Thursday, December 22, 2011

Ziarah (The Pilgrimage)

Menurut John C. Maxwell dalam bukunya: The Success Journey (Perjalanan Menuju Sukses), kesuksesan itu bukanlah tujuan melainkan perjalanan. Kesimpulan yang sama kuperoleh setelah membaca buku karya Paulo Coelho ini: The Pilgrimage atau Ziarah.

Dalam The Pilgrimage, Paulo Coelho mengisahkan perjalanan ziarahnya sendiri demi memenuhi syarat untuk menjadi Guru suatu ordo yang disebut RAM (Regnum Agnus Mundi) yang berada di bawah naungan persaudaraan besar di dunia yang disebut “Tradisi”. Awalnya Coelho—sang narator di buku ini, sudah dalam tahap penobatan sebagai Guru, ketika ia melakukan sebuah kesalahan besar. Sebagai Guru, Coelho akan menerima sebuah Pedang. Sayangnya, karena ia terlalu bangga dengan pencapaiannya, ia jadi serakah dan ingin segera memiliki Pedang itu. Guru-nya pun akhirnya membatalkan penobatan, dan menyuruh Coelho berjuang kembali dari awal untuk menemukan Pedangnya—yang akan disembunyikan di suatu tempat. Itu berarti Coelho harus meninggalkan seluruh kehidupannya termasuk keluarga dan pekerjaan, untuk menjalani ziarah selama beberapa bulan. Maukah Coelho mengambil resiko besar itu? Mampukah ia menemukan Pedangnya?

Mendapatkan Pedang memang tujuan dari ziarah itu, namun perjalanan itu sendiri yang sebenarnya harus dilalui oleh Coelho untuk mencapai impiannya. Ziarah yang ia lakukan adalah rute perjalanan abad pertengahan yang terletak di Spanyol, disebut sebagai Jalan Misterius Menuju Santiago. Pada abad pertama dulu, umat Kristiani—seperti halnya umat Muslim, juga diharapkan melakukan peziarahan suci. Ada 3 rute yang bisa dipilih: pertama menuju pusara Santo Petrus di Roma, kedua menuju Makam Suci Kristus di Yerusalem, dan ketiga menuju jasad salah satu murid Yesus yang bernama San Tiago (St. Yakobus) dikuburkan di Iberia, Spanyol. Jalan Santiago ini disebut juga sebagai Jalan Bimasakti karena rasi bintang itu dibuat acuan pagi peziarah di malam hari. Jasad itu berada di Katedral Santiago de Compostela yang terkenal di Spanyol.

Perjalanan dimulai dari kota di perbatasan Prancis dan Spanyol: Saint-Jean-Pied-de-Port. Di sini Coelho pertama kalinya bertemu dengan Petrus, pemandunya. Bersama mereka berjalan kaki menaiki gunung, menuruni lembah, bahkan ‘menjinakkan’ air terjun. Hanya berbekal ransel, mengenakan pakaian sederhana dan lambing kerang yang menunjukkan identitas seorang peziarah, membawa makanan seadanya, dan tidur di mana saja. Dalam perjalanan itu berkali-kali Coelho mengalami cobaan. Salah satunya dari iblis yang disebut Legiun (karena jumlahnya banyak) yang merasuk ke dalam seekor anjing. Berkali-kali Coelho bertemu dengan si anjing, dan selama itu keduanya “bertarung”.

Di sisi lain, Petrus juga mengajarkan sebelas ritual RAM yang akan membantu Coelho dalam perjalanan spiritualnya. Coelho bahkan memberikan langkah-langkah setiap latihan itu di buku ini.

Namun halangan terbesar bagi Coelho untuk mendapatkan pedang itu sebenarnya justru berasal dari dirinya sendiri. Ia—seperti halnya kita semua, salah dalam merumuskan tujuan hidup kita. Pikiran Coelho selama perjalanan selalu fokus pada ‘menemukan Pedang’. Ia lupa untuk merenungkan apa yang hendak ia perbuat dengan Pedang itu untuk kebaikannya dan dunia, yang seharusnya merupakan tujuan utama dari segala ziarah dan ritualnya itu.

Jadi, berhasilkah Coelho menyelesaikan perjalanan dan menemukan Pedang itu? Dan mampukah ia mengalahkan Legiun? Semuanya dituliskan dengan cukup apik oleh Coelho. Meski agak membosankan karena tak begitu mengerti tentang ritual mistik ini, kurasa Coelho telah berhasil membuat pengalaman ziarahnya menjadi semacam kisah yang seru dan tegang, namun juga mengandung permenungan bagi kita semua. Meski aku tak ingin menjalani ziarah dan melakukan ritual-ritual itu, aku jadi diingatkan kembali akan cinta agape, akan perseteruan antara yang baik dan jahat dalam diriku, juga akan bagaimana aku menjalani hidup ini.

Tiga bintang untuk The Pilgrimage!

Judul: Ziarah (The Pilgrimage)
Penulis: Paulo Coelho
Penerjemah: Eko Indriantanto
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Februari 2011
Tebal: 263 hlm

4 comments:

  1. Dari dulu udh liat buku ini, tapi kurang tertarik. Sepertinya buku ini tidak seistimewa the alchemist atau the fifth mountain ya??

    ReplyDelete
  2. @Althesia: Aku sih blm baca 5th Mountain, tapi dari kesan yg udah baca, memang kedua buku yg kamu sebut itu jauh lebih bagus. Yg ini kurang greget!

    ReplyDelete
  3. Oh jadi kurang greget yahh...
    tapi nggak papalah dikoleksi, kadung udah ngumpulin buku-buku beliau, kali aja datang ke indonesia, bisa minta tanda tangan
    #ngimpi

    ReplyDelete