"Semua anak memitoskan kelahirannya sendiri. Itu karakteristik umum. Kau ingin mengenal seseorang? Hati, pikiran, dan jiwanya? Tanyakan padanya tentang saat dia lahir. Yang akan kaudapatkan bukanlah kebenaran: kau akan mendapatkan sebuah dongeng. Dan tak ada hal yang lebih menggugah selain dongeng..." ~Vida Winter
Dan memang, seperti kutipan di atas yang membuka kisah ini, dongeng jualah yang akan kita santap dalam buku ini. Bukan dongeng untuk anak-anak yang berpoles dan selalu berakhir indah, namun dongeng gelap kehidupan seorang manusia. Lebih tepatnya dongeng tentang seorang pendongeng: Vida Winter.
Sepanjang karirnya yang cemerlang, Vida Winter telah menelurkan banyak novel. Ia menjadi salah satu penulis besar dunia yang karyanya mungkin bisa disejajarkan dengan Charlotte Bronte atau Jane Austen dalam kehidupan nyata. Mengapa ia begitu disenangi pembaca? Selain karena karyanya, juga karena misteri yang selalu melingkupinya. Tak ada yang tahu siapa sebenarnya Miss Winter, selain sebagai penulis. Tiap kali ia diminta untuk menceritakan tentang dirinya sendiri, selalulah sebuah dongeng baru akan tercipta dari mulutnya. Dongeng yang akan dipercayai pembacanya, hingga wawancara berikut dengan dongeng berikutnya yang berbeda isinya. Dan di puncak semuanya itu, terbitlah karyanya yang berjudul asli Dongeng Ketiga Belas. Ketika buku itu sudah terbit, ternyata hanya duabelas dongeng yang dapat ditemukan pembacanya. Bahkan salah satu edisi aslinya yang tidak sempat ditarik kembali oleh penerbit, berisi halaman-halaman kosong pada bab yang seharusnya memuat dongeng ketiga belas ini. Apakah Miss Winter sengaja mengosongkan dongeng ketiga belas ini? Karena suatu hari nanti ia akan mengisinya dengan kisah hidupnya yang sebenarnya, yang bahkan jauh lebih menarik, lebih gelap dan lebih misterius ketimbang dongeng-dongeng asli yang diceritakannya kembali dengan nuansa brutal dan dingin? Mungkin saja begitu.
Kini saat pengungkapan kebenaran itu telah tiba, yaitu saat penyakit berat tengah menggerogoti tubuh Vida Winter di usia tuanya. Maka dipilihnya seorang penulis esai biografi bernama Margaret Lea untuk menuliskan kisah kehidupannya itu. Margaret adalah putri seorang pemilik toko buku antik yang sangat mencintai buku dan suka membaca sejak kecil. Ia sendiri memiliki sebuah rahasia kepahitan dalam hidunya. Terlahir sebagai anak kembar, saudari kembarnya meninggal saat lahir dan dipisahkan darinya, dan membuat hidupnya sebagai manusia dewasa tak pernah terasa utuh. Hal inilah yang akan membantunya memahami Vida Winter. Karena ternyata kisah kehidupan Miss Winter juga mengenai anak yang terlahir kembar...
Keluarga Angelfield memang keluarga yang aneh. Anggota-anggotanya tak suka bersosialisasi dengan tetangga, hidup terkungkung di rumah, dan beberapa di antara mereka memiliki masalah mental dan moral. Bukan hanya itu, rumah mereka pun sama sekali tak terawat, kotor berdebu, banyak lubang di atap, bau karena sampah menggunung tak terbuang. Kisah sejarah kehidupan mereka benar-benar bak dongeng yang suram. Dimulai dari Isabelle yang liar dan kakaknya, Charlie, yang mencintai Isabelle bukan sebagai adik, dan terutama kesukaan keduanya pada sadomasokisme. Tak berhenti hingga disitu, kedua anak kembar yang dilahirkan Isabelle: Adeline dan Emmeline juga tumbuh tak normal. Tapi memang, kalau anda tinggal bersama ibu yang abai, paman eksentrik, rumah tua yang jorok dan nyaris ambruk karena tak terawat, dan hanya diasuh pembantu rumah tangga dan tukang kebun, bagaimana anda akan tumbuh normal? Adeline si gadis liar nan kejam, dan Emmeline si gadis bodoh yang memuja Adeline. Keduanya tak terpisahkan satu sama lain, dan sering membuat keonaran bagi keluarga dan tetangga mereka, bahkan sering membahayakan jiwa.
Seiring pertumbuhan si kembar menuju kedewasaan, banyak peristiwa menghampiri silih berganti, makin lama kehidupan mereka makin suram setelah hampir semua penghuni rumah pergi dan tak kembali. Lalu terjadilah sebuah kebakaran yang bukan saja meluluh lantakkan rumah besar Angelfield House, namun juga mempengaruhi kehidupan mereka yang masih tersisa di sana.
Semua kisah panjang ini diungkapkan sedikit demi sedikit oleh Vida Winter pada Margaret. Sedikit demi sedikit selubung misteri hidup Miss Winter terkelupas, namun tetap saja banyak potongan-potongan kisah yang seolah tak cocok dengan kisah Miss Winter, bagaikan potongan-potongan puzzle yang tercerai-berai, menunggu seseorang menempatkan mereka di tempat yang benar agar keseluruhan gambar bisa mewujud. Tak puas dengan cerita Miss Winter saja, Margaret melengkapi tulisannya dengan melakukan penyelidikan baik lewat data sejarah maupun berkeliling Angelfield sendiri. Di sana ia bertemu dengan Aurelius, seorang pria kesepian yang terus mencari asal-usulnya dan sering berkeliaran di antara bobroknya Angelfield House karena ia merasa itulah rumahnya ketika dilahirkan.
