Thursday, June 11, 2009

Putera Sampoerna & The Sampoerna Way

Sampoerna: Perjalanan Menuju Perusahaan Kelas Dunia, itu adalah judul tulisanku untuk berkontribusi di Slim Magazine II, sebuah proyek milik mas Trimatra yang edisi keduanya mulai ditayangkan tgl. 10 Juni 2009 kemarin. Saat aku mendapat e-mail dari mas Trimatra untuk mengirimkan tulisan, aku lumayan surprise karena ternyata aku kebagian mengisi kolom Ekonomi. Wow…begitu pikirku langsung. Kalo yang namanya inspirasi atau review novel sih udah biasa, tapi kalo ekonomi? Wah, harus banyak melibatkan otak kiri nih…alias berpikir serius.

Tapi, berhubung Fanda suka tantangan, kayak biasa, aku terima aja. Sempat bingung juga, apa yang akan aku tulis?? Aku ngintip dulu ke Slim Magazine edisi I, ternyata mbak Reni menulis tentang Mohammad Yunus. Seorang tokoh! Ya..kenapa tidak? Menulis seorang tokoh dan kiprahnya di bidang ekonomi/bisnis. Lalu aku ingat bahwa sudah lama aku ingin mengulas sebuah buku tentang perjalanan bisnis Sampoerna. Sempurna deh… Hasilnya bisa dibaca langsung di Slim Magazine part II di bagian Ekonomi. Thanks ya mas Trimatra buat kesempatan menulis di Slim Magazine ini. Semoga makin sukses deh proyeknya...

Namun, kali ini aku tak akan memposting ulang tentang Sampoerna sebagai sebuah perusahaan, namun khusus kepada sang pebisnis ulung yang kebetulan jadi salah satu idolaku: Putera Sampoerna. Sampoerna adalah sebuah perusahaan hebat yang dimulai dari sebuah kios kecil dan dalam 90 tahun telah bertransformasi menjadi perusahaan kelas dunia (perjalanannya bisa dibaca disini). Dan lompatan terbesar ditorehkan oleh Putera Sampoerna yang merupakan generasi ke 3. Kali ini sisi leadership beliau lah yang akan aku ulas.

Kehebatan Putera Sampoerna sebagai sosok pemimpin yang visioner dan perfeksionis terungkap dalam konsep The Sampoerna Way yang ia luncurkan pada bulan Mei 2002. The Sampoerna Way menjadi tatanan berperilaku semua orang yang bernaung di bawah Sampoerna, dan akan membawa Sampoerna benar-benar berbeda dari pesaingnya.

Kebetulan Sampoerna adalah salah satu customer perusahaan di mana aku bekerja. Bekerja sama dengan Sampoerna memberikan kesan yang dalam tentang profesionalisme dan passion orang-orangnya. Terlihat jelas bahwa tiap orang, dengan kapasitasnya masing-masing selalu ingin membuat sebuah perbedaan, bahkan terasa melebihi ekspektasi standar. Umpamanya, kami (aku hanya mendampingi saja) suatu saat mempresentasikan sebuah proyek kepada sekitar 6 orang yang berbeda divisi. Presentasi yang sebenarnya singkat itu berlangsung berjam-jam karena semua orang dengan penuh semangat mengeluarkan pendapat dan memberikan usulan-usulan (yang bagi kami terlalu fantastis bagi sebuah proyek yang sederhana). Namun, memang karakter itu yang dituntut oleh the Sampoerna Way, yakni kreatifitas dan cara pikir yang berbeda, sesuai dengan budaya ‘Kami Memang Beda’.

Kredo utama dari The Sampoerna Way adalah Anggarda Paramita, yang berarti Menuju Kesempurnaan, yang kemudian diterjemahkan ke dalam falsafah-falsafah yang memicu karyawan untuk selalu berpikir kreatif dan berbeda menuju sebuah arah yang sama. Namun kuncinya tetap berada di tangan sang pemimpin, yakni Putera Sampoerna yang memiliki karakteristik strategic intelligence.

4 ciri pemimpin dengan strategic intelligence:

Visioner – selalu melihat ke depan, berani untuk merubah status quo
Risk Taker (Pengambil Resiko) – berani melawan arus dan melaksanakannya dengan komitmen sampai ke titik sukses.
Pola pikir system thinking – dalam menjalankan sesuatu memiliki skenario dan langkah untuk beberapa tahapan ke depan.
Passion – melakukan sesuatu dengan passion demi misi untuk mengubah keadaan.

Namun di kala ide brilian dan inovatif, tak jarang orang justru takut untuk merealisasikannya karena ragu apakah akan berhasil atau tidak. Untuk itu Putera selalu menekankan prinsip “Don’t blame anybody! Solve the problem, don’t blame the person”. Dengan demikian tiap orang dipacu untuk berpikir dengan cara berbeda tapi harus memiliki arah yang jelas yang harus dieksekusi dengan tepat dan cepat.

