Wow!...wow!.. Dua kata itulah yang tampaknya paling tepat untuk mendeskripsikan buku karya Jostein Gaarder ini. Sudah sejak lama aku mencari-cari buku ini, tapi ternyata sulit mendapatkannya. Lalu aku mendengar kabar bahwa penerbit Mizan telah menerbitkannya sebagai Gold Edition. Maksudnya, dengan cover apik dengan efek kilau keemasan serta jenis kertas luks sehingga buku setebal 797 halaman ini layak dijadikan koleksi. Apalagi mengingat isinya yang begitu menakjubkan.
Dunia Sophie adalah pelajaran filsafat yang dikemas ke dalam semacam kisah misteri-fantasi. Kita harus berterima kasih pada Jostein Gaarder karena telah memberi kita cara yang asyik dan tidak membosankan untuk belajar filsafat. Alih-alih menggunakan kalimat dan bahasa yang sulit ditangkap bagi awam seperti kita, Gaarder mendeskripsikan pemikiran filsafat dari mulai ribuan tahun lalu hingga masa kini ke dalam bahasa yang mudah dicerna dan disertai contoh-contoh yang kadang lucu, meski tetap membantu kita memahami suatu pemikiran dengan lebih baik.
Sophie adalah cewek berusia 14 tahun yang tinggal bersama ibunya. Menjelang ulangtahunnya yang ke-limabelas, di suatu siang sepulang sekolah, ia menemukan sebuah surat misterius di kotak surat rumahnya. Surat itu ditujukan pada dirinya. Isinya hanya 2 kata disertai tanda tanya: Siapakah kamu? Amplop surat itu tak menunjukkan nama atau alamat pengirimnya, tak pula ada perangko. Belum sampai pada jawaban yang memuaskan, Sophie lalu menemukan sepucuk surat lainnya di kotak suratnya, yang tentu saja berasal dari si pengirim anonim yang sama. Kali ini pertanyaannya berbeda: Dari mana datangnya dunia?
Dan memang, manusia mulai belajar filsafat dengan kedua pertanyaan mendasar itu. Dua pertanyaan yang hanya terdiri dari beberapa kata, namun butuh 797 halaman untuk membawa kita kepada jawabannya. Apakah pertanyaan itu akhirnya terjawab? Kita harus melalui jalan yang panjang untuk mengetahuinya...
Seolah 2 pucuk surat itu masih belum cukup membngungkan Sophie, datang pula selembar kartu pos yang berperangko Norwegia dan bercap pos Batalyon PBB. Yang lebih aneh lagi, kartu pos itu dialamatkan pada Hilde Moller Knag, d/a Sophie Admundsen. Alamat yang tercantum adalah alamat rumah Sophie. Tapi siapa Hilde yang berulang tahun hanya beda beberapa hari darinya itu? Lebih bingung lagi Sophie membaca isinya, yaitu ucapan selamat ulang tahun seorang ayah kepada putrinya yang bernama Hilde, dan si ayah meminta maaf pada Hilde karena harus mengirim kartu pos itu lewat Sophie. Apa maksud semuanya ini? Dalam sehari saja, hidup Sophie nampaknya akan berubah 180 derajat. Sophie yang dulunya seorang remaja yang ceria dan suka bermain bersama sahabatnya Joanna, kini jadi lebih tertarik untuk berpikir tentang asal usul dirinya dan dunia daripada main badminton.
Surat-surat misterius secara periodik berdatangan ke rumah Sophie. Kini amplopnya berukuran besar, dan isinya beberapa halaman ketikan. Judulnya: Pelajaran Filsafat. Maka kita semua bagaikan murid-murid yang bertemu dalam kelas filsafat bersama dengan Sophie, si gadis cerdas yang baru berusia 15 tahun itu. Filsafat bukanlah ilmu omong kosong yang hanya perlu bagi orang-orang kuper yang kerjanya berpikir. Filsafat membantu mata kita terbuka pada hal-hal yang paling hakiki: keberadaan kita di dalam dunia.
