Entah mengapa aku selalu terpesona pada semua yang berbau Paris. Mungkin aku telah jatuh cinta pada kota itu bahkan sebelum aku menginjakkan kakiku kesana. Jadi tak heran kalau aku selalu jatuh cinta pula pada buku-buku yang memakai sang kota cahaya itu sebagai backgroundnya. Salah satunya adalah novel metropop berjudul: Autumn In Paris.
Aku pergi ke Paris 10 tahun yang lalu, pada musim semi. Dan karena aku tak pernah ke Eropa pada musim lainnya (karena aku kesana ya cuma sekali itu seumur hidup!), aku hanya bisa membayangkan saja suasana musim gugur di Paris. Entah bagaimana denganmu, tapi menurutku berkelana melalui buku itu jauh lebih menyenangkan. Karena kita tak perlu secara fisik hadir di suatu tempat atau mengalami suatu peristiwa (yang mungkin saja bisa tak menyenangkan). Kita hanya perlu duduk dengan nyaman sambil membiarkan fantasi kita melayang kemana pun kita ingin pergi, dan suasana apapun yang ingin kita ciptakan. Indah, bebas, aman, dan...murah!
Begitulah yang aku alami dengan novel Autumn In Paris karangan Ilana Tan ini. Padahal secara cerita, novel ini biasa-biasa saja. Yah..novel ini masuk genre metropop yang biasanya bukan favoritku (kecuali aku sedang tak ada bacaan lain). Tapi membaca Autumn in Paris bisa mengasyikkan bagiku. Apalagi kalau bukan karena suasananya itu. Entah bagaimana, membayangkan Paris selalu menumbuhkan perasaan romantis pada diriku. Romantis gimana sih? Ah...sulit menjelaskan. Yang jelas, dengan setiap kata di novel itu, khayalanku bisa mengembara ke kota impianku sejak kuliah dulu... Paris..Paris... kapan yah aku bisa kembali kesana? Mungkin kalau aku boleh tinggal selama seminggu saja di sana, akan tercipta sebuah tulisan mahakarya dariku ya?
Bukti lain bahwa berkelana bersama buku itu mengasyikkan, adalah buku The Smoke Jumper (Sang Penerjun dalam versi terjemahannya) karya Nicholas Evans. Sungguh...aku ini memang cinta pada alam, walau sungguh juga, aku gak suka kegiatan pecinta alam. (Hehehe...jadi, ini cinta apa cinta ya?). Maksudnya, aku cinta pada alam kebanyakan lewat tulisan dan panorama pemandangan, baik dalam lukisan atau foto.
Novel The Smoke Jumper mewakili yang pertama, yaitu membawa alam lewat tulisan. Seperti dugaanku, Smoke Jumper itu ada hubungannya dengan kegiatan pemadaman api. Atau lebih tepatnya orang-orang yang bertugas memadamkan api. Tapi ternyata, yang satu ini bukan pemadam api di gedung-gedung nan tinggi (tadinya kutebak kata 'Jumper' ada hubungannya dengan tempat yang tinggi), melainkan khusus kebakaran yang terjadi di hutan. Wow...eksotis ya? Pikir-pikir, mungkin seharusnya negara kita mengirimkan para pecinta alam atau penerjun untuk mengikuti training Smoke Jumper di Amerika sono, supaya label 'eksportir asap' tak lagi disematkan pada bumi pertiwi kita tercinta ini!
Anyway, dari yang aku baca di novel ini, profesi Smoke Jumper itu mengasyikkan loh, meski juga membahayakan. Tapi..aku memang selalu kagum pada orang-orang yang berani. Bukan hanya berani dalam arti fisik, tapi lebih pada orang-orang yang berani memegang teguh prinsipnya dan berani mengambil resiko. Seperti tokoh Connor di novel ini. Aku paling suka adegan sewaktu ia mengambil keputusan dengan cepat saat api kebakaran hutan mengejar Julia, wanita yang ia cintai. Dengan keberanian, tanpa keraguan, ia dengan kepala dingin menyelamatkan mereka berdua dari lalapan api. (Ngomong-ngomong aku baru sadar bahwa untuk mencegah api menjalar ke tempat kita berlindung, cukup bakar saja tanah di sekeliling kita, dan dengan begitu tanah itu akan kehabisan O2, sehingga ketika api tiba di tanah itu, ia akan kehabisan O2 dan akhirnya akan 'berbelok' ke arah lain. Pasti aku diketawain oleh guru Fisika deh, tapi sungguh aku baru sadar bahwa api harus dilawan dengan api!)
