar-gembornya sampai ke seantero dunia. Apakah semua orang terkecoh seperti aku ya?

Anyway, buku ini adalah kumpulan dongeng ala dunia sihir (seperti Snow White, Cinderella dan Beauty and The Beast di dunia kita). Salah satu dongeng itu ada juga di dalam Harry Potter 7, yakni kisah 3 saudara yang bertemu ‘Sang Kematian’, dan konon diduga adalah kisah nyata karena merupakan cikal bakal pedang Elder yang tak terkalahkan dan akhirnya sampai ke tangan Voldemort [Perhatian!! Bagi yang sampai disini sudah tidak ngeh alias bingung, disarankan segera membaca kisah Harry Potter]. Kalau diukur dari kisah itu tadi sih, rasa-rasanya kisah lainnya pasti akan lumayan bagus juga. Di sinilah letak kekeliruanku. Karena...ternyata memang satu kisah itulah yang paling bagus dari antara lainnya... OK, tapi berhubung udah terlanjur beli, dan anda mungkin juga udah terlanjur penasaran, kita buka satu-persatu aja kisahnya ya...

Kisah #1: Sang Penyihir dan Kuali Melompat [¤] – alias paling ga menarik...
Menceritakan seorang penyihir yang hidup di perkampungan muggle. Ia terkenal dengan ramuan ajaibnya yang jadi jujugan para tetangga tuk mengobati penyakit mereka. Penyihir itu akhirnya meninggal dunia, meninggalkan seorang putra, dan sebuah kuali tempat ia biasa masak ramuannya. Namun tidak seperti ayahnya yang murah hati, sang putra menganggap muggle tidak ada gunanya, dan tak mau menolong mereka. Sampai akhirnya karena tak kuat karena terus ‘dikejar-kejar’ oleh kualinya, ia pun mulai meneruskan kebiasaan ayahnya. Pelajaran moral kisah ini pastinya: jangan menyombongkan diri karena kelebihanmu, dan jangan menganggap rendah orang lain.

Kisah #2: Air Mancur Mujur Melimpah [¤¤¤] – alias lumayan menarik nih...
Konon di sebuah desa ada sebuah air mancur yang bisa mengabulkan semua keinginan. Sayangnya, ia hanya mengeluarkan airnya setahun sekali. Maka penduduk setempat berbondong-bondong antre. Kali itu yang beruntung adalah 3 penyihir wanita beserta seorang ksatria bernama Sir Luckless (pasti ga cocok berteman ama si Untung-nya Donal Bebek ya!!).

Untuk menuju ke tempat air mancur itu ada beberapa halangan yang harus diatasi. Ketika mereka berhasil memenuhi ketiga permintaan itu, Asha yang tadinya sakit menjadi sembuh, Altheda yang tadinya putus asa karena kehilangan harta menjadi terinspirasi untuk berusaha lagi, sedang Amata yang patah hati tiba-tiba menjadi tegar. Maka akhirnya tinggal Sir Luckless-lah yang bisa merasakan kesaktian air mancur itu, meski sebenarnya tidak perlu lagi, karena bisa terpilih saja sudah membuatnya merasa mujur.

Pelajaran moralnya: kita semua dikaruniai kemampuan sendiri untuk bangkit kembali dari kejatuhan kita, dan bahwa sukses itu sebenarnya adalah karena usaha, bukan kemujuran. Kalau ada orang yang menyebut dirinya sial, itu karena ia selalu negative thinking, berpikirlah positif maka hal yang positif akan menghampiri anda, seperti yang terjadi pada Sir Luckless (mungkin dia perlu ngadain syukuran tuk ganti nama jadi Mas Lucky!)

Kisah #3: Penyihir Berhati Berbulu [¤] – alias menyebalkan...
Seorang pemuda penyihir kaya, tampan tapi angkuh merasa jatuh cinta itu konyol dan merendahkan harga diri. Maka sampai masa mudanya memudar ia tak kunjung menikah, sampai ia mendengar bisik-bisik pelayan-pelayannya yang mengejeknya sebagai pria kaya yang kesepian yang dijauhi wanita. Karena harga diri si penyihir terluka, maka ia mencari calon istri tapi dengan syarat berketurunan sihir, cantik jelita dan kaya. Ketika menemukan gadis yang memenuhi syarat, si penyihir langsung pe-de-ka-te. Namun, si gadis rupanya merasakan hati yang dingin milik si penyihir di balik kata-katanya yang hangat.

Maka, ketika ada sebuah jamuan, penyihir mau membuktikan bahwa dirinya serius, lalu mengajak si gadis melihat hartanya yang amat berharga. Harta itu....adalah..hatinya sendiri yang masih berdetak, tersimpan dalam kotak kristal ajaib! Namun karena telah lama tak merasakan keindahan dan cinta, hati itu menjadi mengkerut dan berbulu (hiii...). Maka si gadis minta si penyihir untuk menaruh kembali hati itu kembali pada tempatnya (di dalam dada si penyihir). Namun, karena telah lama berada dalam keterasingan, hati sang penyihir berubah jadi aneh, dan akhirnya menyerang si gadis. Detilnya ga usah diceritain disini coz menurutku terlalu menjijikkan dan sadis, apalagi kalau dibaca anak-anak!

