Tuesday, November 30, 2010

Comanche Moon

Tak seperti biasanya, aku membaca buku yang bergenre historical romance atau roman yang ber-setting jadul. Apa pasal? Karena aku menemukan bahwa buku Comanche Moon (atau Ramalan Cinta dalam terjemahannya) ini tak seperti novel-novel roman (termasuk historical romance) lainnya. Kalau novel roman biasanya berfokus pada kisah cintanya, buku Comanche Moon ini lebih menitik beratkan pada masalah humanisme. Lebih tepatnya pada permusuhan dua ras: ras kulit putih (dalam hal ini diwakili bangsa Amerika) dan ras kulit merah (diwakili oleh suku Indian Comanche). Buku ini mau menekankan bahwa cinta bisa melampaui perbedaan.

Ada sebuah ramalan di suku Comanche, bahwa pemimpinnya kelak akan tertambat hatinya pada wanita berkulit putih yang tak dapat bersuara. Meski dipisahkan jurang luas yang tak dapat terseberangi, namun si wanita akan mendatangi sang Comanche, dan bahwa mereka berdua akan memisahkan diri dari kaumnya.

Adalah Hunter, pemimpin suku Comanche pada saat itu, seorang pria muda yang kuat, dalam fisik maupun karakter. Ia disegani rakyatnya, dan ditakuti lawannya. Di sisi lain adalah Loretta, gadis Amerika yatim piatu karena kedua orangtuanya dibunuh dengan keji oleh suku Comanche. Ia kini tinggal bersama paman, bibi dan sepupunya. Karena trauma saat menjadi saksi pembunuhan brutal itu, Loretta mendadak jadi bisu. Suatu hari datanglah kawanan suku Comanche dipimpin oleh Hunter ke pondokan paman dan bibi Loretta untuk meminang Loretta menjadi istri sang kepala suku. Tentu saja awalnya mereka tak mau dengan sukarela memberikan Loretta pada orang Indian, karena sudah banyak desas-desus tentang kekejaman ras berkulit merah ini. Namun karena takut para Comanche akan melukai keluarganya, Loretta pun terpaksa menyerahkan diri pada para Comanche.

Ternyata Loretta adalah gadis yang tegar, pemberani, dan keras kepala. Dan sebenarnya Hunter adalah lelaki yang ideal baginya, karena ternyata, meski dari luar tampak garang dan menakutkan, Hunter adalah sosok pria yang gentleman, jujur dan lembut. Menarik mengikuti usaha Hunter yang tak sudah-sudahnya untuk menaklukkan hati Loretta meski si gadis yang dipanggilnya dengan nama Mata Biru itu membencinya setengah mati, dan kalau perlu bahkan menolak untuk makan makanan yang diberikannya. Namun bagaimanapun di hati Loretta sendiri mulai tumbuh benih-benih simpatik pada Hunter. Ia pun akhirnya dapat bersuara kembali ketika ia terpaksa berteriak saat ada ular derik yang nyaris menggigit lengan Hunter.

Dengan berlalunya waktu, Hunter sadar bahwa ada sesuatu yang tidak pas dilakukannya berdasarkan ramalan itu. Ramalan itu mengatakan bahwa sang wanita haruslah berjalan sendiri menemuinya, padahal ia dulu bisa dibilang mengambil paksa Loretta. Yakin bahwa ramalan itu harus dipenuhi dengan tepat agar semuanya berjalan lancer, maka Hunter rela mengantarkan Loretta kembali ke rumah paman dan bibinya. Apakah keputusan itu membuat Loretta bahagia? Awalnya memang ya, tapi setelah ia pulang ia menyadari bahwa pandangan orang-orang di sekitarnya menjadi berbeda terhadapnya, karena ia pernah hidup di perkampungan Indian. Mulailah terjadi pergolakan batin di hatinya. Sampai suatu saat ada sekelompok orang jahat membawa lari Amy, adik tirinya. Tak ada pilihan lain bagi Loretta selain berkuda kembali ke hutan yang lebat untuk meminta bantuan pada Hunter, karena hanya kepala suku Apache itulah yang mampu menyelamatkan Amy-nya yang amat disayanginya.

Hati Loretta makin tertawan pada Hunter ketika menyaksikan bagaimana lembut, sabar dan penuh kasihnya Hunter memperlakukan Amy setelah menyelamatkannya dari para penjahat yang telah memperkosanya dengan keji. Amy yang trauma akhirnya pulih sedikit demi sedikit semata-mata berkat kepercayaan yang tumbuh antara dirinya dengan Hunter yang merawatnya dengan penuh kasih.