Sistem Sampoerna Rank
Putera Sampoerna tidak menganggap penting sebuah jabatan, namun lebih menekankan pada tanggung jawab fungsionalnya. Di Sampoerna karyawan tidak diberi job description, melainkan opportunity. Ini karena tiap orang punya kapasitas berbeda dan unik. Setiap orang dipacu untuk memberikan kontribusi terbaik apabila opportunity yang sesuai dengan kemampuannya datang, tanpa dibatasi tingkat jabatan. Dengan begini, seorang bawahan tak harus menunggu atasannya naik baru bisa memperlihatkan kemampuannya.

Agar atasan mengenal kemampuan bawahannya, setiap manajer harus mengenal semua bawahannya sampai 2 level di bawahnya. Contoh: Si C punya atasan B, dan B punya atasan A. Maka A bukan saja mengenal B, tapi harus juga mengenal C. Bila suatu tugas membutuhkan skill si C, ia bisa langsung menugaskannya tanpa melalui B. Terkesan tidak adil? Mungkin ini dimaksudkan Putera untuk memacu semua karyawannya untuk selalu berprestasi dan berinovasi.

Putera Sampoerna selalu menyamakan bisnis dengan perang, namun perang yang memiliki etika (“business is an ethical war”). Menurutnya, ada 2 tipe karyawan dipandang dari kapasitasnya. Ada yang berani mengambil tanggung jawab (di medan perang disamakan dengan tentara di garis depan atau satuan tempur), atau yang bertahan di status quo (satuan pendudukan).

Yang tak kalah menarik, adalah konsep Putera Sampoerna dalam hal promosi karyawan, yakni konsep tanggung jawab dari si promotor terhadap orang yang dipromosikan. Sehingga bila orang yang dipromosikan berbuat salah, si promotor juga ikut menanggung kesalahannya. Maka seorang manajer harus yakin dulu sebelum memprakarsai suatu promosi.

Kesimpulannya, yang membuat sebuah perusahaan terus tumbuh dan berkembang adalah budaya atau kultur, bukan orang atau bakatnya. Orang bisa saja keluar-masuk di semua lini, namun budaya yang kuat akan mengakar pada keseluruhan perusahaan. Bahkan dapat mengelola setiap orang yang datang dengan latar belakang berbeda untuk dapat bekerja dengan arah yang sama. Budaya yang dilaksanakan dengan baik tidak hanya berpengaruh terhadap kinerja yang lebih bagus, tapi juga menghasilkan organisai yang lebih efisien. Dan dalam konteks Sampoerna, budaya itu adalah budaya ‘Kami Memang Beda’ yang terjabarkan dengan begitu detail dan sempurna dalam The Sampoerna Way.


27 comments:

  1. postinganya bikin motivasi naik nih. ternyata mbak fanda hebaatttt...

    ReplyDelete
  2. Namanya Sampoerna.... diulas dengan Sempurna.

    Aku jadi termotivasi.

    ReplyDelete
  3. jadi pengen bekerja disana...
    Actualy pengen sekali membangung suatu budaya kerja dimana setiap orang ditempatkan pada tempat yang tepat.

    ReplyDelete
  4. Ya saya sudah baca yang di slim magazine blogger-2nya Trimatra. Banyak sosok pengusaha sukses di Indonesia, karena pengusaha, pasti yang digelutinya bidang ekonomi. Salah satunya tentu Pemilik Sampoerna ini, salut.

    ReplyDelete
  5. 4 ciri pemimpin dengan strategic intelligence-nya bagus banget tuh... berarti aku masih jauh yaaa...hahahha...dari ke-4 hal itu terutama yang risk taker...aku kadang suka takut gitu...pilih yang aman2 aja..hehehehe

    ReplyDelete
  6. eh aku tadi dah komen kok ilang yah... mungkin pake approval dulu yaaa....

    ReplyDelete
  7. selalu banyak yg dapat dipelajari dari seorang yg sukses!

    ReplyDelete
  8. Great article ... seharusnya pemimpin Indonesia ke depan pun harus yang punya visi seperti itu, hehehe ... piss ah :D

    ReplyDelete
  9. nah, ini salah satu bakat kamu, fan. kamu bakat di penulisan kyk gini.

    ReplyDelete
  10. fan..
    napa ya klo buka blog fanda pasti ada yg keluar window lg...
    jadinya lama gitu donlotnya

    btw..cerita ttg bpk ini emang asik ya...penuh dgn kesuksesan

    ReplyDelete
  11. thx banget ya nda dah mw mampir kerumah men...
    nda mw kan ajarin men biar men betah dirumah baru men...
    salam kenal ya nda :D

    ReplyDelete
  12. Wah..., bagus nih mbak. Menarik sekali ulasannya mbak. Ternyata, Sampoerna memang beda... ^_^

    ReplyDelete
  13. Visioner – selalu melihat ke depan, berani untuk merubah status quo, karakteristik tersebut sangatlah jarang dimiliki oleh para pemimpin sekarang ini. kalaupun mereka punya, jarang yang punya keberanian untuk merubah tradisi lama, apalagi kalau tradisi tersebut sudah berjalan begitu lama. salut deh buat Putra Sampoerna.

    ReplyDelete
  14. mba, saya suka banget dengan 4 strategic intelligence.

    saya cuma bisa ngangguk2 inih :D,...