Sophie memiliki tempat persembunyian di antara sesemakan di taman depan rumahnya, dan disitulah ia menyembunyikan kaleng berisi semua materi pelajaran filsafatnya. Namun, meski bahan itu tersembunyi, Sophie tak mampu menyembunyikan sikap anehnya dan omongan seriusnya dari ibunya. Sophie kini bukan hanya seorang gadis lugu yang hanya menerima apapun yang dunia sediakan baginya, namun ia mulai mempertanyakan dunia itu sendiri.
Setelah itu "sang guru" misterius mulai menjabarkan asal-usul filsafat dari 600 ribu tahun sebelum Masehi. Seperti kita tahu, kebanyakan filsuf berasal dari Yunani. Sebelum filsafat murni lahir, keberadaan dunia sering dijelaskan dalam bentuk mitos keagamaan. Tak heran begitu banyak kisah tentang dewa-dewi di Yunani. Kemudian para filsuf mulai melepaskan diri dari agama, dan pemikirannya lebih didasarkan pada aspek ilmiah. Bagaimana tumbuhan dapat hidup? Dan pertanyaan-pertanyaan semacam itu. Mereka sampai pada kesimpulan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini abadi dan kekal sifatnya. Karena tak mungkin ada ketiadaan sebelum semuanya ada. Mereka juga meyakini bahwa dunia ini terus mengalami perubahan hingga masa di mana mereka hidup.
Sementara itu banyak hal aneh terjadi. Misalnya saja, Sophie selalu saja menemukan benda-benda yang bukan miliknya terselip entah di bagian mana kamarnya. Ada selendang sutra merah.... Dari kartu-kartu pos ayah Hilde yang terus datang ke rumahnya, Sophie mengetahui bahwa barang-barang itu adlah milik Hilde. Tapi...bagaimana semua barang itu bisa sampai ke kamar Sophie??
Hal yang tak kalah misteriusnya adalah sang guru filsafat anonim Sophie. Siapakah dia? Setelah beberapa saat sang guru, yang belakangan ia tahu bernama Alberto Knox, mulai mengutus seekor anjing berbulu coklat bernama Hermes untuk menjadi kurir yang mengirim bahan pelajaran filsafat kepada Sophie. Lalu pada suatu saat Sophie memberanikan diri mengikuti Hermes untuk menemukan tempat tinggal Alberto. Ternyata ia tinggal di sebuah gubuk yang, belakangan Sophie tahu, disebut orang "gubuk mayor" karena dulunya pernah ditinggali seorang mayor.
Di sepanjang kisah ini anda akan dijejali, selain dengan penjabaran pemikiran para filsuf dunia, juga dengan misteri ke misteri yang makin misterius saja. Sophie bersama Alberto, yang akhirnya dapat bertatap muka langsung untuk pelajaran filsafat mereka, sering merasa terganggu dengan ulah ayah Hilde, seorang mayor yang bekerja di batalyon PBB di Norwegia. Sang mayor seolah-olah mengikuti mereka kemanapun mereka pergi dan seolah-olah dapat membaca pikiran mereka. Lalu datang juga tokoh-tokoh dongeng seperti Winnie The Pooh, Gadis Korek Api, Snow White dll mengganggu pelajaran mereka.
Lalu siapakah sebenarnya Alberto itu? Apakah Hilde itu benar-benar ada? Bagaimana si mayor bisa mengintervensi kehidupan Sophie dengan ulah-ulah konyol dan menjengkelkan itu? Anda akan mengetahui jawabannya di akhir kisah ini. Namun di sela-sela petualangan Sophie dan Alberto itu, anda juga akan menelusuri bagaimana para ahli filsafat membaktikan hidupnya untuk menjawab satu pertanyaan besar itu: Darimana asal dunia. Ada yang bilang dunia ini kekal dari awalnya, ada yang berpendapat semua berasal dari sebuah sel atom yang terus menerus membelah diri. Berbagai ide ditawarkan, berbagai argumen dikemukakan, namun pada akhrirnya tak seorang pun dapat mengetahui dengan pasti bagaimana dunia ini bisa terbentuk. Dan makin modern sains, manusia juga menemukan bahwa bumi tempat manusia hidup ini bagaikan setitik pasir di tengah samudra nan luas. Bayangkan saja, benda angkasa yang kita sebut matahari adalah pusat bagi planet-planet yang mengelilinginya, yang salah satunya adalah bumi yang kita cintai ini. Di galaksi Bima Sakti ini terdapat 400 milyar matahari seperti matahari kita! Padahal alam raya ini terdiri dari kira-kira seratus milyar galaksi. Bisakah anda membayangkan betapa luasnya alam raya ini? Dan lagi-lagi kita kembali pada satu pertanyaan besar itu? Darimana asalnya alam raya ini? Bagaimana awal mula terbentuknya? Siapa atau apa yang mengatur dan menggerakkan masing-masing elemennya yang total berjumlah...ahh..tak cukup digit di kalkulatorku untuk menghitungnya. Tak cukup otak kecilku untuk memikirkannya.
