Tuesday, September 14, 2010

The Vanished Man

Liburan ini aku melahap dua buku sekaligus. Salah satunya yang keren banget adalah The Vanished Man, atau Si Perapal versi terjemahannya (kenapa ya judul terjemahan kok sering jauh kerennya dibanding judul asli?). Novel ini bergenre thriller pembunuhan yang ditulis oleh Jeffery Deaver. Beliau juga yang menulis The Bone Collector, novel yang dilayar-lebarkan dengan judul sama dan dibintangi Denzel Washington dan Angelina Jolie. Makanya, meski nama si pengarang asing bagiku, namun karena aku suka The Bone Collector, aku berani membeli novel ini.

Pasangan Lincoln dan Amelia adalah dua orang ahli forensik. Lincoln pernah mengalami kecelakaan sehingga tak bisa aktif menyelidiki di TKP pembunuhan, karena itu ia mengangkat asisten, Amelia yang ahli forensik didikannya dan masih aktif di kepolisian. Kali ini mereka berdua menghadapi kasus pembunuhan yang aneh. Aneh, karena si pembunuh bisa menghilang padahal dalam ruangan tertutup. Ia bagai menguap begitu saja. Jejak-jejak forensik yang ditemukan di TKP pembunuhan seorang siswi sekolah musik itu lumayan banyak dan beragam, namun anehnya tak ada kaitannya sama sekali.

Hal ini membuat Lincoln dan Amelia bingung. Apalagi di ruangan TKP itu hanya ada 2 pintu. Pintu utama dan pintu darurat. Pintu utama dijaga polisi, dan ketika salah satu polisi berpindah ke pintu darurat, ada saksi seorang petugas kebersihan yang tak melihat siapapun keluar dari ruangan itu. Belum lagi lewat kamera diketahui bahwa ada 9 orang tamu yang menulis dan menandatangani buku tamu di tempat satpam. Tapi, ternyata di buku tamu hanya ada 8 tanda tangan. Bagaimana bisa??

Di sisi lain, dari halaman awal buku ini kita sudah dapat mengenal profil seorang ilusionis yang bernama panggung Malerick. Kita akan disuguhi narasi yang ada di benaknya, seolah-olah ia sedang tampil dalam pertunjukan dan sedang berbicara kepada 'Hadirin yang terhomat'nya. Dari situ sebenarnya kita sudah sedikit menebak siapa tokoh utama di buku ini, baik protagonis maupun antagonisnya. Misteri-nya justru terletak pada 'bagaimana', 'mengapa' dan 'kapan lagi' pembunuhan-pembunuhan itu dilakukan. Dan pada akhirnya, tentu kita penasaran bagaimana Lincoln dan Amelia dapat memecahkannya. Proses inilah yang memberikan keasyikan selama membaca buku ini.

Karena salah satu bukti mengarah kepada alat-alat sulap, maka masuklah tokoh Kara. Seorang wanita berambut merah keunguan yang sedang belajar menjadi ilusionis. Dari Kara, kita semua (tokoh protagonis dan pembaca) mendapatkan wawasan tentang dunia pertunjukan ilusionis. Apa yang terjadi saat seorang ilusionis menghilang dari suatu tempat, lalu tiba-tiba ada di tempat lain dengan pakaian yang berbeda, misalnya. Kara juga amat membantu Lincoln dan Amelia dalam penyelidikan forensik karena ia banyak tahu tentang alat dan bahan yang sering dipakai dalam pekerjaan ilusionis.

Sementara itu korban mulai berjatuhan. Seorang ahli rias pertunjukan Broadway, seorang penunggang kuda bahkan juga seorang polisi. Sementara itu, tokoh-tokoh kita berkali-kali mendapatkan mereka telah disesatkan oleh bukti-bukti palsu yang ditebarkan oleh si Perapal (julukan mereka untuk si pembunuh). Belum lagi si Perapal juga punya keahlian berganti-pakaian-cepat dalam penyamarannya. Sehingga saat pengejaran, amat sulit untuk mengetahui di mana ia sebenarnya. Amelia yang melakan pengejaran bahkan tak sadar ketika Kara juga melakukan 'penyesatan' demi mengelabui si Perapal.

Salah satu bukti yang ada mengarah pada rombongan sirkus yang sedang main di dekat rumah Lincoln, Cirque Fantastique. Apakah si Perapal, yang latar belakangnya akhirnya disinyalir sebagai mantan pemain di sebuah sirkus dan akhirnya mengalami kebakaran, akan melakukan balas dendam pada sirkus itu? Atau ia sebenarnya pembunuh bayaran yang disewa seseorang?

Meski bukan seorang pesulap atau ilusionis, Lincoln dan Amelia, dibantu oleh Kara dan beberapa anak buah Lincoln berupaya untuk terus memecahkan misteri itu. Karena hanya dengan cara itu, mereka akan bisa mencegah pembunuhan berikutnya, dan menangkap pelakunya.

Anyway, akhir kisah ini bisa dibilang twisted ending, meski sebenarnya banyak twisted-twisted yang juga berceceran di sepanjang kisah ini. Itulah yang memberi daya tarik khusus pada buku ini. Di satu sisi kita disuguhi pertunjukan ilusionis kelas atas, di sisi lain kita serasa melihat sendiri proses penyelidikan forensik modern yang menggunakan alat-alat canggih.

Terus terang, sirkus dan forensik, adalah dua hal yang aku senangi. Tak heran, aku bisa melahap buku yang tebalnya 557 halaman ini hanya dalam waktu 2 hari. Angkat dua jempol untuk The Vanished Man!

O ya, kalau kalian berminat membeli buku terbitan Gramedia ini, klik aja link ini ya, ada diskon 15% dari Vixxio loh!

12 comments:

  1. wow, @_@ aku gak mudeng novel.. *kebanyakan baca buku ttg kompi 'n politik..* hehe, tapi kalo dikasih, mauuuuu.... hehe. :D

    ReplyDelete
  2. wah... novel yang asyik nih mbak... thanks ya untuk reviewnya...

    ReplyDelete
  3. Wah mbak.., ceritanya seru juga tuh.
    Aku asyik membayangkan sosok Kara nih... Hemm.. spt apa yg dia dalam wujud manusia nyata..?

    ReplyDelete
  4. Mbak Fandaaaa, maaf banget baru bisa mampir lagi. Hampir seminggu penuh aku kesulitan waktu utk blogging dan BW. Ada banyak hal yg membuatku tak bisa melakukannya.
    Apa kabar mbak...? Kangen nih..

    ReplyDelete
  5. Katanya....katanya....katanya semua katanya....janji tinggal janji.... hehehe... tetap semangat mas.....:D

    ReplyDelete
  6. Mbak Fanda salam kangen dari Nganjuk. Maaf lamaaaaa ndak mampir.

    Selamat siang semoga bahagia selalu. Amin.

    ReplyDelete
  7. mbak suka menulis novel juga tidak?

    ReplyDelete
  8. buku ini bagus, aku suka cerita yg bergenre spt itu..

    ReplyDelete
  9. wah, keren bgt tuh, blh minjem gak...???
    hehe.. :)

    mampir sob ke blogku ada hal menarik tuh

    ReplyDelete