Wednesday, March 11, 2009

Dare To Make Mistakes – Berani Untuk Gagal (1)

Pengarang : Richard Farson & Ralph Keyes
Judul asli : Whoever Makes The Most Mistakes Win

Penerbit : Bhuana Ilmu Populer (BIP), 2004

Halaman : 168, xv


Aku mendapat buku ini dari salah seorang sobatku: Vien pada hari ultahku. Judulnya sangat menggelitik, karena siapa sih yang ingin gagal? Di jaman dimana kegagalan adalah aib? Sejak SD kita sudah ‘dipaksa’ untuk berhasil atau sukses. Untuk mendapat nilai tertinggi dalam ulangan, untuk mencapai ranking tertinggi di kelas, untuk lulus, dst. Kegagalan berarti kita ditinggalkan, dicemooh, mengecewakan orang tua. Lalu bagaimana bisa ada orang yang mempunyai ide bahwa ‘whoever makes the most mistakes win’ (mereka yang membuat kesalahan terbanyak-lah yang menang), yang merupakan judul asli buku ini dalam terbitan bahasa Inggrisnya? Inilah yang aku serap dari buku ini, dan yang akan mengubah cara pandang anda terhadap keberhasilan maupun kegagalan. Sebuah pelajaran yang tidak pernah anda dapatkan di bangku sekolah!

-----

Apa arti kegagalan? Sejauh apakah sebenarnya jarak antara kegagalan dan keberhasilan? Inilah yang hendak ditanamkan oleh si pengarang dalam benak kita. Kadang-kadang apa yang pada suatu titik kelihatan sebagai keberhasilan terbukti merupakan kegagalan pada titik yang lain. Promosi yang terlalu awal menyebabkan seseorang naik untuk tiba-tiba jatuh karena kurangnya pengalaman. Diberhentikan dari pekerjaan mendorong seseorang memulai sebuah bisnis yang menguntungkan, dan banyak contoh lain. Secara sederhana keberhasilan dan kegagalan tidak mudah dibedakan, atau diceritakan secara terpisah. Kapan kita menang dan kapan kita kalah tergantung pada situasi, waktu, situasi ekonomi, bahkan pergeseran suasana hati masyarakat. Ingatlah bahwa mayoritas orang yang sukses mengalami kegagalan lebih banyak dari kita sebelum akhirnya ia sukses.

Setiap orang mempunyai konsep sendiri tentang keberhasilan, namun biasanya jarang ia sendiri merasa mencapai sukses, padahal di mata orang lain ia termasuk sukses. Contohnya Maria Shriver yang kaya, atraktif, bersuamikan bintang terkenal (Arnold Schwarzenegger) dan keponakan John F. Kennedy. Punya karier yang cemerlang di TV, serta buku-buku bestseller tentang riwayat hidupnya. Namun begitu ia masih merasa gagal ketika acara CBS Morning News yang ia pandu dibatalkan.

Di lain pihak, kegagalan kadang-kadang membuka jalan menuju keberhasilan. Nasib buruk dapat mendorong kita untuk menemukan jalan baru menuju prestasi, yang pada gilirannya akan membawa lebih banyak nasib sial lagi dan prestasi lain lagi dalam siklus yang tidak berakhir.

Simbol keberhasilan pun bisa dengan cepat berubah. Apa yang diartikan sebagai keberhasilan kemarin mungkin berarti kegagalan hari ini, dan sebaliknya. Dulu simbol keberhasilan adalah jas, dasi, jam tangan, pena, kantor yang bagus. Sekarang semuanya berubah. Dalam iklim bisnis saat ini konsep keberhasilan menjadi samar, kompleks dan penuh kontradiksi. Kita harus tahu bahwa kebanyakan situasi mengandung elemen kegagalan maupun keberhasilan. Kegagalan sebenarnya merupakan “langkah menuju keberhasilan”. Dengan berani gagal berarti seseorang berani mengambil resiko yang berani.

Banyak orang menganggap prospek kegairahan lebih memikat daripada rasa aman. Tidak heran banyak profesional muda yang menganggap bungee jumping atau arung jeram adalah kegiatan untuk relaksasi. Tantangan yang besar lebih memikat dari gaji yang besar.

Sakitnya Kemenangan, Bergetarnya Kekalahan

Kita sering menganggap keberhasilan adalah puncak gunung, sedangkan kegagalan adalah lubang galian. Sebenarnya tidaklah demikian. Puncak gunung yang sebenarnya ialah ketika kita begitu terlibat di dalam apa yang sedang kita lakukan sehingga perbedaan itu lenyap. Dalam tiap aktivitas yang benar-benar mengasyikkan, hasil merupakan tujuan sampingan, keterlibatan-lah tujuan utamanya. Bagi pengambil resiko, kemenangan maupun kekalahan merupakan pengalaman yang hidup. Masing-masing menimbulkan kekuatan, perasaan yang penuh semangat. Mereka tidak berpikir bahwa kegagalan adalah lawan dari keberhasilan, sebaliknya mereka percaya bahwa kepuasan-lah tujuan mereka. Keberhasilan serta kegagalan merupakan hasil dari tindakan, kreativitas, gairah, energi, kenekatan, keberanian dan tantangan.