Semua itu akhirnya hanya menjelaskan satu hal: bahwa ada "sesuatu" yang jauh lebih besar daripada alam raya ini. Suatu kekuatan yang tak mampu kita terima di radar otak kita, namun pastilah ada karena hanya itu yang mampu menjelaskan semua pertanyaan para orang pintar itu. Sesuatu yang akhirnya kita sebut dengan "God" atau "Tuhan".
Ada seorang filsuf yang jadi favoritku (berkat Sophie, Alberto, sang mayor, oh..dan tentu saja Jostein Gaarder--aku yang buta filsafat malah bisa memiliki filsuf favorit!). Si filsuf adalah Soren Kirkegaard dari Denmark. Orangnya ganteng juga loh, at least dari sketsa yang ada di buku ini (tiap filsuf ada sketsa wajahnya loh, dan itu membuat buku ini semakin unik dan keren). Inilah kutipan pemikirannya: yang aku jadikan penutup review panjang ini,
Masuk akal juga, karena kalau kita manusia bisa memahami Tuhan, bagaimana kita akan bisa beriman sungguh-sungguh kepadaNya? Justru karena Ia tak dapat dipahami, maka kita hanya mampu bertekuk lutut di hadapanNya....
Judul: Dunia Sophie
Pengarang: Jostein Gaarder
Penerbit: Mizan
Dunia Sophie adalah pelajaran filsafat yang dikemas ke dalam semacam kisah misteri-fantasi. Kita harus berterima kasih pada Jostein Gaarder karena telah memberi kita cara yang asyik dan tidak membosankan untuk belajar filsafat. Alih-alih menggunakan kalimat dan bahasa yang sulit ditangkap bagi awam seperti kita, Gaarder mendeskripsikan pemikiran filsafat dari mulai ribuan tahun lalu hingga masa kini ke dalam bahasa yang mudah dicerna dan disertai contoh-contoh yang kadang lucu, meski tetap membantu kita memahami suatu pemikiran dengan lebih baik.
Sophie adalah cewek berusia 14 tahun yang tinggal bersama ibunya. Menjelang ulangtahunnya yang ke-limabelas, di suatu siang sepulang sekolah, ia menemukan sebuah surat misterius di kotak surat rumahnya. Surat itu ditujukan pada dirinya. Isinya hanya 2 kata disertai tanda tanya: Siapakah kamu? Amplop surat itu tak menunjukkan nama atau alamat pengirimnya, tak pula ada perangko. Belum sampai pada jawaban yang memuaskan, Sophie lalu menemukan sepucuk surat lainnya di kotak suratnya, yang tentu saja berasal dari si pengirim anonim yang sama. Kali ini pertanyaannya berbeda: Dari mana datangnya dunia?
Dan memang, manusia mulai belajar filsafat dengan kedua pertanyaan mendasar itu. Dua pertanyaan yang hanya terdiri dari beberapa kata, namun butuh 797 halaman untuk membawa kita kepada jawabannya. Apakah pertanyaan itu akhirnya terjawab? Kita harus melalui jalan yang panjang untuk mengetahuinya...