Mungkin pelajaran moralnya adalah mengingatkan kita tuk rendah hati, dan membuka hati tuk merasakan keindahan dan cinta. Tapi kok endingnya mengerikan gituu??

Kisah #4 Babbity Rabbity dan Tunggul Terbahak [¤¤] – alias baca aja kalo lagi ga ada bacaan lain...
Baca judulnya aja sudah membuat terbahak...Cerita tentang seorang raja bodoh nan serakah yang memutuskan hanya dia yang boleh mempunyai kekuatan sihir di seantero negeri, dan memburu penyihir-penyihir lain. Lalu ia mencari instruktur sihir untuk mengajarinya. Ada seorang penipu yang bukan penyihir minta sekarung emas untuk ganti ilmu sihir yang akan ia ajarkan. Raja setuju, dan kursus pun dimulailah. Mereka berdua tak tahu bahwa ada seorang tukang cuci istana bernama Babbity yang sesungguhnya penyihir, selalu mengintip pelajaran mereka, dan malah menertawakan penipu dan raja bodoh itu.

Raja merasa dirinya ditertawakan, maka ia menantang untuk mengundang rakyat dalam sebuah pesta di mana Raja akan mempertontonkan kemampuan sihirnya. Si penipu lalu mengancam Babbity akan memberitahu Raja bahwa ia adalah penyihir, dan memaksanya membantu rencana si penipu pada saat pesta. Babbity disuruhnya melakukan sihir secara sembunyi-sembunyi setiap kali Raja mengucapkan mantranya. Sampai akhirnya Raja mengucapkan mantra untuk menghidupkan kembali seekor kuda yang mati. Tentu saja Babbity tahu itu hal yang mustahil. Maka pasukan raja mengejar Babbity, yang kemudian mengubah diri menjadi tunggul pohon yang suka tertawa terbahak-bahak. Nah...anda pasti bingung? Terus...? Ya cuma itu, mungkin diharapkan anak-anak penyihir akan dapat menangkap pelajaran moralnya, yakni jangan sombong, apalagi mencoba mengungguli Tuhan dengan menghidupkan orang mati.

Kisah #5 Kisah Tiga Saudara [¤¤¤¤] – alias yang paling bagus diantara yang ga bagus...
Bagi yang sudah membaca Harry Potter, rasanya tidak perlu lagi diceritakan kisah terakhir ini. Yang jelas aku membaca akhir kisah ini sambil menggerutu, yah...cuma begini aja?

Well, okelah..paling tidak dengan membeli buku ini, aku sudah turut menyumbang bagi anak-anak di rumah yatim piatu di Eropa. Itung-itung berderma deh... Aku harap ulasanku ini dapat membantu anda yang belum beli bukunya untuk mengambil keputusan. Karena, daripada beli, mending baca ulasannya aja disini. Gratis!! Kecuali kalo emang mau nyumbang, uangnya bisa disumbangin ke Baca Buku Fanda agar aku bisa membeli semakin banyak buku bermutu untuk aku review buat anda. Setuju??




Wednesday, May 6, 2009

The Five People You Meet In Heaven

Apa yang menurut anda akan terjadi pada saat anda kelak meninggalkan dunia dan sampai di alam baka atau surga? Jawabannya tidak akan anda temui di buku ini, karena Mitch Albom bukan mau menjelaskan arti alam baka bagi anda! Ia mengajak kita semua belajar untuk menghargai hidup, memahami makna hidup, dan menyadari bahwa hidup ini saling berkaitan. Dan Albom membeberkan semuanya lewat cerita yang apik tentang seorang veteran perang bernama Eddie yang seumur hidupnya --yang ia rasakan tak berguna dan membosankan-- dihabiskan di sebuah taman hiburan. Ayo kita berangkat...

------

Membaca buku ini serasa membagi (split) window layar komputer anda menjadi 3 window, dan ketiga window ini akan berjalan terus hingga akhirnya kembali ‘merged’ lagi pada bagian epilog/akhir cerita.

Window 1 – sebelum ajal; di dunia, yakni Eddie tua, yang biasa dipanggil oleh karyawan maupun pengunjung taman hiburan Ruby Pier sebagai Eddie Maintenance. Itu karena ia-lah sang Kepala Maintenance yang bertugas memeriksa semua wahana, apakah ada sekrup yang lepas, atau engsel yang sudah berkarat. Ia harus meyakinkan bahwa semua wahana di Ruby Pier aman dinaiki oleh pengunjung. Di usia hampir 83 tahun Eddie menjalani hidup membosankan dengan lutut yang selalu sakit yang ia dapat dari perang dan tongkat yang menopang tubuhnya. Sampai suatu hari sepotong kabel, yang menahan sebuah wahana yang menggantung padanya, aus. Saat itu juga Eddie melihat seorang anak perempuan berada tepat di bawah wahana itu, maka dengan sekuat tenaga tanpa mempedulikan lutut dan tongkatnya, ia melompat untuk menyelamatkan anak itu sebelum wahana itu jatuh menghempas tanah. Hal terakhir yang ia tahu adalah bahwa ia sempat merasakan sepasang tangan mungil di genggamannya, lalu...gelap....

