Friday, August 12, 2011

Letters To Sam

Aku sebel sama cewek autis satu itu!”, kalimat itu pernah terlontar dari mulut seorang kawan. Aku selalu merasa terganggu tiap kali ada yang mengumpat seseorang dengan kata “autis”, seolah autis adalah suatu aib. Namun kenyataannya, banyak orang di sekitar kita –bahkan mungkin kita sendiri, sadar maupun tak sadar-- yang menjadikan “autis”, “cacat” sebagai cara me-label-i orang lain, mengelompokkan orang lain di luar diri kita. Buku yang ditulis oleh Daniel Gottlieb ini akan kembali menyadarkan kita tentang kelemahan dan perbedaan kita sendiri. Autis memang kelemahan, tapi kelemahan bukanlah aib!


Letters to Sam merupakan surat-surat seorang kakek yang lumpuh kepada cucu lelakinya yang autis. Si kakek ingin membekali Sam, sang cucu, dengan pemahaman akan hidup dan cara menjalaninya. Tentu saja bukan hidup pada umumnya, namun hidup sebagai manusia yang “berbeda”, karena itulah kesamaan antara Sam dan kakeknya. Mereka sama-sama berbeda dari manusia lain. Kakek Sam membagikan pengalaman hidupnya sebagai orang yang tunadaksa akibat kecelakaan, sebab ia tahu benar rasanya menjadi berbeda dan tak berdaya, kecewa dan marah. Perasaan-perasaan yang, ia tahu, suatu hari akan dialami Sam pula sebagai penderita autis. Hinaan, pengabaian, bahkan gencetan [baca: bullying] kerap dialami anak autis. Ia ingin sang cucu memandang hidup ini dari sudut yang lain, dan menjalaninya dalam kebahagiaan.


Begitu banyak pelajaran hidup yang akan anda temukan di sini, sekaligus pemahaman-pemahaman baru yang seringkali menohok, tentang sikap kita selama ini. Kakek Sam telah mewariskan pelajaran hidup yang hanya akan bisa kita dapatkan dari seorang psikolog yang telah menjalani hidup yang penuh tantangan, dan menyembuhkan luka batin banyak orang. Aku menemukan banyak kalimat-kalimat yang menginspirasi di buku ini. Dan kupikir, alangkah baiknya (sekaligus indahnya) bila kita semua, anda dan aku, bisa sama-sama berusaha mengubah cara berpikir dan bersikap kita dari semua kalimat-kalimat itu. Semoga kumpulan kalimat inspiratif ini akan secara otomatis menjelaskan pada anda, buku macam apa Letters to Sam ini.




Menerima bahwa kita “berbeda”


Sang kakek mengajarkan kepada Sam untuk dapat menerima bahwa dirinya berbeda, dan menghargai perbedaan itu. Karena diri kita adalah jiwa kita. Tubuh bisa mengalami cacat, sakit atau bahkan autis. Tapi di dalam jiwa kita, kita tetaplah orang yang sama.


"Menjadi berbeda bukanlah masalah, ini sekedar menjadi berbeda. Tapi merasa berbeda bisa menjadi masalah. Ketika kau merasa berbeda, perasaan ini bisa benar-benar mengubah caramu melihat dunia." ~hlm. 20.


“Air kehidupan membasuh kita sehingga menghilangkan sudut-sudut tajam dalam diri kita. Itu bisa saja bagus; kita bisa menerima bentuk-bentuk baru yang mengejutkan dan memuaskan. Kita juga bisa kehilangan kebijaksanaan yang menyertai kita ketika lahir. Namun, bukti dari kebijaksanaan itu tak akan lenyap dari diri kita.” ~hlm. 13.




Sembuh dari luka (batin)


Dengan menjadi berbeda, kakeknya mengingatkan Sam, resiko untuk merasa kecewa, terhina, malu, marah, kehilangan dalam hidup sangatlah besar. Sang kakek memberikan kiat-kiat untuk Sam untuk menyembuhkan luka batin itu –alih-alih menghindar atau marah--, sekaligus menjadikannya dasar untuk dapat bermanfaat bagi orang lain dan dunia:


“Saat kau merasakan sakitnya kehilangan, kumohon jangan menyambar apa saja untuk menghilangkan rasa sakitnya. Yakinlah bahwa rasa sakit itu, seperti halnya segala sesuatu yang lain, sifatnya transisional.” ~hlm. 129.


