Ketiklah kata “Salem” di mesin pencari di internet, maka anda akan menemukan banyak kata “witch” di hasil pencarian. Kota Salem yang terlatak di Massachusetts, USA tak dapat dipisahkan dari sejarah pengadilan penyihir Salem pada tahun 1692. Dan ternyata praktek sihir atau tenung itu pernah dipraktekkan pada abad modern ini. Mungkin bukan di dunia nyata, namun di benak Jodi Picoult ketika menulis novel ini: Salem Falls. Ada kesamaan antara sejarah pengadilan penyihir Salem dan kisah Salem Falls. Pada keduanya, anda akan menemukan para penenung dan pengadilan. Namun pengadilan di buku ini bukan untuk para penenung, melainkan untuk seorang mantan guru olahraga yang dituduh melakukan pemerkosaan. Lalu di mana unsur penenungnya? Teruskan membaca ya…
Jack St. Bride adalah seorang guru dan pelatih sepak bola sekolah putri yang amat berdedikasi pada pekerjaannya. Namun suatu hari muridnya menuliskan di diary-nya, pengalaman seksual yang seolah dilakukan Jack padanya. Akibatnya Jack dipenjara dan harus mengalami persidangan. Pembelanya menyarankan Jack untuk mengaku bersalah untuk mendapat keringanan hukuman. Setelah menjalani hukuman, Jack berharap ia dapat dengan bebas memulai hidup baru di tempat baru. Salem Falls adalah kota kecil yang ia pilih untuk tempat tinggalnya, lalu bekerja menjadi pencuci piring di kedai milik wanita bernama Addie Peabody. Alangkah kelirunya Jack. Berkat hukum yang mengharuskan mantan napi melapor pada kepolisian setempat, maka akhirnya masa lalu Jack pun (harus) terkuak. Meski mati-matian mengatakan bahwa ia tak bersalah, namun “praduga bersalah” terlanjur menempel di benak semua orang bak double tape yang sulit dilepas tanpa meninggalkan bekas sama sekali.
Di sisi lain, ada 4 orang gadis muda yang diam-diam menjadi pengikut situs penenung di internet: Wicca. Mereka senang melakukan aktivitas menenung, dan punya toko langganan yang menjual bahan-bahan untuk menenung, lilin, rempah dan buku-buku mantra. Mereka adalah Gillian (putri pengusaha farmasi), Meg (putri kepala polisi), Chelsea dan Whitney. Awalnya mereka hanya ingin melakukan sesuatu yang terlarang saja. Tak butuh waktu lama, mereka pun mengenal Jack yang bertubuh tinggi dan tampan saat mereka pergi ke kedai makan. Mereka (terutama Gillian) berusaha mendekati Jack meski Jack berusaha menghindar dengan sopan. Namun usaha Jack tak menyurutkan keputusan Kepala Polisi Charlie untuk memberlakukan “jam malam” bagi para gadis. Mereka dilarang berdekatan dengan Jack.
Lalu suatu malam, Gillian yang tak suka ditolak oleh Jack mengajak ke 3 kawannya untuk mengadakan semacam ritual menenung di dalam hutan. Ketika malam berakhir, Gillian mengaku dirinya telah diperkosa oleh Jack. Maka Jack pun kembali harus melalui mimpi terburuknya: ditahan, dipenjara, diadili, dicap sebagai pemerkosa, dijauhi orang dan dipandang dengan pandangan jijik. Namun yang terburuk mungkin adalah sikap Addie yang meragukan dirinya.
Sidang kasus pemerkosaan ini pun dimulai. Jordan, pengacara yang berkawan dengan Jack menjadi pembelanya. Kasus yang sulit, sebab Jack tak mampu mengingat peristiwa itu. Perlahan tapi pasti Jordan dapat mengumpulkan bukti-bukti yang dapat mematahkan kesaksian Gillian, namun ada 1 bukti fisik yang sangat jelas bahwa Gillian telah berhubungan seksual, meski siapa pasangannya tetap tak dapat dibuktikan.
Para juri akhirnya menjatuhkan keputusan pada kasus Jack, namun teka-teki kebenaran di balik pengakuan Gillian itu belum terungkap sepenuhnya. Kalau memang Jack tidak melakukan pemerkosaan, lalu bagaimana dengan sebuah bukti fisik yang menandakan adanya aktivitas seksual itu? Apakah itu berarti ada orang lain yang telah melakukannya terhadap Gillian? Lalu siapakah dia? Jawaban atas pertanyaan ini akan terkuak secara samar pada paragraf terakhir di halaman terakhir. Kalau anda tak teliti, maka mungkin kebenarannya akan menguap begitu saja. Boleh dibilang, twisted ending itu yang memberikan sedikit greget pada buku ini, sementara di sepanjang kisah, aku tak menemukan sesuatu yang istimewa. Jodi Picoult memang piawai membawa emosi pembacanya terhanyut bersama kisahnya, namun hanya sampai di situ saja bagiku. Jadi, maaf Jodi, aku hanya bisa memberikan 3 bintang untuk buku ini. Mungkin aku memang bukan pembaca drama beralur datar yang baik…
***
“Sistem hukum memang terdengar baik di atas kertas, tapi kenyataannya, selama terdakwa duduk di samping pembelanya, setiap orang yang menghadiri persidangan itu akan menganggapnya bersalah sampai terbukti bahwa dia ternyata tidak bersalah.” ~hlm 451
Betapa sulitnya menjadi terdakwa, terutama kalau engkau tak bersalah. Asas praduga tak bersalah seringkali hanya bunga dalam dunia hukum, karena manusia cenderung melihat kejelekan dan kesalahan sesamanya ketimbang kebaikannya. Semoga hal ini mengingatkan kita untuk tak terlalu mudah memberikan label buruk pada orang lain, apalagi kalau “dosa”nya hanya berupa gosip di media massa saja…
Judul: Salem Falls
Penulis: Jodi Picoult
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: 2007
Tebal: 584 hlm