Window 2 – 83 tahun lalu; masih di dunia, yakni hari ketika Eddie dilahirkan (ya, ia meninggal tepat di hari ulang tahunnya!). Untuk selanjutnya, window 2 ini akan menceritakan kilasan-kilasan pada ulangtahun Eddie dari kecil sampai tua. Ayah Eddie dulunya juga Kepala Maintenance di Ruby Pier, dan hubungan ayah-anak ini tidak harmonis. Eddie kecil tak pernah mendapat kasih sayang dan perhatian, dan sering dipukuli. Lalu Eddie berangkat ke medan perang, dan pulang dengan membawa luka di lututnya serta, yang jauh lebih parah, luka di hatinya. Perang menyisakan trauma yang menyebabkan Eddie sering mengalami mimpi buruk yang sama tiap malam.

Ayahnya yang kecewa karena anak lelakinya menjadi manusia tak berguna, tidak berbicara dengan Eddie, tidak saat ia menikahi gadis pujaannya Marguerite, dan tidak hingga saat kematian sang ayah. Eddie sakit hati dan benci kepada ayahnya, namun dalam lubuk hati ia tetap mencintainya.

Window 3 – setelah ajal; di alam baka; Ruby Pier jaman dahulu saat Eddie berumur 8 tahun. Eddie berjumpa dengan seorang pemain di sirkus yang sudah lama meninggal, yang biasa dipanggil Orang Biru. Ia tak seberapa mengenal orang yang biasa tampil dalam atraksi ‘Manusia Aneh’ ini, namun anehnya orang itulah yang pertama kali ia temui di alam baka. Bukan karena kesalahan atau kebetulan, karena Orang Biru itu adalah si orang pertama dari 5 orang yang menunggunya di alam baka dan yang harus ia hadapi. Untuk apa?

Flashback--Siang yang naas itu, Eddie dan teman-temannya pulang dari bermain bola dan sedang berjalan kaki menuju ke taman hiburan. Di saat yang sama si Orang Biru sedang menyetir mobilnya melewati sebuah gang kecil, ketika tiba-tiba sebuah bola menggelinding lewat di depannya, dan seorang anak berusia 10 tahun yang berlari mengejar bola itu! Untunglah, si Orang Biru berhasil mengerem tepat pada waktunya. Nah, disini kita lalu diajak melihat sebuah kejadian dari 2 sisi yang berbeda.

Dari sisi Eddie kecil, ia mungkin sedikit kaget, namun segera kembali kepada teman-temannya dan sama sekali melupakan kejadian itu dengan bersenang-senang di taman hiburan. Sedang di sisi lainnya, si pengemudi yang jantungnya lemah, kaget sekali ketika melihat bocah itu sehingga akhirnya tak dapat mengendalikan mobilnya, dan menabrak tong di pinggir jalan dengan keras. Dadanya membentur setir, dan ia meninggal dunia di tempat.


Lihat kan? Bagaimana semua hal dalam kehidupan ini saling berkaitan, kematian yang luput dari satu orang, ternyata mengambil orang lainnya dalam sebuah kejadian. Dan di celah antara keduanya, kehidupan pun berubah. Inilah pelajaran pertama yang didapat Eddie dari orang yang pertama di alam baka, sekaligus sepenggal kisah yang tak pernah terungkap dalam hidupnya.

Setelah itu scene berpindah ke sebuah medan perang di Filipina, Eddie saat berusia 25 tahun-an. Orang kedua adalah Kapten, mantan komandannya saat perang. Eddie ingat ia mengagumi si Kapten, karena sang Kapten selau menekankan pada anak buahnya, bahwa apapun yang terjadi, tak seorang pun akan ditinggalkan. Janji yang meneguhkan semua bawahannya.

Flashback --Eddie, Kapten dan 3 kawannya ditawan musuh di sebuah barak. Mereka disiksa, dan puncaknya ketika salah seorang dari mereka ditembak dengan sadis, mereka memutuskan untuk melarikan diri. Misi itu berhasil, semua musuh mati. Maka mereka memutuskan untuk membakar barak itu. Saat api mulai berkobar, Eddie merasa melihat bayangan di salah satu bangunan. Ia nekat mau masuk dan menolong siapapun yang ada di dalam, namun dihalang-halangi yang lain. Eddie makin histeris (sebagian karena stress akibat perang), dan bisa membahayakan mereka semua, maka Kapten terpaksa menembak kakinya (dengan asumsi tembakan di kaki tidak akan membunuh Eddie). Padahal Eddie merasa bahwa luka di kakinya itulah yang mengubah seluruh hidupnya.