Seolah 2 pucuk surat itu masih belum cukup membngungkan Sophie, datang pula selembar kartu pos yang berperangko Norwegia dan bercap pos Batalyon PBB. Yang lebih aneh lagi, kartu pos itu dialamatkan pada Hilde Moller Knag, d/a Sophie Admundsen. Alamat yang tercantum adalah alamat rumah Sophie. Tapi siapa Hilde yang berulang tahun hanya beda beberapa hari darinya itu? Lebih bingung lagi Sophie membaca isinya, yaitu ucapan selamat ulang tahun seorang ayah kepada putrinya yang bernama Hilde, dan si ayah meminta maaf pada Hilde karena harus mengirim kartu pos itu lewat Sophie. Apa maksud semuanya ini? Dalam sehari saja, hidup Sophie nampaknya akan berubah 180 derajat. Sophie yang dulunya seorang remaja yang ceria dan suka bermain bersama sahabatnya Joanna, kini jadi lebih tertarik untuk berpikir tentang asal usul dirinya dan dunia daripada main badminton.
Surat-surat misterius secara periodik berdatangan ke rumah Sophie. Kini amplopnya berukuran besar, dan isinya beberapa halaman ketikan. Judulnya: Pelajaran Filsafat. Maka kita semua bagaikan murid-murid yang bertemu dalam kelas filsafat bersama dengan Sophie, si gadis cerdas yang baru berusia 15 tahun itu. Filsafat bukanlah ilmu omong kosong yang hanya perlu bagi orang-orang kuper yang kerjanya berpikir. Filsafat membantu mata kita terbuka pada hal-hal yang paling hakiki: keberadaan kita di dalam dunia.
Sophie memiliki tempat persembunyian di antara sesemakan di taman depan rumahnya, dan disitulah ia menyembunyikan kaleng berisi semua materi pelajaran filsafatnya. Namun, meski bahan itu tersembunyi, Sophie tak mampu menyembunyikan sikap anehnya dan omongan seriusnya dari ibunya. Sophie kini bukan hanya seorang gadis lugu yang hanya menerima apapun yang dunia sediakan baginya, namun ia mulai mempertanyakan dunia itu sendiri.
Setelah itu "sang guru" misterius mulai menjabarkan asal-usul filsafat dari 600 ribu tahun sebelum Masehi. Seperti kita tahu, kebanyakan filsuf berasal dari Yunani. Sebelum filsafat murni lahir, keberadaan dunia sering dijelaskan dalam bentuk mitos keagamaan. Tak heran begitu banyak kisah tentang dewa-dewi di Yunani. Kemudian para filsuf mulai melepaskan diri dari agama, dan pemikirannya lebih didasarkan pada aspek ilmiah. Bagaimana tumbuhan dapat hidup? Dan pertanyaan-pertanyaan semacam itu. Mereka sampai pada kesimpulan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini abadi dan kekal sifatnya. Karena tak mungkin ada ketiadaan sebelum semuanya ada. Mereka juga meyakini bahwa dunia ini terus mengalami perubahan hingga masa di mana mereka hidup.
Sementara itu banyak hal aneh terjadi. Misalnya saja, Sophie selalu saja menemukan benda-benda yang bukan miliknya terselip entah di bagian mana kamarnya. Ada selendang sutra merah.... Dari kartu-kartu pos ayah Hilde yang terus datang ke rumahnya, Sophie mengetahui bahwa barang-barang itu adlah milik Hilde. Tapi...bagaimana semua barang itu bisa sampai ke kamar Sophie??
Hal yang tak kalah misteriusnya adalah sang guru filsafat anonim Sophie. Siapakah dia? Setelah beberapa saat sang guru, yang belakangan ia tahu bernama Alberto Knox, mulai mengutus seekor anjing berbulu coklat bernama Hermes untuk menjadi kurir yang mengirim bahan pelajaran filsafat kepada Sophie. Lalu pada suatu saat Sophie memberanikan diri mengikuti Hermes untuk menemukan tempat tinggal Alberto. Ternyata ia tinggal di sebuah gubuk yang, belakangan Sophie tahu, disebut orang "gubuk mayor" karena dulunya pernah ditinggali seorang mayor.