“Sam, aku tahu, berjuang untuk mendapatkan keadilan bagi diri sendiri adalah sifat dasar manusia. Tapi lebih daripada itu aku berharap kau sanggup mengubah kemarahanmu menjadi energi untuk berjuang demi keadilan bagi orang lain.” ~hlm. 82.




Mencintai itu juga menyembuhkan


Mampu mencintai ternyata juga merupakan senjata ampuh untuk menyembuhkan luka batin.


“Memberi kepada yang lain adalah hal yang paling berharga ketika dilakukan dalam diam dan tanpa pamrih.” ~hlm. 34.


“Menjadi orang yang penuh belas kasih itu tidak sekedar menyenangkan, sekedar menolong kita, tetapi juga akan membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik dan lebih aman.” ~hlm. 179.




Bagaimana menjalani hidup yang bahagia…


…meskipun kita tetap harus mengalami derita, sakit, kecewa yang tak dapat kita hindarkan..


“Banyak dari kita menderita karena mencoba menjalani kehidupan yang pernah kita miliki atau kehidupan yang kita dambakan. (Padahal) hidup terasa sangat manis ketika kita menjalani kehidupan yang kita miliki.” ~hlm. 202.


Akhirnya, dengan membaca buku ini anda dan aku akan sama-sama belajar untuk saling menerima satu sama lain, dalam segala kekurangan dan kelemahan kita. Ingatlah, tak ada satupun manusia yang berbeda. Kita memang unik dari yang lainnya, namun pada hakikatnya kita adalah sama-sama manusia. Alangkah indahnya kalau kita bisa mengatakan itu, dan saling memberi dan menerima cinta. Karena itulah sesungguhnya cara kita untuk mengatasi penderitaan dan hidup bahagia.


Empat bintang untuk buku yang menginspirasi ini! Satu bintang untuk Daniel, satu untuk Sam, satu untuk semua anak autistik di luar sana, dan satu lagi untuk Gagas Media yang menghadirkan buku ini untuk kita!


Judul: Letters to Sam
Penulis: Daniel Gottlieb
Penerbit: Gagas Media
Terbit: 2011
Tebal: 217 hlm

8 comments:

  1. Mbak Fanda selalu saja menemukan buku2 yang bagus ya?
    Membaca review mbak Fanda rasanya aku harus bilang setuju bahwa buku itu bagus dan pantas utk dibaca.

    ReplyDelete
  2. terjemahannya bagus ya? aku jd pingin hadiahkan buku ini pd temanku yg anaknya menderita autis.

    ReplyDelete
  3. @Mbak Reni: Sebenarnya aku malah gak tau buku ini mbak, kebetulan aja dikasih sama penerbitnya. Dan setelah kubaca, memang beneran bagus.

    @htanzil: Eh iya ya, kok gak kepikiran. Memang buku ini akan bagus sekali untuk orangtua yg punya anak autis. Terjemahannya bagus banget kok! Dan typonya boleh dibilang minim (meski teteep aja ada..)

    ReplyDelete
  4. Jadi pengen baca bukunya mbak.... ada gratisan buat aku juga nggak ya?
    hehe.. :)

    ReplyDelete
  5. wah buku inspiratif kayak gini selalu membuat saya jadi pengen punya. tapi bener ya kalo bullying diterjemahkan jadi gencetan?

    ReplyDelete
  6. @Review Buku: Kalo melihat dari konteks di bukunya, memang "gencetan" itu diartikan untuk bullying, tapi aku gak tahu terjemahan umumnya apa, hehe...

    ReplyDelete
  7. wah kayaknya perlu baca nih mbak, cocok buat saya yang autis hehehehhe

    ReplyDelete
  8. Wah bukunya begitu menarik mbak :'(
    salamkenal ya mbak ?^^

    ReplyDelete