Ada 2 hal yang tak pernah Eddie ketahui. Selain bahwa Kapten-lah yang menembak kakinya, ia tak tahu juga bahwa saat melanjutkan perjalanan, sang Kapten yang berjalan di depan menginjak ranjau. Maka tewaslah sang Kapten dengan tubuh terburai terkena ledakannya.


Pelajaran kedua: Pengorbanan adalah bagian dari kehidupan. Eddie berkorban demi keselamatan teman-temannya dengan menanggung luka tembakan itu, sedang Kapten yang bersalah karena menembak Eddie, juga membuat pengorbanan untuk anak buahnya ketika nyawanya melayang karena ranjau. Semua orang membuat pengorbanan, baik yang kecil maupun yang besar. Orang tua yang membanting tulang demi menyekolahkan anaknya, anak yang harus pindah tempat tinggal demi merawat orang tuanya, dll. Dan pengorbanan itu bukanlah hal yang perlu disesali, justru saat kita mengorbankan sesuatu yang berharga, kita tidak sungguh-sungguh kehilangan hal itu, melainkan meneruskannya kepada orang lain, agar orang lain hidup dan bahagia.

Selanjutnya Eddie bertemu dengan orang ketiga-nya saat scene berpindah ke rumah makan dekat taman hiburan. Di situ ia melihat ayahnya, namun ia tak dapat berbicara dengannya. Lalu seseorang mendekat...orang ketiga Eddie. Ia adalah istri pemilik Ruby Pier, namanya Ruby. Ruby menceritakan sebuah kejadian yang kemudian menyebabkan ayah Eddie terkena pneumonia, dan akhirnya meninggal dunia.

Flashback --Suatu malam sahabat keluarga Eddie bernama Mickey sedang bertandang ke rumah Eddie dalam keadaan mabuk. Ayah Eddie tak ada, jadi ia ditemui ibu Eddie. Dalam keadaan kalap, Mickey mencoba memperkosa ibu Eddie. Untunglah ayah Eddie segera datang, dan marahlah ia pada Mickey. Ia mengejar Mickey sampai ke dermaga, lalu keduanya mencebur ke laut. Mickey yang mabuk hampir tenggelam, dan pada saat itulah ayah Eddie yang awalnya ingin membunuh Mickey, berubah iba dan kemudian malah menolongnya dari laut.

Itulah pelajaran ketiga yang Eddie dapat dari Ruby, bahwa kebencian adalah pedang bermata dua. Salah satunya akan melukai diri kita sendiri. Menyimpan rasa marah adalah racun bagi tubuh kita. Lihat saja Eddie, yang kebenciannya pada ayahnya membuat ia getir. Maka yang harus dipelajari Eddie adalah memaafkan. Contohlah bagaimana ayah Eddie dapat memaafkan sahabat yang mengkhianatinya.

Namun ternyata bukan hanya kebencian saja yang membuat Eddie getir, sehingga ia memilih diam di tempat dan tak mampu keluar dari hidup di dermaga dan taman hiburan itu. Masih ada 2 pelajaran lagi yang akan ia dapatkan...2 pelajaran amat penting dalam hidup kita semua...

Scene berpindah-pindah dari sebuah pesta perkawinan ke pesta perkawinan lain, lalu lainnya lagi, sampai Eddie menemukan seorang gadis muda yang sangat cantik....yang, tak lain adalah istrinya: Marguerite saat masih muda. Ya, Marguerite mengingat perkawinannya dengan Eddie adalah salah satu hal terpenting dalam hidup mereka berdua. Karena disanalah mereka menemukan cinta. Kita semua jatuh cinta dan kehilangan cinta. Saat kehilangan cinta, kadang orang juga kehilangan sebagian dari diri dan jiwanya. Itulah pelajaran keempat buat Eddie dari sang istri tercinta, bahwa cinta yang hilang tetaplah cinta, hanya bentuknya saja yang berbeda. Kehidupan harus berakhir atau berubah, tapi cinta tidak. Saat indera tak dapat bertemu, kenangan akan cinta akan terus hidup bila kita dekap dan kita pelihara.

Maka...tinggal satu pelajaran lagi yang perlu dihadapi Eddie. Dan inilah makna terindah dari hidup setiap manusia, yakni bahwa hidup kita bukanlah tanpa arti. Mungkin kita merasa, seperti halnya Eddie, bahwa dirinya hanya seorang pegawai rendahan di sebuah taman hiburan kecil yang melakukan pekerjaan yang sama setiap harinya. Hal remeh temeh seperti mengecek wahana, membetulkan wahana yang rusak, meminyaki engsel-engsel, sangat membosankan. Namun ia tak menyadari, bahwa apa yang ia lakukan telah menolong beribu-ribu pengunjung taman hiburan itu, menyelamatkan mereka dari bahaya kecelakaan, memberi mereka kegembiraan untuk menaiki wahana dengan rasa aman. Berapa orang anak yang mungkin telah ia hindarkan dari kecelakaan? Juga berapa orang tua yang ia buat bersyukur dapat menimang cucu-cucu dari anak-anak mereka yang tetap hidup itu? dst... Itu berarti bahwa kita semua berharga, begitu juga pekerjaan yang kita lakukan!