Kisah keluarga Angelfield yang suram ini ditingkahi dengan kisik-kisik orang tentang "hantu" yang ada di Angelfield. Bagaimana kau akan tiba-tiba melihat sekelebatan bayangan menghilang di pojokan dinding, atau sosok bayangan di cermin. Dan banyak lagi potongan-potongan kisah lainnya yang tak dapat dijelaskan, namun tetap terjadi. Di luar semua itu, kisah keluarga Angelfield ini begitu mempengaruhi Margaret secara psikologis hingga ia merasa dihantui juga oleh almarhumah saudari kembarnya. Sama seperti keterikatan Adeline dan Emmeline yang begitu kuat hingga keduanya bagai bunga yang layu dan mati saat terpisah, begitu juga Margaret menjadi makin lemah dan kuyu saat mendekati hari ulang tahunnya, karena sekali lagi ia akan diingatkan pada sakitnya jiwa saat dipisahkan dengan kembarannya yang mengisi sebagian dirinya.
Ketika cerita Miss Winter mendekati akhir, demikian juga kesehatannya. Kejutan demi kejutan akan menghadang anda termasuk pembunuhan, namun kunci dari semua misteri ini terletak pada karakter unik dari Adeline dan Emmeline sebagai anak kembar. Kita akan diajak untuk menyadari akibat buruk dari ketiadaan kasih dan pengabaian pada anak-anak, dan bagaimana -seperti digambarkan Vida Winter di kutipan pembuka- situasi kelahiran seorang anak akan banyak mempengaruhi bagaimana ia kelak akan bertumbuh sebagai manusia dewasa.
Ada dua hal yang membuatku jatuh cinta pada buku ini. Pertama, kecintaan Vida dan Margaret pada buku. Vida adalah pengagum buku Jane Eyre karya Charlotte Bronte. Ia memiliki satu rak khusus di perpustakaannya yang memajang semua edisi Jane Eyre yang pernah diterbitkan, dalam banyak bahasa dan dari banyak edisi serta penerbit. Bayangkan, satu rak khusus untuk satu judul buku saja! Kebetulan pula, Vida dan Margaret berbagi kecintaan pada novel Jane Eyre dan novel-novel klasik lain seperti Wuthering Heights dan The Woman In White. Bahkan penggalan cerita Jane Eyre berperan besar dalam pemecahan misteri tragedi Angelfield ini! Sedangkan kecintaan Margaret pada buku jelas sekali terlihat dari bagaimana ia memperlakukan buku-buku di tokonya dengan kelembutan seorang penyayang binatang pada hewan peliharaannya.
Kedua, aku juga suka pada cara penjabaran Diane Setterfield (penulis buku ini) yang sangat pas mengenai sensasi membaca buku:
"Tahukah kau perasaan yang muncul saat kau mulai membaca buku baru sebelum pelapis buku terakhir sempat menutup? Kau meninggalkan ide dan tema buku sebelumnya --bahkan karakter-karakternya-- terperangkap di serat-serat pakaianmu, dan ketika kau membuka buku baru, semua ide, tema, dan karakter buku sebelumnya masih melekat bersamamu."
Selain itu, seperti karya-karya klasik yang banyak disinggung di buku ini, gaya penulisan Diane Setterfield juga tak kalah cantiknya, dan membuat keseluruhan isi buku ini menjadi sebuah hiburan yang komplit, kendati nuansa muram dan sesekali gelap tetap terasa. Seperti efek cerita Vida pada Margaret, Diane Setterfield juga telah berhasil membetot perhatian dan seluruh perasaanku pada Dongeng Ketiga Belas ini. Kalaupun ada kekurangan pada buku ini, seperti layaknya pada setiap karya, aku pasti tak menyadarinya karena begitu membaca dari halaman pertama pun, seolah aku telah pindah dari alam nyata ke alam nyata lain bersama keluarga Angelfield dan Vida Winter....
Judul asli: The Thirteenth Tale
Pengarang: Diane Setterfield
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: November 2008
Tebal: 608 hlm
Wah ternyata di buku ini ada tokoh yg begitu mencintai buku! jd pingin baca. Padahal buku lama ya, tapi jujur aja aku baru baca reviewnya kali ini dan baru sadar aku telah melewatkan sebuah buku yg tampaknya bagus untuk dibaca...
ReplyDeleteterima kasih sudah berbagi!
kemisteriusan selalu menarik untuk ditelusuri, mengingat adanya pengungkapan2 yg mencengangkan di baliknya
ReplyDeleteaih tebalnya.... :)
ReplyDeleteahhhh,,, aku ngga mau bacaaa.. *maafkan aku mba fanda*.. this one is on my wishlist shelf :)
ReplyDeleteharus dapet nich buku mau mau
ReplyDeleteaku suka, suka,suka buku ini! Awalnya aku kira buku dongeng biasa, sampulnya juga menarik..ternyata, buset makin lama makin merinding dan penasaran bacanya. At the end, whoam whoa... ternyata oh ternyata... misterinya begitu sederhana, tapi gak kepikiran! Another good book!
ReplyDeletejadi penasaran buku ini jugak deh!
ReplyDelete