Sungguh! Aku sudah jatuh cinta sama buku ini ketika aku membuka bungkus kado ultahku kira-kira sebulan lalu. Pertama, judulnya unik. Kedua, baca tagline buku ini: "novel tentang perkumpulan rahasia pencinta buku". Nah loh...buku ini pasti buku yang tepat banget buat para pecinta buku, kan?
Dan memang...aku akhirnya melalap buku yang tebalnya 587 halaman ini hanya dalam 2 hari. Bandingkan dengan waktu aku baca The Zahir-nya Paulo Coelho, 1 minggu masih dapat separo, dan akhirnya tak kuhabiskan... (jangan tanya kenapa!).
Seperti yang kuduga, tema buku ini adalah orang-orang yang sangat mencintai buku. Bukan hanya kegiatan membacanya saja, tapi mereka menganggap buku adalah barang yang nilainya tinggi, maka harus dirawat dengan baik, dan diperlakukan bak perhiasan mewah. Bahwa membaca buku bukan hanya untuk menyerap ilmunya saja, namun lebih dari itu, ada perasaan yang begitu membahagiakan saat kita membaca lembar demi lembar, bahkan kalimat demi kalimat. Buku seakan membawa kita keluar dari dunia kita, dan masuk ke dunia lain yang tergambar dalam pikiran kita dengan jelas bak menonton film 3D. Kita bisa 'melihat' tokoh-tokohnya, seakan kita berkenalan dengan karakter mereka, kita bisa merasakan suasana yang mereka rasakan, dan kita bisa merasa di tempat yang sama dengan yang mereka alami.
Makanya aku tetap tak setuju bahwa buku bisa dengan mudah diganti oleh e-book. Karena entah bagaimana, sensasi waktu membaca buku, dengan membaca di e-book lewat layar komputer, kok lain banget ya? Apa anda juga merasakannya?
Mungkin perasaan itu pula yang ada pada Mikkel Birkegaard, yang akhirnya menuangkannya ke dalam buku yang ia tulis ini. Libri Di Luca adalah sebuah toko buku antik di sebuah kota di Denmark (aku membayangkan Vixxio adalah versi mini dan virtual dari Libri Di Luca). Mikkel dapat menggambarkan dengan baik suasana toko buku yang cozy, hangat dan tenang itu. Aku bisa membayangkan sensasi tersendiri tiap kali aku melangkah di antara rak-rak bukunya, mencium aroma buku tua, apalagi menemukan buku-buku bagus yang kondisinya masih bagus pula.
Namun pada suatu malam, ketika Luca - sang pemilik Libri di Luca - sedang membaca sebuah buku di balkon lantai 2 tokonya, tiba-tiba ia mengalami gejala serupa serangan jantung. Ia tak dapat mengendalikan dirinya ketika sedang membaca buku itu, dan akhirnya tubuhnya terhempas ke lantai dasar tokonya, dan meninggallah ia...
Adalah Jon Campelli, seorang pengacara yang sukses yang tengah mendapatkan kasus berat. Bila ia memenangkan kasus itu, maka namanya akan melambung tinggi di dunia hukum. Namun, sebuah telepon dari kantor polisi membuyarkan impian itu, sekaligus membawanya ke jalan hidup yang jauh menyimpang dari sebelumnya. Itu semua, karena Jon adalah putra tunggal Luca, dan dengan kematian ayahnya, berarti Jon akan mewarisi Libri di Luca.
Masalahnya...Luca bukan hanya pemilik toko buku, dan Libri di Luca bukan hanya tempat orang membeli buku. Ada sebuah perkumpulan rahasia yang selama ini tak pernah diketahui orang banyak. Anggotanya adalah orang-orang yang punya kemampuan mempengaruhi orang lain lewat aktivitas membaca buku. Kemampuan itu dibagi 2: mereka yang disebut pemancar adalah orang-orang yang saat membaca buku dengan keras, bisa mempengaruhi pendengar untuk memahami bacaan itu sesuai konteks yang diinginkan si pemancar. Sedang mereka yang disebut penerima, bisa "mengakses" teks yang dibaca oleh orang lain, dan bahkan bisa "mengarahkan" pemahaman orang tersebut pada bacaan itu.