Akhir ceritanya, wah…lebih baik tidak aku beberkan di sini. Yang jelas, banyak yang kemudian terjadi, membuat buku Comanche Moon ini tak seperti novel percintaan lainnya. Tegang dan menarik. Yang lebih menarik lagi adalah penuturan penulisnya, Catherine Anderson, tentang bagaimana ia mengadakan riset selama bertahun-tahun untuk menulis kisah yang menghibur sekaligus menyisipkan pesan moral di dalamnya. Saat itu banyak penerbit menolak naskahnya karena dianggap karyanya “tidak memenuhi genre manapun”. Namun bagiku, justru karena itulah buku ini menjadi sangat mengesankan ketika dibaca. Ah…lagi-lagi kita diingatkan oleh Catherine Anderson, untuk tidak menjatuhkan stigma pada sekelompok orang atau suku tertentu. Kita hanya bisa menilai orang dari karakter dan hatinya masing-masing, bukan secara umum.

Monday, November 22, 2010

Harry Potter 7: The Deathly Hallows

Dapat dikatakan ini adalah ulasan yang tertunda. Yah...amat tertunda. Karena, aku telah tamat membaca seri terakhir Harry Potter sekitar 3 tahun lalu. Itu yang pertama kali. Baru-baru ini aku membaca buku seri ke 7 ini untuk yang kedua kalinya. Dan menulis ulasan ini pada saat ini rasanya pas sekali, karena saat ini sedang heboh-hebohnya film bagian pertama The Deathly Hallows diputar di bioskop-bioskop di Indonesia.

Sebenarnya aku sudah pernah menulis tentang Harry Potter di sini, namun tulisan itu menyoroti Harry Potter secara keseluruhan, dan pesan terbesar yang terkandung dalam kisah fiksi yang digandrungi dari anak-anak hingga orang dewasa ini. Nah, di tulisan kali ini aku ingin menulis khusus tentang bagian terakhir yang penuh ketegangan, yang sudah mulai terasa bahkan pada halaman pertama. Selain itu, pesan tentang kemanusiaan, cinta, persahabatan serta kesetiaan begitu kental terasa di buku ini. Bagi yang belum pernah membaca, semoga akan mulai terpikat membaca buku Harry Potter, dan bagi yang sudah membaca, semoga tersegarkan ingatan anda setelah membaca ulasan ini...

Harry Potter. Menyebutkan nama ini, tak lengkap rasanya kalau tak menyebutkan juga Lord Voldemort, musuh bebuyutannya. Harry dan Voldemort bagaikan dua kutub yang berbeda, meski kalau didekatkan juga akan saling menarik satu sama lain, persis seperti dua kutub magnet. Harry dan Voldemort sama-sama yatim piatu dan sama-sama sekolah di Hogwarts. Harry mewakili sosok manusia yang baik, Voldemort semenjak kecil memang punya sifat jahat. Dalam buku ke-7 ini Harry mengemban tugas dari Profesor Dumbledore untuk mengenyahkan si duri-dalam-daging di jagad sihir ini: Voldemort.

Namun tugas itu tidak gampang karena Voldemort telah membagi dan menyimpan jiwanya ke dalam 7 benda yang disebut Horcrux. Tak ada yang tahu benda apa saja Horcrux-Horcrux itu, dan di mana letak persembunyiannya, selain Voldemort sendiri. Harry Potter bersama kedua sobatnya: Ron dan Hermione harus menemukannya sebelum Voldemort dan pasukan Pelahap Mautnya menguasai dunia sihir dan membawa bencana bagi, bukan saja para penyihir, namun juga para Muggles (manusia biasa yang bukan penyihir).

Aku membayangkan begitu besar dan beratnya beban yang ditanggung oleh seorang remaja berusia 17 tahun. Ia tak punya keluarga, menjadi buronan Kementrian Sihir karena Kementrian itu sudah dikuasai Voldemort yang ingin membunuhnya, sementara ia harus melakukan sebuah tugas maha berat dengan hanya sedikit sekali petunjuk akan apa yang harus ia cari, dan di mana ia harus mulai mencari.

Putus asa tampaknya adalah reaksi yang logis. Pada titik tertentu bahkan Harry sendiri mulai meragukan "kewarasan" Dumbledore. Mengapa ia memberikan tugas tanpa petunjuk yang memadai? Namun tampaknya sang takdir memang membawanya ke berbagai peristiwa dan tempat yang berbahaya, yang berkali-kali membawa Harry, Ron dan Hermione pada petualangan yang mendebarkan tapi sekaligus mencerahkan. Satu persatu Horcrux itu mulai terungkap, dan makin dekatlah mereka pada tujuan akhir. Namun, tentu saja semuanya tak begitu saja dengan mudahnya terungkap.