Dalam mengalami sesuatu yang mengasyikkan, pada puncak intensitas, sulit memisahkan antara emosi sedih dan bahagia. Baik kemenangan maupun kekalahan menumbuhkan perasaan yang kuat. Kekalahan bahkan dapat menjadi pengalaman yang lebih luar biasa dibanding kemenangan. Banyak atlet yang merasakan bahwa yang terpenting dalam suatu pertandingan bukan cuma hasil kalah atau menang, dengan berpartisipasi dalam lomba itulah yang membuat mereka mencapai suatu tingkat gairah yang intens.

Para penjudi kawakan sering tidak peduli pada kekalahan atau kemenangan. Tujuan mereka bukanlah uang melainkan tindakan dan kegembiraan. Terlibat dalam suatu aktivitas yang memerlukan 100% perhatiannya. Mereka hanya tidak suka kalah karena itu berarti mereka terlempar keluar dari pertandingan, dan harus berhenti. Demikian juga bagi politikus atau pengusaha. Semangat adalah segalanya. Resiko kegagalan jauh lebih menarik dibanding keberhasilan yang sudah dicapai. Bagi mereka kegagalan yang menggetarkan lebih disukai daripada keberhasilan yang membosankan. Persoalan baru yang membutuhkan solusi lebih membangkitkan mereka daripada persoalan yang telah diselesaikan. Karena kemajuan hanya dapat diperoleh jika kegagalan dijadikan resiko.

Tanpa disadari memori kita lebih banyak mencatat saat-saat kritis daripada saat tenang. Kesengsaraan mengukir memori yang lebih dalam. Sewaktu kita mengenang saat liburan yang lalu misalnya, kita umumnya kurang mengingat momen saat kamera dibidikkan, kita malah lebih mengingat penderitaan (“Kamu masih ingat betapa takutnya kita waktu perahu kita hampir terbalik saat ombak besar itu?”). Manusia memang memberikan respon yang lebih baik kepada kesengsaraan, resiko kehilangan daripada kemenangan. Jika kita terlalu menghindari kegagalan, kita mungkin tidak pernah mendapatkan pengalaman apapun. Contoh lain, mereka yang dapat bertahan dari ancaman kematian, entah kecelakaan, penyakit atau bencana, secara khusus menganggap hal itu merupakan hal terburuk sekaligus terbaik yang pernah menimpa mereka. Terburuk, karena hal itu hampir membunuh mereka. Terbaik, karena hal itu mendorong mereka untuk hidup secara lebih berarti dan dengan prioritas yang lebih baik.

Sebagaimana pada individu, kadang-kadang krisis merupakan satu-satunya penggerak organisasi. Meskipun penuh tekanan, krisis yang traumatis jarang menghancurkan individu yang ada di dalam organisasi. Kita lebih kuat daripada yang kita pikirkan!

Tidak Ada Yang Sukses Seperti Halnya Kegagalan

Adalah wajar bila kita selalu menghindari kegagalan, karena kegagalan selalu menyakitkan. Pengalaman kegagalan memang tak dapat dihilangkan, namun kita dapat me-redefinisikannya sebagai sesuatu yang menguatkan, bukan melemahkan. Semua tergantung cara pandang kita. Hantaman dapat menghancurkan jika kita adalah pot tanah liat yang murah, tetapi dapat mengeraskan apabila kita pot yang terbuat dari baja.

Charles Kettering adalah penemu terbesar kedua dari Amerika setelah Thomas Edison. Ia mengatakan bahwa pada periset yang baik, ia bisa saja gagal 999 kali, namun hanya keberhasilan pada kali yang ke-1000 lah yang berarti. Menurutnya kegagalan bukanlah sesuatu hal yang memalukan, dan kita harus menganalisa setiap kegagalan untuk menemukan sebabnya. Kita harus mempelajari cara gagal secara cerdas. Gagal merupakan salah satu seni terbesar di dunia. Satu kegagalan mengantarkan kita lebih dekat pada keberhasilan. Sedang Henry Ford melihat kegagalan sebagai kesempatan untuk mulai lagi, dengan lebih cerdas.

Karakteristik pendiri bisnis umumnya menghargai kemungkinan gagal sebagai harga dari sebuah kemajuan.