The Smoke Jumper sungguh membawaku ke 'alam lain' ketika aku membacanya. Ceritanyapun mengaduk-aduk emosi. Antara tegang dan romantis. Sungguh, aku akan bangga kalau punya suami seperti Connor (tapi deg-deg-an juga ya kalau suami kita hobbynya menentang bahaya? Ah..tapi apalah arti hidup ini kalau datar-datar saja kan?...).
Terakhir, buku yang membawaku berkelana juga (dalam pikiran tentu saja), adalah The Ghost Writer. Ghost Writer bukanlah penulis cerita-cerita hantu. Bukan pula hantu yang pintar menulis novel. Ghost writer adalah julukan bagi para penulis yang menulis bagi (dan atas pesanan) orang lain, seolah-olah orang lain itu yang menulisnya sendiri.
Ghost writer cukup dikenal di dunia internet marketing. Yaitu saat pemilik web atau blog harus menulis artikel padahal mereka tak mahir menulis, maka mereka memberikan job pada seorang penulis bayangan (begitu sebutan ghost writer dalam bahasa Indonesia) untuk menuliskan artikel, yang nantinya akan diakui sebagai tulisan sang pemilik web atau blog tersebut. Jadi...para penulis bayangan itu tak pernah tampil sebagai diri sendiri, dan oleh karenanya disebut ghost writer.
Profesi ghost writer juga dibutuhkan oleh orang-orang terkenal yang ingin menerbitkan memoarnya. Mungkin anda pernah bertanya-tanya...eh si A itu ternyata gak hanya pintar nyanyi, tapi pintar nulis juga ya? Atau si B itu kan politisi yang sibuk, tapi kok sempat-sempatnya nulis juga ya? Nah...jangan heran, karena mungkin saja (mungkin loh!) mereka juga menggunakan jasa seorang ghost writer.
Maka melalui novel ini, aku jadi bisa membayangkan bahwa ghost writer itu pasti penulis-penulis yang sangat berbakat. Bagaimana tidak? Menulis dari hati sendiri itu tidak mudah, tapi lebih tidak mudah lagi menulis melalui pandangan dan karakter orang lain, kan? Makanya, aku mengacungkan dua jempol pada para ghost writer. Tak terkecuali penulis novel The Ghost Writer ini. Ia sanggup menyandingkan detail liku-liku profesi seorang ghost writer, dan ketegangan yang menyertai petualangan tokohnya di buku itu.
Nah...aku sudah berkelana bersama 3 novel. Tak seperti biasanya, aku tak ingin bercerita pada kalian tentang isi cerita ketiganya. Aku hanya ingin bercerita apa yang kupikirkan dan kesan mendalam apa yang aku dapatkan dari ketiganya.
Terus terang saja, akhir-akhir ini begitu banyak buku yang aku baca, sehingga aku tak sempat menuliskan ulasannya, dan langsung larut lagi dalam kisah yang lain. Jadi...menulisnya keroyokan seperti ini saja ya...Moga-moga lebih menghibur daripada ulasannya.
------
P.S. Aku tadinya bingung mau memposting tulisan ini di blog mana (akibat dari kebanyakan melahirkan blog!). Aku pengen meletakkannya di Fanda's Thought (karena ini kan pemikiran seorang Fanda), tapi kan bahasannya mengenai buku ya? Dan blog ini kan juga tentang buku? Hehe...sudah deh, akhirnya aku posting di sini saja (gitu aja kok bingung? Apa ini karena aku kelamaan gak ngeblog ya, jadi pengennya nulis di semua blogku??).