Di sepanjang kisah ini anda akan dijejali, selain dengan penjabaran pemikiran para filsuf dunia, juga dengan misteri ke misteri yang makin misterius saja. Sophie bersama Alberto, yang akhirnya dapat bertatap muka langsung untuk pelajaran filsafat mereka, sering merasa terganggu dengan ulah ayah Hilde, seorang mayor yang bekerja di batalyon PBB di Norwegia. Sang mayor seolah-olah mengikuti mereka kemanapun mereka pergi dan seolah-olah dapat membaca pikiran mereka. Lalu datang juga tokoh-tokoh dongeng seperti Winnie The Pooh, Gadis Korek Api, Snow White dll mengganggu pelajaran mereka.
Lalu siapakah sebenarnya Alberto itu? Apakah Hilde itu benar-benar ada? Bagaimana si mayor bisa mengintervensi kehidupan Sophie dengan ulah-ulah konyol dan menjengkelkan itu? Anda akan mengetahui jawabannya di akhir kisah ini. Namun di sela-sela petualangan Sophie dan Alberto itu, anda juga akan menelusuri bagaimana para ahli filsafat membaktikan hidupnya untuk menjawab satu pertanyaan besar itu: Darimana asal dunia. Ada yang bilang dunia ini kekal dari awalnya, ada yang berpendapat semua berasal dari sebuah sel atom yang terus menerus membelah diri. Berbagai ide ditawarkan, berbagai argumen dikemukakan, namun pada akhrirnya tak seorang pun dapat mengetahui dengan pasti bagaimana dunia ini bisa terbentuk. Dan makin modern sains, manusia juga menemukan bahwa bumi tempat manusia hidup ini bagaikan setitik pasir di tengah samudra nan luas. Bayangkan saja, benda angkasa yang kita sebut matahari adalah pusat bagi planet-planet yang mengelilinginya, yang salah satunya adalah bumi yang kita cintai ini. Di galaksi Bima Sakti ini terdapat 400 milyar matahari seperti matahari kita! Padahal alam raya ini terdiri dari kira-kira seratus milyar galaksi. Bisakah anda membayangkan betapa luasnya alam raya ini? Dan lagi-lagi kita kembali pada satu pertanyaan besar itu? Darimana asalnya alam raya ini? Bagaimana awal mula terbentuknya? Siapa atau apa yang mengatur dan menggerakkan masing-masing elemennya yang total berjumlah...ahh..tak cukup digit di kalkulatorku untuk menghitungnya. Tak cukup otak kecilku untuk memikirkannya.
Semua itu akhirnya hanya menjelaskan satu hal: bahwa ada "sesuatu" yang jauh lebih besar daripada alam raya ini. Suatu kekuatan yang tak mampu kita terima di radar otak kita, namun pastilah ada karena hanya itu yang mampu menjelaskan semua pertanyaan para orang pintar itu. Sesuatu yang akhirnya kita sebut dengan "God" atau "Tuhan".
Ada seorang filsuf yang jadi favoritku (berkat Sophie, Alberto, sang mayor, oh..dan tentu saja Jostein Gaarder--aku yang buta filsafat malah bisa memiliki filsuf favorit!). Si filsuf adalah Soren Kirkegaard dari Denmark. Orangnya ganteng juga loh, at least dari sketsa yang ada di buku ini (tiap filsuf ada sketsa wajahnya loh, dan itu membuat buku ini semakin unik dan keren). Inilah kutipan pemikirannya: yang aku jadikan penutup review panjang ini,
Jika aku dapat menangkap Tuhan secara obyektif, aku tidak akan percaya; tapi justru karena aku tidak dapat melakukannya, maka aku harus percaya.
Jika aku ingin menjaga imanku,aku harus terus menerus berpegang teguh pada ketidakpastian obyektif, agar imanku tetap lestari.
Masuk akal juga, karena kalau kita manusia bisa memahami Tuhan, bagaimana kita akan bisa beriman sungguh-sungguh kepadaNya? Justru karena Ia tak dapat dipahami, maka kita hanya mampu bertekuk lutut di hadapanNya....
Judul: Dunia Sophie
Pengarang: Jostein Gaarder
Penerbit: Mizan