Yang paling menarik bagiku, terutama saat membaca kedua kalinya ini, bukan lagi pada perburuan Horcrux itu sendiri, tapi lebih pada pergolakan batin Harry, Ron dan Hermione ketika menghadapi segala masalah. Yang paling ekstrim adalah ketika Ron kecewa setelah (ia merasa) mereka tak mengalami kemajuan sedikit pun, lalu pergi meninggalkan Harry dan Hermione. Betapa nampak di situ emosi sekaligus pikiran Harry dan Hermione menjadi kacau. Bagaimana reaksi mereka bertiga saat akhirnya bertemu kembali, dan bagaimana perpisahan sementara itu lebih mengentalkan persahabatan mereka, pantas kita ukir dalam sanubari kita. Sahabat yang baik bukan sahabat yang terus menguntit kita walaupun mereka tak sependapat dengan kita, tapi mereka yang tetap kembali pada kita setelah berselisih paham, karena mereka menyayangi kita.

Harry Potter juga mengajarkan pada kita untuk memperlakukan semua orang, baik yang sama maupun yang berbeda dari kita secara sama dan sejajar. Perhatikan di buku ini, sosok-sosok lain di dunia sihir: peri rumah dan goblin tetap diperlakukan sama oleh Harry, meski secara umum mereka adalah masyarakat kasta rendah di dunia sihir. Bahkan saat salah satu peri rumah itu meninggal, Harry dengan susah payah menggali kubur untuknya, padahal sesama penyihir saja biasa menggunakan mantra sihir untuk menguburkan teman mereka. Harry menunjukkan bahwa ia menghargai sahabatnya bukan karena siapa dia, tetapi karena apa yang telah diperbuatnya.

Kita juga belajar tentang ekses yang ditimbulkan oleh ejekan, pelecehan dan semua bentuk perilaku yang merendahkan sesama. Severus Snape adalah contoh penyihir berdarah campuran yang miskin dan ‘aneh’ sehingga menjadi obyek bullying oleh James Potter & the gang. Lihat bagaimana Snape menjadi demikian benci pada James sehingga kebencian itu akhirnya ditimpakan pada Harry. Lihat pula bagaimana peristiwa masa lalu itu dapat menjadikan kegetiran pada seseorang, yang bahkan akan membuat seorang yang sesungguhnya berhati emas dapat tampak menjadi begitu jahat. Kalau anda bertanya padaku, siapa yang baik dan siapa yang jahat: James Potter atau Severus Snape? Maka aku akan menjawab: James Potter itu si jahat dan Severus Snape itu si baik. Karena mempermainkan orang lain dan menjadikannya tertawaan menurutku adalah perbuatan jahat yang kejam. Sedangkan melakukan perbuatan baik secara diam-diam meski harus disangka jahat, itulah ‘the real golden’ !

Kita juga belajar tentang kekuatan terbesar yang mampu mengalahkan kejahatan yang sejahat apapun: CINTA. Cinta mampu membuat seorang dengan keterbatasan seperti Harry berani menghadapai penyihir paling pandai: Voldemort >> Cinta itu berani. Cinta juga mampu membuat seorang yang dilahirkan dan hidup di lingkungan hitam tetap setia menjalankan tugas demi kebaikan >>Cinta itu setia.

Akhirnya kita belajar, bahwa dalam hidup ini selalu ada yang putih dan yang hitam, yang baik dan yang jahat. Manusia selalu memiliki kesempatan untuk memilih. Seperti juga halnya si kecil Albus Severus yang kebingungan menghadapi The Sorting Hat. Tak ada Sorting Hat manapun yang bisa menjadikan kita baik atau jahat. Hanya kita sendirilah yang memutuskan, apakah kita mau menjadi baik atau menjadi jahat. Severus Snape sudah memilih jalannya, dan pasti begitulah juga yang terjadi dengan si kecil Albus Severus…

*sudah tak sabar untuk menonton filmnya dalam minggu ini…*

Online Vinyl Banners

Advertising is one of the most important aspects in marketing. Don’t you agree? Sometimes it doesn’t matter what kind of product you sell, your success or failure of promoting it depends on the kind of your advertising choice. Maybe it’s too extreme, but I truly believe in it.

While organizing an expo or event, vinyl banners are always my best choice for promotion. You know, you can design our own promotional graphics, to be printed on a vinyl banner. Printed vinyl banners can be stored for next events or exhibitions without worrying the colors will be faded. You don’t have to create new designs or print new vinyl banners every time you participate in an event. If you clean and store your vinyl banners properly, you can re-use it for several times.