Aku pergi ke Paris 10 tahun yang lalu, pada musim semi. Dan karena aku tak pernah ke Eropa pada musim lainnya (karena aku kesana ya cuma sekali itu seumur hidup!), aku hanya bisa membayangkan saja suasana musim gugur di Paris. Entah bagaimana denganmu, tapi menurutku berkelana melalui buku itu jauh lebih menyenangkan. Karena kita tak perlu secara fisik hadir di suatu tempat atau mengalami suatu peristiwa (yang mungkin saja bisa tak menyenangkan). Kita hanya perlu duduk dengan nyaman sambil membiarkan fantasi kita melayang kemana pun kita ingin pergi, dan suasana apapun yang ingin kita ciptakan. Indah, bebas, aman, dan...murah!
Begitulah yang aku alami dengan novel Autumn In Paris karangan Ilana Tan ini. Padahal secara cerita, novel ini biasa-biasa saja. Yah..novel ini masuk genre metropop yang biasanya bukan favoritku (kecuali aku sedang tak ada bacaan lain). Tapi membaca Autumn in Paris bisa mengasyikkan bagiku. Apalagi kalau bukan karena suasananya itu. Entah bagaimana, membayangkan Paris selalu menumbuhkan perasaan romantis pada diriku. Romantis gimana sih? Ah...sulit menjelaskan. Yang jelas, dengan setiap kata di novel itu, khayalanku bisa mengembara ke kota impianku sejak kuliah dulu... Paris..Paris... kapan yah aku bisa kembali kesana? Mungkin kalau aku boleh tinggal selama seminggu saja di sana, akan tercipta sebuah tulisan mahakarya dariku ya?
Bukti lain bahwa berkelana bersama buku itu mengasyikkan, adalah buku The Smoke Jumper (Sang Penerjun dalam versi terjemahannya) karya Nicholas Evans. Sungguh...aku ini memang cinta pada alam, walau sungguh juga, aku gak suka kegiatan pecinta alam. (Hehehe...jadi, ini cinta apa cinta ya?). Maksudnya, aku cinta pada alam kebanyakan lewat tulisan dan panorama pemandangan, baik dalam lukisan atau foto.
Novel The Smoke Jumper mewakili yang pertama, yaitu membawa alam lewat tulisan. Seperti dugaanku, Smoke Jumper itu ada hubungannya dengan kegiatan pemadaman api. Atau lebih tepatnya orang-orang yang bertugas memadamkan api. Tapi ternyata, yang satu ini bukan pemadam api di gedung-gedung nan tinggi (tadinya kutebak kata 'Jumper' ada hubungannya dengan tempat yang tinggi), melainkan khusus kebakaran yang terjadi di hutan. Wow...eksotis ya? Pikir-pikir, mungkin seharusnya negara kita mengirimkan para pecinta alam atau penerjun untuk mengikuti training Smoke Jumper di Amerika sono, supaya label 'eksportir asap' tak lagi disematkan pada bumi pertiwi kita tercinta ini!
Anyway, dari yang aku baca di novel ini, profesi Smoke Jumper itu mengasyikkan loh, meski juga membahayakan. Tapi..aku memang selalu kagum pada orang-orang yang berani. Bukan hanya berani dalam arti fisik, tapi lebih pada orang-orang yang berani memegang teguh prinsipnya dan berani mengambil resiko. Seperti tokoh Connor di novel ini. Aku paling suka adegan sewaktu ia mengambil keputusan dengan cepat saat api kebakaran hutan mengejar Julia, wanita yang ia cintai. Dengan keberanian, tanpa keraguan, ia dengan kepala dingin menyelamatkan mereka berdua dari lalapan api. (Ngomong-ngomong aku baru sadar bahwa untuk mencegah api menjalar ke tempat kita berlindung, cukup bakar saja tanah di sekeliling kita, dan dengan begitu tanah itu akan kehabisan O2, sehingga ketika api tiba di tanah itu, ia akan kehabisan O2 dan akhirnya akan 'berbelok' ke arah lain. Pasti aku diketawain oleh guru Fisika deh, tapi sungguh aku baru sadar bahwa api harus dilawan dengan api!)