Orang kelima yang Eddie temui di alam baka telah membuka mata Eddie, sekaligus mengajarkan kepadanya bahwa setelah menyadari bahwa hidup kita ini terkait dengan sesama kita; berbuat baiklah pada sesama dengan melakukan pengorbanan-pengorbanan kecil sepanjang hidup kita. Berikanlah maaf dan berdamailah dengan orang lain, reguklah cinta sejati, dan yang terakhir berdamailah dengan dirimu sendiri. Terimalah dirimu sendiri yang amat berarti bagi dunia. Itulah inti sari seluruh hidup kita di dunia ini...

------

Hey, tapi...siapakah orang kelima itu? Dan apa kaitannya dengan masa lalu Eddie? Bagaimana dengan nasib anak perempuan kecil yang berusaha ia selamatkan saat kecelakaan yang merenggut nyawanya itu? Mungkin itu sebaiknya anda cari sendiri di bukunya, karena justru ending yang membuat penasaran-lah yang akan membuat buku ini terasa makin berkesan... Selamat membaca (dan merenung!!)

Judul : Meniti Bianglala (The Five People You Meet In Heaven)
Pengarang : Mitch Albom
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama, 2005
Halaman : 202

Harga : Rp 33.000,-





Monday, May 4, 2009

F.R.I.E.N.D.S - I'll Be There For You!

Pernah dengar syair lagu ini?

So no one told you life was gonna be this way
Your job's a joke, you're broke, your love life's been away
It's like you always stuck in second gear
When it hasn't been your day, your week, your month, or even your year, but..

Reff-I'll be there for you, when the rain starts to poor
I'll be there for you, like I've been there before
I'll be there for you, cause you're there for me too...


Lalu bayangkan ada 6 anak muda, 3 cewek dan 3 cowok yang keren sekaligus kocak dan konyol? Yang menjalin persahabatan dan bersama menapaki kedewasaan di sebuah kota besar yang menawarkan impian dan gemerlapnya kehidupan? Kata apa yang terlontar di pikiran kita?

Friends?

Ya, tepatnya F.R.I.E.N.D.S, sebuah serial komedi yang amat terkenal di tahun 90-an. Aku adalah penggemar berat film ini, sampai-sampai aku punya koleksi VCDnya (ga lengkap sih..), dan hingga hari ini masih sering kuputar (mungkin ada 5-6x an...), dan masih membuatku tertawa terbahak-bahak. Mungkin anda juga??

Aku suka semuanya tentang Friends. Para aktor-aktrisnya, theme songnya, apartemen Joey maupun Monica-Chandler yang sering menjadi settingnya, terutama sofa cozy di sebuah cafe bernama Central Perk tempat mereka ber-6 suka duduk dan berbagi kesulitan dan perasaan mereka, juga pastinya menyediakan tontonan ringan, segar dan kocak buat para penontonnya. Banyak orang mungkin (seperti aku juga) yang rasanya punya ikatan emosi dengan film ini, sehingga di episode terakhir mereka, kita pun ikut terbawa emosi dan menangis bersama mereka, ikut mengenang kembali semua masa-masa indah yang pernah terjadi (kekanak-kanakan ya?...biarin aja, aku suka kok!).

Aku suka melihat aksesoris yang dikenakan Phoebe, Monica dan Rachel yang selalu matching dengan baju mereka, aku kagum pada bentuk tubuh Rachel yang sexy (Rachel - or Jennifer Aniston in this case, is not very beautiful but has certainly a sex appeal!). Aku suka pada banyolan mereka yang smart serta spontan (bukan model slapstick). Aku rindu pada Joey Tribianni si playboy lugu yang doyan makan; pada Ross Gellar si profesor 'dinosaurus' yang culun; pada Monica Gellar sang Miss Perfect yang suka mengatur dan koki yang handal. Pada Rachel si fashionista yang sexy dan smart; pada Phoebe (siapa ya nama belakangnya? Buffay??) yang flamboyan dan ga bisa tenang kalo ada cowok cakep; bahkan juga pada Chandler Bing yang selera humornya garing tapi sok lucu.

Duhh...andai serial itu masih belum berakhir ya! Aku bukannya lebay, tapi aku sungguh-sungguh nangis loh di episode terakhir, terutama pas adegan mereka mengembalikan kunci apartemen masing2 di meja dapur, dan mengenang lagi kejadian-kejadian yang pernah terjadi disitu....Hiks...