Maka mulailah Jon masuk jauh ke dalam organisasi Klub Pembaca Buku (yang bukan sekedar membaca buku bersama dan mendiskusikannya), dan berkenalan dengan teman-teman barunya terutama Iversen - asisten Luca di Libri di Luca, Katherina - gadis dyslexia (tak mampu membaca huruf) yang bekerja di Libri di Luca dan yang akhirnya menjadi kekasih Jon.
Setelah kematian Luca, terjadi beberapa kekacauan. Mulai dari pelemparan bom molotov ke Libri di Luca leh orang tak dikenal hingga ke pembunuhan beberapa anggota perkumpulan. Maka semua anggota sepakat menunjuk Jon untuk menyelidiki kasus ini dan menemukan pengkhianat dalam tubuh organisasi. Jon bersama Katherina akhirnya menemui berbagai kejutan, ketegangan, pengkhianatan, sampai akhirnya mereka masuk perangkap para penjahat.
----
Meski di dunia nyata tak ada kekuatan semacam itu, namun fantasi Mikkel tersebut pasti didasari pengalaman nyatanya dalam membaca buku. Mungkin ia merasa terhanyut ke dalam sebuah setting cerita yang dibacanya, dan sambil membaca kata demi kata, ia lalu seolah membangun setting itu di dalam pikirannya. Sehingga bila kita membaca dengan cepat, maka gambaran di kepala kita bisa membentuk semacam film. Apa anda pernah mengalaminya?
Bagaimanapun juga, Libri di Luca tetap bacaan yang menghibur, terutama buat pencinta buku. Meski alurnya tak se'deras' Sidney Sheldon, tetap Mikkel mampu membuatku tak bisa melepaskan mataku dari buku ini hingga usai.
Judul: Libri di Luca
Penulis: Mikkel Birkegaard
Penerbit: Serambi
Harga: ga tau karena dapet kado!
Dan memang...aku akhirnya melalap buku yang tebalnya 587 halaman ini hanya dalam 2 hari. Bandingkan dengan waktu aku baca The Zahir-nya Paulo Coelho, 1 minggu masih dapat separo, dan akhirnya tak kuhabiskan... (jangan tanya kenapa!).
Seperti yang kuduga, tema buku ini adalah orang-orang yang sangat mencintai buku. Bukan hanya kegiatan membacanya saja, tapi mereka menganggap buku adalah barang yang nilainya tinggi, maka harus dirawat dengan baik, dan diperlakukan bak perhiasan mewah. Bahwa membaca buku bukan hanya untuk menyerap ilmunya saja, namun lebih dari itu, ada perasaan yang begitu membahagiakan saat kita membaca lembar demi lembar, bahkan kalimat demi kalimat. Buku seakan membawa kita keluar dari dunia kita, dan masuk ke dunia lain yang tergambar dalam pikiran kita dengan jelas bak menonton film 3D. Kita bisa 'melihat' tokoh-tokohnya, seakan kita berkenalan dengan karakter mereka, kita bisa merasakan suasana yang mereka rasakan, dan kita bisa merasa di tempat yang sama dengan yang mereka alami.
Makanya aku tetap tak setuju bahwa buku bisa dengan mudah diganti oleh e-book. Karena entah bagaimana, sensasi waktu membaca buku, dengan membaca di e-book lewat layar komputer, kok lain banget ya? Apa anda juga merasakannya?