The Smoke Jumper sungguh membawaku ke 'alam lain' ketika aku membacanya. Ceritanyapun mengaduk-aduk emosi. Antara tegang dan romantis. Sungguh, aku akan bangga kalau punya suami seperti Connor (tapi deg-deg-an juga ya kalau suami kita hobbynya menentang bahaya? Ah..tapi apalah arti hidup ini kalau datar-datar saja kan?...).
Terakhir, buku yang membawaku berkelana juga (dalam pikiran tentu saja), adalah The Ghost Writer. Ghost Writer bukanlah penulis cerita-cerita hantu. Bukan pula hantu yang pintar menulis novel. Ghost writer adalah julukan bagi para penulis yang menulis bagi (dan atas pesanan) orang lain, seolah-olah orang lain itu yang menulisnya sendiri.
Ghost writer cukup dikenal di dunia internet marketing. Yaitu saat pemilik web atau blog harus menulis artikel padahal mereka tak mahir menulis, maka mereka memberikan job pada seorang penulis bayangan (begitu sebutan ghost writer dalam bahasa Indonesia) untuk menuliskan artikel, yang nantinya akan diakui sebagai tulisan sang pemilik web atau blog tersebut. Jadi...para penulis bayangan itu tak pernah tampil sebagai diri sendiri, dan oleh karenanya disebut ghost writer.
Profesi ghost writer juga dibutuhkan oleh orang-orang terkenal yang ingin menerbitkan memoarnya. Mungkin anda pernah bertanya-tanya...eh si A itu ternyata gak hanya pintar nyanyi, tapi pintar nulis juga ya? Atau si B itu kan politisi yang sibuk, tapi kok sempat-sempatnya nulis juga ya? Nah...jangan heran, karena mungkin saja (mungkin loh!) mereka juga menggunakan jasa seorang ghost writer.
Maka melalui novel ini, aku jadi bisa membayangkan bahwa ghost writer itu pasti penulis-penulis yang sangat berbakat. Bagaimana tidak? Menulis dari hati sendiri itu tidak mudah, tapi lebih tidak mudah lagi menulis melalui pandangan dan karakter orang lain, kan? Makanya, aku mengacungkan dua jempol pada para ghost writer. Tak terkecuali penulis novel The Ghost Writer ini. Ia sanggup menyandingkan detail liku-liku profesi seorang ghost writer, dan ketegangan yang menyertai petualangan tokohnya di buku itu.
Nah...aku sudah berkelana bersama 3 novel. Tak seperti biasanya, aku tak ingin bercerita pada kalian tentang isi cerita ketiganya. Aku hanya ingin bercerita apa yang kupikirkan dan kesan mendalam apa yang aku dapatkan dari ketiganya.
Terus terang saja, akhir-akhir ini begitu banyak buku yang aku baca, sehingga aku tak sempat menuliskan ulasannya, dan langsung larut lagi dalam kisah yang lain. Jadi...menulisnya keroyokan seperti ini saja ya...Moga-moga lebih menghibur daripada ulasannya.
------
P.S. Aku tadinya bingung mau memposting tulisan ini di blog mana (akibat dari kebanyakan melahirkan blog!). Aku pengen meletakkannya di Fanda's Thought (karena ini kan pemikiran seorang Fanda), tapi kan bahasannya mengenai buku ya? Dan blog ini kan juga tentang buku? Hehe...sudah deh, akhirnya aku posting di sini saja (gitu aja kok bingung? Apa ini karena aku kelamaan gak ngeblog ya, jadi pengennya nulis di semua blogku??).
(maaf) izin mengamankan PERTAMA dulu. Boleh kan?!
ReplyDeletePengen ikutan membaca yang "The Smoke Jumper", kapan, ya?
*Lama gak main-main ke sini
udah pernah liat yg Autumn in Paris itu, tapi blom beli, besok beli ahhh.. sy sndiri akhir2 ini udah mulai baca metropop juga, walopun cuman untuk selingan saja :D
ReplyDeleteMohon maaf Mbak...