Pertanyaannya, apa yang membuat film Friends seolah memiliki magnet terhadap penggemarnya? Mungkin karena mereka begitu...apa adanya? Artinya, tema yang diangkat mirip dengan keseharian kita. Masalah di tempat kerja, masalah percintaan, masalah dengan sesama sahabat, masalah pribadi yang remeh-temeh... Pada saat seorang punya masalah, maka yang lain akan menghibur, membantu, seolah-olah itu masalahnya juga. Indah bukan persahabatan seperti itu?

Tadi pagi ada seorang sahabat yang mengirimiku e-mail yang indah. Aku ga tau apakah dia menulisnya sendiri atau hanya forward aja, tapi apa yang ia sampaikan bagus sekali:

ADA GULA ADA SEMUT. Ini sudah pernah kita pelajari bersama kala kita masih di sekolah dasar tapi ternyata peribahasa ini sangat penuh arti di dalam kehidupan ini.
Bagi setiap orang yang ditinggalkan teman-temannya pada saat kita mengalami kegagalan, kebangkrutan, penderitaan dan lainnya justru teman-teman kita berpaling pergi meninggalkan kita, tapi disaat kita bersukacita dan semuanya berjalan sangat lancar semua teman-teman kita datang silih berganti. Namun demikian kita tidak perlu takut & kuatir karena kita punya sahabat yang sejati justru pada saat kita mengalami sesuatu kegagalan dan sebagainya. Dia pasti menemani bahkan selalu menjagai kita dan memberi semangat untuk bangkit. (buat sahabatku yang sekarang jadi suka ber-peribahasa-an...thanks ya for your friendship!)


Semoga kita tidak pernah menjadi semut yang hanya muncul saat ada gula saja, melainkan justru saat sahabat kita membuat kesalahan, saat semuanya tidak berjalan dengan baik, kita bisa menemaninya melewati yang terburuk, saling menguatkan dengan berkata: I'll be there for you.... Seperti lanjutan lagu indah nan riang yang tadi kita dendangkan di awal artikel ini...

You're still in bed at 10 and works begin at eight
You burned your breakfast so far things are going great
Your mother warned you there'd be days like these
But she didn't tell you when the world was brought down to your knees....Ref


No one could ever know me
No one could ever see me
Seems you're the only one who knows
What it's like to be me
Some one to face the day with
Make it through all the mess with
Someone I'll always laugh with
Even at my worst, my best with you, yeah..

It's like you always stuck in second gear
When it hasn't been your day, your week, your month, or even your year, but...Reff


'Apa adanya' seperti di Friends itu juga yang diminta oleh Mbak Elly kepadaku waktu memberikan tugas ini,

Ambil foto terbaru anda, lebih baik sekarang juga difoto khusus untuk ngambil award ini
1. Jangan ganti baju, jangan rapikan rambut, pakaian dan yang lainnya pokoknya langsung foto
2. Posting fotonya seadanya saja, katanya (tidak perlu repot-repot diedit)
3. Posting juga instruksinya, bareng sama postingan foto (ya seperti ini sajalah...)
4. Tag 10 orang untuk melakukan hal yang sama seperti ini (menurut saya ini boleh dimodifikasi sesuai kemampuan anda, misal cukup 5 atau berapapun yang anda sanggup).

Maka, inilah hasilnya, Fanda 'apa adanya' ketika sedang bosan di kantor, hehehe...


Dan ini award yang mengiringi PRnya,


Thanks mbak Elly, I'll be there for you, cause you're there for me too! Dan karena aku sudah keseringan bagi-bagi award, kali ini aku persilakan buat siapa aja yang mau menampilkan ke-apa-adaannya, silakan mengambil award + PR ini. Gratis kok!!




Saturday, May 2, 2009

Tinjauan The Long Tail: Saatnya Niche Market Berkuasa

Pada tahun 2006 terbit sebuah buku yang mengangkat sebuah fenomena baru dalam dunia bisnis. Chris Anderson dengan cara memikat membuka wawasan kita akan masa depan dunia ini. Dunia di mana pilihan tak terbatas akan menciptakan permintaan tak terbatas. Buku ini diterbitkan di Indonesia tahun 2007, dan inilah tinjauanku atas pemikiran dan teori Long Tail ini, dan bagaimana teori ini akan membantu hidup dan bisnis kita.

-----

Long Tail atau ekor panjang sejatinya adalah gambaran sebuah kurva pada grafik penjualan suatu produk. Lihat gambar di bawah ini:


Area berwarna merah (kita sebut sebagai kepala) menunjukkan popularitas, sedang area berwarna orange (yang disebut ekor) menunjukkan produk atau omzet. Jadi, bila diterjemahkan, Chris Anderson memandang tendensi bisnis saat ini adalah semakin tinggi popularitas sebuah produk, semakin kecil omzetnya. Sedangkan semakin rendah popularitasnya, semakin besar omzetnya. Bahkan, kalau kita cermati, ujung area orange membentuk panah ke arah timur, yang menggambarkan bahwa di dasar popularitas, terdapat pasar yang tak terbatas. “Apa??”