Bagi inovator sejati, tidak ada yang namanya kesalahan. Setiap kekeliruan dianggap sebagai bagian dari proses, tanda pada peta yang menunjukkan arah yang harus dihindari, yang bahkan lebih penting daripada tanda yang menunjukkan arah yang benar. Kesalahan berasal dari tindakan, begitu pula keberhasilan.

Dalam organisasi, mereka yang bekerja dengan baik di ‘kolam yang terlalu kecil’ mengalami peningkatan visi yang terbatas. Mereka harus melakukan migrasi ke ‘danau besar’ di mana mereka dipaksa membuat lebih banyak kesalahan dan berkembang untuk menghadapi tantangan tersebut. Seperti manusia, perusahaan yang tidak berbuat kesalahan kurang dapat beradaptasi dengan perubahan. Malahan, tidak adanya toleransi terhadap kesalahan merupakan penyebab jatuhnya korporasi yang terlalu matang.

Tidak Ada Kegagalan Seperti Keberhasilan

Orang yang mengalami kaya mendadak tahu apa arti keberhasilan. Bahwa perubahan status yang mendadak mendorong adaptasi yang melelahkan. Mereka akan menemukan bahwa hampir tidak ada teman yang benar-benar senang dengan keberhasilan mereka. Mereka tidak dapat lagi berbincang tentang hal-hal sehari-hari karena situasi mereka dan teman-temannya sudah berbeda jauh. Mereka baru menyadari bahwa mereka tidak bahagia. Memang menyenangkan memiliki apa yang diimpikan setiap orang, tetapi perubahan itu sesungguhnya sulit dan kadang menyakitkan. Pada suatu titik tertentu kita harus menyadari bahwa keberhasilan juga mempunyai sisi suram.

Persahabatan sejati umumnya paling dapat dinikmati oleh mereka yang berada pada posisi sejajar. Semakin tinggi jenjang karier seseorang, semakin sedikit kesetiakawanan yang dapat dinikmatinya. Ini berlawanan dengan konsep kita bahwa orang yang gagal dijauhi sedang orang yang sukses dikelilingi para pengagum. Mengapa demikian? Karena respons terhadap kekalahan biasanya lebih baik daripada terhadap kemenangan. Orang lebih mudah bersimpati pada kesusahan dan kegagalan, dan cenderung merasa rikuh atau cemburu pada keberhasilan. Itulah mengapa orang yang berhasil sering kehilangan teman-teman mereka di masa lalu. Padahal sebenarnya teman-teman yang tertinggal itu merasa kurang percaya diri melihat temannya berhasil.

Seperti semua hal lainnya, keberhasilan ada harganya. Pada umumnya orang yang telah berhasil mencapai puncak: penulis yang memenangkan hadiah Pullittzer, tokoh yang memenangkan Nobel, atau aktor yang mendapatkan Oscar, biasanya prestasinya malah menurun setelah kemenangan itu. Emily Dickinson menggambarkan keberhasilan sebagai berikut: “Keberhasilan dianggap paling manis oleh mereka yang belum pernah berhasil”.

Itu semua berarti bahwa keberhasilan dan kegagalan sama berbahayanya. Kita jangan lagi menggunakan kegagalan sebagai alasan atas ketidakbahagiaan. Namun jika keberhasilan tidak dapat membahagiakan kita, lalu apa yang bisa membahagiakan? Penulis mengemukakan beberapa contoh bahwa keberhasilan pada masa SMA tidak berkorelasi dengan keberhasilan setelah lulus. Banyak siswa yang menjadi pemimpin OSIS atau populer di kalangan teman-temannya justru memiliki profesi yang sama sekali tidak mengesankan setelah dewasa. Sebaliknya, siswa yang sama sekali tak pernah terdengar prestasinya justru akan melejit karirnya.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Ikuti lanjutan buku ini di seri ke-2....




2 comments:

  1. Kegagalan dan Kesuksesan sepertinya beda tipis aja, tergantung darimana kita memandang kegagalan dan kesuksesan tersebut.
    Sementara kesalahan kalau kita bisa me manage dan menyikapi dengan benar, akan menjadi "kunci" kesuksesan..betul gak Mbak ?
    Kita tunggu seri 2 nya deh... cheers...

    http://yudie-unforgetable.blogspot.com

    ReplyDelete
  2. salam kenal

    fanda buku ini pasti sangat berharga ya buatmu :)
    buku ini juga sangat berharga buatku :( aku berjanji untuk menjaga buku itu kepada sepupuku :(

    terus buku itu kupinjamin ke temen, padahal aku udah ingetin temen buat ngejaga buku itu tapi ternyata diilangin juga :(

    sekarang aku bingung cari buku itu harus kemana :(

    ReplyDelete