ReplyDeletelama sekali baru sempat mampir disini.
The Ghost Writer,.... saya pernah baca bukunya. Setelah tertarik menonton filmnya yang diperankan oleh Ewan McGregor
ReplyDeleteFilmnya bagus loh Mbak.
ReplyDeletetidak ada kesan 'kompresi' yang biasanya tercium saat sebuah film diadaptasi dari novel. Memang ada sedikit kejanggalan namun itu tak sampai membuat kesatuan kisah ini jadi tercerai-berai.
pengen ikut baca ni
ReplyDeleteCerita dari 3 buku secara bersamaan ya mbak.?
ReplyDeleteKenapa ga ditulis reviewnya sekalian ? Jadi pengen tahu nih gimana isi dari tiap2 buku itu.. ^_^
Autumn in Parisnya saya sudah baca mbak, tapi dua yg lainnya belum :(
ReplyDeleteJadi pengen hunting..
Makasih Mbak Fanda untuk resensinya..
ghost writer sm autumn in paris uda pernah baca. bikin jatuh cinta...
ReplyDeleteHe, mba Fanda memang betul-betul kutu buku ya. Jadi tau juga nih soal ghost writer. Thanks sharenya.
ReplyDeletesalam kenal makasih bacaan nya
ReplyDeleteAutumn in Paris itu konfliknya gimana, Mbak Fanda? Atau cuma pamer pemandangan aja?
ReplyDeleteaku jg pengen baca dunk,...
ReplyDeleteFanda, aku suka banget Autumn in Paris. sebenarnya itu karya Ilana Tan yang pertama aku baca, dan ternyata emang menyentuh banget. Huuhuhu, ngingetnya aja pingin mewek. (PMS, sorry. :D)
ReplyDeletethe gost writer tuh yang baru2 ini ada pilemnya yah?! seru kayaknya... kalo autumn in paris aku sering banget ngeliat di gramed, tapi selalu males belinya, ga tertarik, hehe... :D
ReplyDeletembak aku pgn ikutan lombanya vixxio deh tapi mikir2 dulu idenya :P
ReplyDeleteaku tertarik banget dg 'The Ghost Writer'... mau beli begitu ketemu di toko. Tx buat ulasan Fanda :)
ReplyDeleteMirip bukunya mbak Clara yang pertama
ReplyDeleteAutumn Christmast
kayanya seri deh
jadi pengeen nge borong buku....dah lama ga beli nih
ReplyDeletehehehhe..... beberapa kali beli buku bagus..tapi dari 10 paling cuma 3 yang terbaca tuntas...padahal dulu suka bgt tuh baca... hahha
ReplyDeletewah baca buku itu penting banget
ReplyDeletesalam kenal ya
ReplyDeleteasyiknya baca novel seperti ini rasanya keliling kemana-mana, wah pangling aku dengan blog ini, blognya mbak juga tambah banyak
ReplyDeleteTampilan baru yang keren...
ReplyDeleteSalam hangat selalu.
Fanda..... Waowwww....
ReplyDeleteaku sama sekali ga nyangka....
masih asyik berkelana ya mbak bersama tiga buku
ReplyDeletesalam kenal....makasih infonya.....tukeran liks yuk
ReplyDeletesalam kenal.. sitewalking.. :)
ReplyDeleteEmang bener mbak, seperti status fb saya klemarin, di saat tutorial dan artikel internet tak mampu memuaskan dahaga kita akan ilmu, masih ada buku untuk menyembuhakn rasa dahaga itu, karena ilmu yang ada di buku lebih terarah dan bisa di pertanggung jawabkan :)
ReplyDeleteKe 3 buku itu kayaknya keren juga untuk di baca disaat kita. Boleh juga thx,slm kenal
ReplyDeletejd pengen baca
ReplyDeleteemang enak klo baca2 buku..asik dah..
ReplyDeleteits very useful books you share these blogger.
ReplyDeleteBuy Instagram Followers Brazil