Anda mungkin terkejut dan tidak setuju dengan teori itu. Kita sudah terbiasa dicekoki oleh ‘the best’ atau ‘hit’ dalam hidup kita. Anda sering mendengarkan radio? Banyak radio yang menayangkan tangga lagu setiap malam Minggu, begitu juga MTV. Artinya, yang disanjung-sanjung adalah selalu ‘the best’, the best movie, the best music, dan the best-the best lainnya. Anda pernah belanja buku atau download musik online? Di situs-nya pasti ada the best, best seller atau top sekian...(ten to one hundred). Dan dapat dibayangkan pasti yang masuk di daftar best seller itu meraup untung yang banyak dari omzet yang besar. Maka popularitas dianalogikan dengan keuntungan, siapa yang paling populer, dialah yang berkuasa. Sampai...Chris Anderson datang membawa idenya yang akan mengubah pandangan anda!

Anda pasti kenal Michael Jackson. Albumnya masuk dalam top 50 penjualan musik di seluruh dunia. Namun, lihat saja di abad 21 ini, berapa orang yang mendownload lagu-lagunya dalam satu bulan terakhir misalnya. Lihat juga pergeseran hiburan bagi kita yang hidup di jaman ini. Penonton jaringan televisi merosot karena banyak yang pindah ke saluran-saluran kabel bertema khusus. Penonton televisi juga mulai lebih suka memelototi internet maupun video games ketimbang acara TV. Jadi, meski fenomena hit masih tetap ada, rating mereka terus turun. Lalu, kemana perginya mantan customer setia itu? Tidak kemana-mana, melainkan terbagi-bagi ke banyak pasar kecil khusus (niche market) yang lebih sesuai dengan selera mereka dan jumlahnya buanyaaaaak...

Dulu kita hanya mempunyai beberapa surat kabar di kota kita dan malahan hanya satu saluran televisi (TVRI) sebelum akhirnya banyak TV swasta yang berkiprah. Sehingga berita yang diterima oleh semua orang sama: yaitu yang disiarkan TV atau dicetak di koran itu. Kalau ada yang bertanya siapa penyanyi favoritmu? Pasti jawabannya adalah penyanyi yang kita tahu karena memang sudah terkenal. Tapi lihatlah apa yang terjadi sekarang!

Anda mungkin sudah familiar dengan iPod. Coba bandingkan isi iPod anda dengan teman-teman, isinya pasti akan sangat beragam. Mungkin malah ada lagu-lagu yang tak pernah anda dengar sebelumnya. Itulah pasar kecil khusus atau niche market.

Terima kasih pada internet, dunia maya yang memberikan pilihan yang tak terbatas pada kita. Niche market yang pada jaman dulu pasti tak akan terlihat, tertutup bayang-bayang para penguasa best seller, kini dapat menemukan dan ditemukan penggemarnya lewat Google dan search engine lainnya. Tapi, bukankah niche market itu jumlahnya kecil sekali? Bagaimana bisa sebuah bisnis hanya mengandalkan niche market? Begitu pula pikirku ketika aku pertama kali berkenalan dengan internet marketing (baik adsense maupun affiliate marketing). Apa akan ada yang mengklik iklan adsense-ku? Atau membeli produk affiliate-ku? Atau bahkan berapa orang yang akan masuk ke website nicheku? Padahal aturan bisnis yang aku ketahui sampai saat itu adalah gelutilah bisnis yang paling banyak dibutuhkan orang, misalnya: makanan. Kan semua orang pasti butuh makan? Makanya bisnis ini kagak ada matinya. Kata siapa?? Banyak resto yang tutup padahal makanannya lumayan enak.

Jadi, kalau bisnis yang pasarnya luas aja bisa bangkrut, apalagi kalau di niche market? Chris Anderson memperkenalkan pada kita yang disebutnya dengan ‘Aturan 98%”. Yaitu hasil pengamatan sebuah perusahaan pembuat digital jukebox. Dari 10.000 album yang tersedia, ada berapa persen yang terjual paling tidak 1 track per triwulan? Kalau di dunia nyata, separo dari 10.000 buku terlaris tidak terjual satupun per triwulan. Sedang di digital jukebox? Siap-siaplah untuk kaget: 98% !! Setelah riset yang panjang, Chris pun memperkenalkan fenomena the Long Tail, si ekor panjang. Karena, ternyata justru produk yang sangat-sangat niche dan jumlahnya sangat banyak itu tetap diminati banyak orang, sehingga kurva itu seolah tanpa akhir. Setiap kali si digital jukebox menambah koleksinya, selalu akan ada penjualan. Jadi, tidak diketahui kan kapan berakhirnya?

Apa penyebab fenomena ini?

Tak lain karena pergeseran budaya. Baik yang menyangkut permintaan: manusia modern yang tak mau lagi didikte. Didikte oleh penjual, oleh selera pasar. Kita semua ingin tampil beda kan? Juga yang menyangkut produksi. Dengan adanya bytes dalam dunia digital dan internet, juga fenomena open source (lihat review buku Wikinomics), ongkos produksi dan distribusi menjadi semakin murah sehingga segala sesuatu menjadi tersedia bagi semua orang. Dengan bantuan Google, kita dapat mencari apapun yang kita butuhkan, berita, makanan, tempat wisata, kursi di pesawat, sampai jodoh...