Mungkin perasaan itu pula yang ada pada Mikkel Birkegaard, yang akhirnya menuangkannya ke dalam buku yang ia tulis ini. Libri Di Luca adalah sebuah toko buku antik di sebuah kota di Denmark (aku membayangkan Vixxio adalah versi mini dan virtual dari Libri Di Luca). Mikkel dapat menggambarkan dengan baik suasana toko buku yang cozy, hangat dan tenang itu. Aku bisa membayangkan sensasi tersendiri tiap kali aku melangkah di antara rak-rak bukunya, mencium aroma buku tua, apalagi menemukan buku-buku bagus yang kondisinya masih bagus pula.
Namun pada suatu malam, ketika Luca - sang pemilik Libri di Luca - sedang membaca sebuah buku di balkon lantai 2 tokonya, tiba-tiba ia mengalami gejala serupa serangan jantung. Ia tak dapat mengendalikan dirinya ketika sedang membaca buku itu, dan akhirnya tubuhnya terhempas ke lantai dasar tokonya, dan meninggallah ia...
Adalah Jon Campelli, seorang pengacara yang sukses yang tengah mendapatkan kasus berat. Bila ia memenangkan kasus itu, maka namanya akan melambung tinggi di dunia hukum. Namun, sebuah telepon dari kantor polisi membuyarkan impian itu, sekaligus membawanya ke jalan hidup yang jauh menyimpang dari sebelumnya. Itu semua, karena Jon adalah putra tunggal Luca, dan dengan kematian ayahnya, berarti Jon akan mewarisi Libri di Luca.
Masalahnya...Luca bukan hanya pemilik toko buku, dan Libri di Luca bukan hanya tempat orang membeli buku. Ada sebuah perkumpulan rahasia yang selama ini tak pernah diketahui orang banyak. Anggotanya adalah orang-orang yang punya kemampuan mempengaruhi orang lain lewat aktivitas membaca buku. Kemampuan itu dibagi 2: mereka yang disebut pemancar adalah orang-orang yang saat membaca buku dengan keras, bisa mempengaruhi pendengar untuk memahami bacaan itu sesuai konteks yang diinginkan si pemancar. Sedang mereka yang disebut penerima, bisa "mengakses" teks yang dibaca oleh orang lain, dan bahkan bisa "mengarahkan" pemahaman orang tersebut pada bacaan itu.
Maka mulailah Jon masuk jauh ke dalam organisasi Klub Pembaca Buku (yang bukan sekedar membaca buku bersama dan mendiskusikannya), dan berkenalan dengan teman-teman barunya terutama Iversen - asisten Luca di Libri di Luca, Katherina - gadis dyslexia (tak mampu membaca huruf) yang bekerja di Libri di Luca dan yang akhirnya menjadi kekasih Jon.
Setelah kematian Luca, terjadi beberapa kekacauan. Mulai dari pelemparan bom molotov ke Libri di Luca leh orang tak dikenal hingga ke pembunuhan beberapa anggota perkumpulan. Maka semua anggota sepakat menunjuk Jon untuk menyelidiki kasus ini dan menemukan pengkhianat dalam tubuh organisasi. Jon bersama Katherina akhirnya menemui berbagai kejutan, ketegangan, pengkhianatan, sampai akhirnya mereka masuk perangkap para penjahat.
----
Meski di dunia nyata tak ada kekuatan semacam itu, namun fantasi Mikkel tersebut pasti didasari pengalaman nyatanya dalam membaca buku. Mungkin ia merasa terhanyut ke dalam sebuah setting cerita yang dibacanya, dan sambil membaca kata demi kata, ia lalu seolah membangun setting itu di dalam pikirannya. Sehingga bila kita membaca dengan cepat, maka gambaran di kepala kita bisa membentuk semacam film. Apa anda pernah mengalaminya?
Bagaimanapun juga, Libri di Luca tetap bacaan yang menghibur, terutama buat pencinta buku. Meski alurnya tak se'deras' Sidney Sheldon, tetap Mikkel mampu membuatku tak bisa melepaskan mataku dari buku ini hingga usai.
Judul: Libri di Luca
Penulis: Mikkel Birkegaard
Penerbit: Serambi
Harga: ga tau karena dapet kado!