    ReplyDelete
  15. Mbak, seneng baca ulasan mba Fanda. Tadi pagi, saya dah kesini tapi, cuma bisa baca setengahnya. Malam ini, saya datang lagi mbak, membaca semua kemudian berkata tanpa makna di sini. :). Nampak jelas buku apa saja yang mbak baca. salutttt!

    ReplyDelete
  16. sempurna...
    memang sosok pemimpin yg sempurna...

    ReplyDelete
  17. yup,, ulasan menarik tentang perjalanan orang-orang sukses dalam meraih kesuksesan mereka, mudah-mudahan bisa memotivasi kita untuk belajar dan mengambil dari contoh yang terbaik...

    ReplyDelete
  18. selalu dalam dan inspiratif, itu cic khas tulisanmu.

    sukse buat kamu jugah fan...nice backlink to me.

    oiya...selamat jugah buat u comment i follownya, hehe sealiran berarti kita yah

    ReplyDelete
  19. Luar biasa Fanda. Kamu tau banyak mengenai Sampoerna ini.
    visioner, risk taker, thinking system, passion. Sangat mengilhami saya untuk langkah selanjutnya neh

    ReplyDelete
  20. perlu diikuti yang kayak gini ya mbak fanda. tapi kok ya masyarakat lebih suka ngikutin yang gak genah ya?

    ReplyDelete
  21. Siiiip sampoerna yang sempurna.....

    ReplyDelete
  22. two thumbs up!

    jadi terpompa nih!

    heiheie.........

    ReplyDelete
  23. Baru tahu kalo Sampoerna dulunya berawal dari kios kecil dan butuh 90 tahun untuk menjadi perusahaan besar.Benar2 hebat!BTW,makasih atas komentar di blogku ya. :)

    ReplyDelete
  24. keren mba fanda,mkemaren aku dah baca yang di blog 3matra :)

    ReplyDelete
  25. Saya suka dengan kisah-kisah orang sukses seperti postingan ini, dik Fanda.

    Oya, permohonanan pencerahannya saya titipkan di komentar ini. Mohon maaf.

    Saya balas komen dik Fanda di blog personal sebagai berikut:

    Jk Rowling, merilis novel pertamanya "Harry Potter dan Batu Bertuah" pada tahun 1997. Novel itu kemudian terkenal diseluruh penjuru dunia, dan disusul kemudian dengan serial selanjutnya.

    Rowling sendiri lahir pada 31 Juli 1965 di Chipping Sodbury, dekat Bristol, Inggris. Berarti usianya saat menerbitkan bukunya yang melegenda itu 30 tahun lebih. Usia yang sebenarnya "sudah berumur" untuk ukuran seorang penulis.

    Namun mengapa bisa akhirnya JK Rowling sukses? Bukan ukuran usia yang jadi patokan, namun proses tiada henti untuk belajar meningkatkan ketrampilan menulisnya. Ia sendiri mengakui, sebelumnya kisah tentang kisah Potter itu hanya dituliskan pada catatan pribadinya.

    Saya rasa sebelumnya Rowling telah mengamati secara mendalam lingkungan sosialnya. Mendalami foklor, cerita, kisah, dongeng di Inggris sana dsb yang juga saat itu sudah tarap perkembangan maju. Demi hanya untuk memberi "dongeng"lain daripada yang lain buat buah hatinya maka mulailah ia menuliskan kisah Potter yang termasyur itu.

    Pelajarannya bagi kita. Untuk menulis apalagi berhasrat terjun dan menjadi penulis sebagai ladang penghidupannya di kemudian hari, Pertama, tidak mengenal usia. Kedua, setiap penulis dituntut untuk melakukan terobosan dalam membuat karya yang "lain daripada yang lain" dengan genre yang berlaku umum pada saat si penulis mencermati lingkungan sosial (dan kecenderungan seragam suatu gaya penulisan). Rowling berhasil melihat peluang semacam itu.

    Penulis perempuan lain yang sekonyong-konyong naik daun, Ayu Utama, juga demikian ketika ia menulis suatu novel berjudul "Saman". Novel itu ia ikutsertakan dalam lomba penulisan fiksi, dimana tema utama yang diusung Ayu Utama dinilai dewan juri adalah "suatu hal baru." Maka ia menang (disamping memang isi novel tersebut jalan ceritanya hebat)

    Penulis yang berhasil juga pada dirinya memiliki "daya imajinasi" tinggi. Seperti Rowling, atau Ayu Utama atau bahkan Pramdya Ananta Toer yang bisa memotret realitas sosial dengan gaya bertutur enak dibaca. Hal demikian hanya bisa dilakukan pada orang-orang yang memiliki "daya cipta" tinggi (termasuk imajinasinya).

    Jadi, buat Dik Fanda, jalan masih terbentang lebar untuk "menjadi" itu. Asalkan tekun dan sabar, mengapa tidak?

    Demikian dik Fanda. Salam selalu...

    ReplyDelete
  26. alhamdulillah siska pernah menjadi bagian keluarga PSF dan memang benar apa yg ditulis mba Fanda...

    ReplyDelete