Bagi penggemar buku, mungkin pernah mendengar tentang print-on-demand, yakni pencetakan buku yang bukan dengan cara massal seperti yang selama ini ada, tetapi sebuah naskah baru akan dicetak begitu ada permintaan (aku sudah pernah membeli buku yang model begini, yakni Old Surehand). Mungkin cara ini masih terbilang mahal, namun potensinya sangat besar untuk menggeser industri percetakan (buku Old Surehand kubeli dengan harga 60.000, bukan harga yang terlalu mahal dibanding buku-buku best seller di toko buku offline!).

Efisiensi produksi itu bukan hanya memperpanjang ekor si Long Tail, tapi juga akan memperbaiki iklim bisnis di area kepala. Lalu bagaimana sebenarnya mekanisme Long Tail itu dapat bertahan? Unsur pertama adalah produksi (yang sudah diulas di atas), kedua: distribusi, dan yang ketiga dan terpenting adalah unsur word of mouth, yang memungkinkan orang menemukan apa yang mereka inginkan di tengah keragaman yang luarbiasa berlimpah itu.

Mungkin kita ini tidak menyadari bahwa kita sedang berada pada titik perubahan besar dalam era manusia. Kita sedang meninggalkan Jaman Informasi untuk memasuki Jaman Rekomendasi. Apa itu Jaman Rekomendasi? Di jaman ini informasi begitu mudah didapat, namun yang sulit adalah untuk membuat keputusan di tengah banjir informasi itu. Nah, rekomendasi-lah jalan pintas menembus hutan informasi itu. Pernahkah anda membeli barang atau sekedar ‘window shopping’ di Amazon??

Bagaimana kultur para pengguna Amazon? Sebelum membeli mereka akan mempelajari fitur produk itu, lalu melihat berapa banyak pengguna lain yang telah memakai produk itu, apa kata mereka tentang produk itu, puas atau tidak. Pada akhirnya, rekomendasi pemakai lainlah yang punya pengaruh besar pada keputusan membeli. Coba kalau kita melihat barang yang belum pernah direkomendasi orang sama sekali. Pasti kita akan berpikir, wah, kok tidak ada yang merekomendasi ya? Jangan-jangan produknya jelek?. Nah, jelas kan apa itu Jaman Rekomendasi?

Mengapa pada 30 tahun yang lalu, misalnya, kita tidak membutuhkan niche atau rekomendasi? Karena kultur manusia sudah berubah. Jika dulu orang ingin ‘I want to be normal’, maka sekarang mereka menuntut ‘I want to be special’. Jika dulu mereka dipaksa menurut selera pasar, alias pasarlah yang mendikte, maka kini customer berbalik menjadi penguasa atas pasar. Customer-lah yang menciptakan pasar. Kita semua dapat mengeksplorasi selera kita tepat seperti yang kita inginkan. Jika dulu, pada jaman toko buku offline, berhubung keterbasan ruang untuk display, maka buku-buku yang best seller-lah yang menguasai ruangan. Kita tak punya pilihan lain. Namun sekarang, ketika biaya penyimpanan dalam bytes hampir nihil, ketersediaan itu menjadi berlimpah. Maka kita disuguhi pilihan yang tak terbatas. Karena melimpahnya pilihan itu, maka kita membutuhkan rekomendasi, yakni rekomendasi dari orang lain dengan kebutuhan dan kondisi yang sangat mirip dengan kita.

Maka, tak dapat dipungkiri bahwa kemajuan pesat teknologi membuat Long Tail tak dapat dihindari. Kultur niche akan menata ulang tatanan sosial kita. Orang-orang akan membentuk kembali kelompok berdasarkan minat yang tidak dipengaruhi lagi oleh kedekatan geografis serta kesamaan tempat kerja. Kalau dulu penduduk sebuah kota kecil dapat dipastikan membaca berita yang sama dari harian lokal yang sama, menonton acara televisi yang sama. Namun kini, anda dan anak anda bisa saja berada di ruang yang sama, namun sibuk dengan hal yang benar-benar berbeda.

Keberadaan blog adalah contoh bisnis yang menganut kultur niche. Seorang blogger bisa mengulas sesuatu niche dengan sangat fokus, berkebalikan dengan media massa yang harus menjangkau semua golongan, sehingga hanya berita-berita terhangat di semua niche-lah yang akan di-cover. Itulah sebabnya blog merupakan ancaman serius bagi industri media.

Lalu bagaimana dengan anda, siapkah anda mengantisipasi ledakan Long Tail ini bagi karir maupun bisnis anda? Hanya anda yang tahu. Yang jelas, bagi yang sedang atau sudah menekuni internet marketing, aku pikir kita sudah berada di jalan yang tepat!