Although getting new vinyl banners are not difficult. All you must do is designing the graphics, and then send the file to be digitally printed onto best quality vinyl banners material. You can do all of that without leaving your office, or even your desk. In the next 24 hours, you will receive your printed vinyl banners ready to use! Thanks to the online vinyl banners printing services!

Monday, November 15, 2010

Bulan Dingin

Judulnya menarik ya? Cold Moon alias Bulan Dingin. Satu lagi karya Jeffery Deaver yang telah habis kulahap. Akhir-akhir ini aku jadi keranjingan baca bukunya Deaver. Setelah The Vanished Man beberapa waktu lalu, aku langsung membeli Bulan Dingin, novelnya yang paling akhir diterbitkan oleh Gramedia. Padahal novel-novel Jeffery Deaver ini harusnya dibaca secara urut, karena ada tokoh di novel yang lalu bisa muncul di novel lain.

Di Bulan Dingin ini, si pakar forensik yang mengalami quadriplegic (lumpuh hampir seluruh tubuh kecuali jari tangan dan leher ke atas karena kecelakaan), Lincoln Rhyme. Seperti biasa ditemani kekasih sekaligus asistennya: Amelia Sachs. Lalu ada beberapa anggota kepolisian yang membantu mereka. Kali ini kasus yang mereka hadapi adalah pembunuhan berantai dengan sebuah jam antik bergambarkan wajah bulan, yang ditinggalkan pelakunya di tempat kejadian.

Seperti biasa, Jeffery Deaver selalu membagi kisahnya ke dalam dua frame besar, yaitu dari sisi si pembunuh dan para penyelidik. Jadi, tak ada banyak misteri yang menggantung, karena dari semula kita sudah diajak mengenal karakter pelaku kejahatan itu. Inilah yang menarik dari novel-novel Deaver. Semua pelakunya memiliki karakter yang unik. Dan si pembuat jam (julukan pelaku buku ini) adalah seseorang yang sangat terobsesi pada waktu dan keteraturan, dan punya minat pada segala macam jam, terutama yang kuno dan unik. Si pembuat jam memiliki partner yang suka memperkosa wanita.

Dari satu kematian ke kematian lainnya, Rhyme, Sachs dkk seakan-akan berlomba dengan sang waktu untuk menyelidiki dan mengejar pelaku melalui bukti-bukti mikro yang didapat di masing-masing TKP. Karena, kalau mereka berlama-lama, pelaku akan segera membunuh sasaran berikutnya. Asyik jua mengikuti deduksi Rhyme dalam menghubungkan bukti-bukti sepele yang seolah tak ada artinya itu menjadi lokasi di mana pelaku pernah berada atau kecenderungan yang dimiliki pelaku, dsb.

Tak perlu deh kujabarkan dengan lengkap seluruh alur ceritanya, karena lebih asyik buku ini dinikmati langsung. Ketegangan demi ketegangan, bahkan alur yang twisted membuat kita makin penasaran untuk terus hingga ke halaman terakhir buku ini. Satu hal, kalau membaca kisah thriller macam Bulan Dingin ini, jangan percaya pada pemecahan yang terjadinya di pertengahan cerita. Pasti itu palsu! Pasti akan ada twist di endingnya. Jadi...berdebarlah dan penasaranlah terus hingga akhir cerita. Siapa bilang, pelaku harus diketahui di halaman akhir? Bahkan saat anda sudah tahu pelakunya, Deaver masih menyimpan beberapa kejutan yang membuat anda tarik napas hingga halaman terakhir anda lahap!!

Computer Problem? No Problem!

One of the most irritable things that ever happened to me is: computer problem. Since most of my jobs are online job, I lost hours of my working time without any job done at all when my computer crashed. Has it ever happened to you?

Anyway, it should not become that great problem if I knew at that time how to handle it. Of course I cannot do any repair, but I’m thinking of paying someone else to do the repair while I can do some other offline tasks. San Diego computer repair is one of those guys who provide helps in computer problems. That way, you can be sure to leave your computer in the hand of the expert, while you are doing your own job.

But sometime, repairing the computer doesn’t mean your problems are completely solved. People often lose their data after a hard drive crash or virus attack. Most of computer services I know do not have any services to handle these things. If you have similar problem, you can count on San Diego Data Recovery to get your important data back safely. They can repair your hardware AND recover your data. You only have to wait for several days to receive your computer back just like when you send it for repair!

You want to repair your computer but don’t live near San Diego? No problem, as they provide a remote support for all area in the United States. All you have to do is just calling them…