[conclusion in English is at the bottom of this post]
Cerpen kedua di kumpulan cerita pendek karya Grisham: Ford County ini awalnya menyiratkan cerita yang biasa-biasa saja—Menjemput Raymond, apa yang terlintas dalam pikiran anda saat membacanya? Apa yang akan terjadi saat anda menjemput seseorang? Jangan salah, jangan menilai sebuah kisah dari judulnya saja, kalau anda tak mau terkecoh seperti aku. Mengawali kisah ini dengan skeptis, aku justru menemukan kisah ini sebagai kisah yang intens, menguras emosi dan tentu saja, menguras air mata. Memang kisahnya berkisar pada perjalanan sebuah keluarga (lagi-lagi aku bertemu dengan kisah perjalanan seperti pada cerpen pertama—Perjalanan Berdarah, apakah ini akan menjadi benang merah kumpulan cerpen ini?) untuk menjemput Raymond. Namun, siapakah Raymond ini? Mengapa ia perlu dijemput? Dan dalam keadaan bagaimana ia akan pulang? Itulah yang menjadi inti kisah ini.
Raymond ternyata adalah salah satu anggota keluarga Graney yang super berantakan. Bagaimana tidak, semua berawal dari Inez—sang ibu—yang diperkosa, lalu dinikahi oleh seorang bajingan, yang akhirnya menelantarkan keluarga mereka setelah meninggalkan ‘jejak’ abadi pada ketiga putranya yang sudah kenyang disiksa dan dipukuli, kenyang dengan suasana kekerasan dalam rumah mereka. Tak heran bila ketiganya tumbuh menjadi berandalan juga. Leon yang tertua, akhirnya mampu mengentaskan dirinya dan kembali ke jalan yang lurus, sementara Butch dan Raymond terus keluar-masuk penjara. Akhirnya Raymond pun terlibat dalam pembunuhan dan dipenjara untuk menantikan hukuman mati.
Perjalanan ini adalah perjalanan keluarga Garney yang terakhir kalinya ke penjara Parchman, karena malam itu Raymond akan dihukum mati di kamar gas. Grisham dengan piawainya telah mengusik emosiku dari saat perjalanan itu dimulai, karena sedikit demi sedikit kita pun diajak melihat perjalanan mereka semua selama sebelas tahun penantian antara Raymond mulai masuk penjara hingga saat akan dihukum mati. Dengan perjalanan itu Grisham telah mulai membangun karakter sosok Raymond, bagaimana ia selalu saja menuntut banyak dari orang lain, dan selalu membualkan berbagai macam hal. Aku pun dibuat muak dengan sifat Raymond ini. Namun—dan inilah piawainya Grisham—ketika eksekusi sudah semakin dekat, emosiku pun mulai teraduk-aduk. Mau tak mau aku teringat pada novel terbaik Grisham yang pernah kubaca: The Chamber, yang bertema sama, terpidana yang menanti hukuman mati.
**spoiler** Membaca cerpen ini kembali gugatan diam itu terlintas di pikiranku: mengapa hukuman mati tetap saja ada di muka bumi yang (katanya) beradab ini? Aku selalu berada di pihak kontra humuman mati, tak perlu kujelaskan mengapa, karena bisa-bisa ulasan ini akan berubah menjadi ajang debat filosofi… :). Dan ada dua hal yang mengusikku ketika menamatkan kisah ini, yang ditutup dengan,
“Dia (Leon) mengemudikan mobilnya ke pabrik lampu di sebelah timur kota dan memasukkan kartu absensi pada pukul 08:30, seperti biasanya.”
Pertanyaanku…setelah menyaksikan sendiri saudaramu—betapapun bejatnya dia—meregang nyawa di kamar gas, dapatkah kau hanya ‘mengemudikan mobil ke tempat kerja lalu memasukkan kartu absensi seperti biasanya’ seolah perjalanan menjemput saudaramu itu hanyalah salah satu kegiatanmu pada malam hari? Aku percaya tidak. Mungkin kalimat terakhir itu mau menekankan ironi pada nasib Raymond yang diabaikan begitu saja pada akhir hidupnya yang tragis, karena ia memang bajingan dan sudah sewajarnya mengalami nasib buruk—apa yang kau tanam itulah yang kau tuai. Tapi menurutku apa yang Leon saksikan malam itu akan terus membekas sepanjang sisa hidupnya.
Di sisi lain, aku geram dengan reaksi para tetangga keluarga Garney, yang tak muncul seorang pun pada saat pemakaman Raymond. Dia memang penjahat, tapi apakah tak ada sedikit pun rasa belasungkawa karena seorang manusia—sesama mereka—telah dibunuh? (oh ya, aku menganggap hukuman mati sebagai sebuah pembunuhan terorganisir!) Aku juga sangat heran dengan komentar Mr. McBridge yang meminjamkan van-nya untuk perjalanan menjemput Raymond ini: “Tahu nggak, beberapa orang tidak menyukai ini” Apa maksudnya? Bahwa para tetangga tak menyukai van milik orang baik-baik dipakai untuk membawa pulang peti mati penjahat? Atau bahwa jenazah seorang penjahat akan dimakamkan berdekatan dengan makam leluhur mereka? Betapa absurdnya kalau perkiraanku benar! Ingin rasanya aku melemparkan alkitab tebal ke wajah mereka, sambil berkata: Baca Yoh 8:7b “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.”
Yah, sayangnya aku hanya membaca kisah ini lewat cerita pendek karya John Grisham, dan hanya mampu memberikan 5 bintang untuknya! Sungguh kisah yang menggugah emosi, dan hebatnya, hanya ditulis sebagai cerita pendek sepanjang 65 halaman!
Conclusion:
This is a story about a crooked family named Garney—a mother and two brothers—in their journey to the county jail to pick up Raymond for the last time. Raymond Garney was charged with death penalty for murdering a man, and tonight is the night of the execution, after waiting for eleven years. Many things had happened during those eleven years, the mother never failed to support his son, no matter guilty he was. “She was there when they were born, and she’s still there when they were beaten”.
I got emotional (crying a bit) after reading this book, it reminded me much of Grisham’s The Chamber. I still can’t agree on death penalty, and the scene of the execution always sheds my tears (thanks to Grisham!). Raymond is not an innocent man, he was guilty, he was born a liar, and he always asks for money from his family. Well, in short, he has every quality of man we should hate. Nevertheless, seeing a human being killed by others (although under the law) always touched me deeply.
Five stars for this story!
menghela napas panjang setelah baca cerpen grisham yang ini.
ReplyDeleteada ya manusia kayak raymond. jahat, tapi juga menarik simpatiku waktu pertama baca...
Hi Yunna! I miss you!!...
Deletesama deh, aku menghela napas panjang juga setelah baca cerpen ini, eh berarti kamu juga udah baca ya?
aku juga sebeeel banget sama raymond. tapi memang makin ceritanya bergulir, makin simpati juga sama dia..ahh grishaaam, emang master of storytelling yah =)
ReplyDelete